Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 4/Bab 1

BAGIAN IV

GEREJA SIRIA DAN ARMENIA

BAB I

KRISTEN SIRIA AWAL

Empat pengaruh membuat bagian paling timur dunia Kristen terpisah dari kelompok utama Gereja Yunani. Itu adalah geografi, politik, linguistik, dan doktrinal.

Dalam hal geografi, gereja-gereja lembah Efrat dan orang-orang yang hidup di timur jauh terpisah dari gereja-gereja sampai barat gurun Siria, perlintasan ekspedisi, seperti yang dialami oleh Zerubbabel, Ezra, dan Nehemia pada zaman kuno.

Dalam hal politik, wilayah tempat mereka berada kala tak independen hanya terhubung dengan Kekaisaran Romawi dalam hal interval, dan subyek yang lebih berkelanjutan dari para penguasa Parthia dan Persia. Pada masa penyebaran agama Kristen, ini dipimpin oleh para penguasa lokalnya, yang nama-namanya menunjukkan bahwa mereka berasal dari Arab.

Tak diragukan bahwa dua faktor tersebut menghimpun hal ketiga. Dalam isolasi mereka, Kristen memiliki bahasanya sendiri, yang menjadi cabang Aram yang sempat tersebar di seluruh wilayah antara Efrat dan Laut Tengah, namun kemudian memakai bahasa yuanni di wilayah-wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Ini akan mencatat perbedaan antara Aram dari orang-orang Targum dan beberapa bagian Perjanjian Lama dan Kristen Siria yang diwakili oleh versi-versi Alkitab dan tulisan-tulisan patristik yang berkembang di Mesopotamia. Aram Palestina diyakini dipakai oleh Yesus dan para murid, dan bahasa yang mungkin dipakai Santo Matius untuk menulis Logia—tanpa memakai Ibrani klasik—yang kemudian sering dibawakan dalam Gereja dengan bahasa Yunani, lingua franca dari seluruh ras berperadaban di sekitaran Laut Tengah. Ini menjadi dialek "Injil menurut orang-orang Ibrani" dan Injil Ebionit; namun ini bukanlah bahasa gereja-gereja Antiokhia dan Siria Barat. Sehingga, kala Kristen menyebar ke wilayah Efrat, yang memakai dialek yang berbeda, agama tersebut datang dalam bentuk Yunani, dan dalam contoh pertama promoternya menyediakan terjemahan Injil dan tulisan Kristen lainnya, karena masyarakatnya tak memahami Yunani. Terjemahan-terjemahannya beserta tulisan-tulisan Kristen asli yang timbul di wilayah yang sama dalam dialek lokal memakai bahasa Siria. Dalam kata lain, Siria kini menjadi bahasa yang dipakai dalam sastra Kristen Siria Timur, berbeda dari Aram, yang merupakan bahasa Palestina yang lebih tua dan sangat berbeda, usai diduduki oleh Yunani. Gereja memakai bahasa Siria dan membuat sastranya sendiri dalam bahasa tersebut yang ditujukan untuk orang-orang tertentu.

Namun tiga pengaruh tersebut—geografi, politik, dan linguistik—kalah pengaruh dengan pengaruh keempat, doktrinal. Ini terlihat pada sebagian besar hal lain yang dikumpulkan. Gurun pasir dapat dilintasi, pemerintah dapat diatur, bahasa dapat diterjemahkan; namun bida'ah masih terpisah dari ortodoksi lewat jalan pintas. Kristen Siria timur yang awalnya didakwa bida'ah timbul dari Tatian dan Barsedanes. Namun, ketidaklaziman yang nampak dapat terdeteksi kemudian timbul. kami kemudian melihat bahwa skisma besar yang ditimbulkan oleh bida'ah Nestorian dan kemudian Monofisit menghasilkan pembentukan Gereja-gereja Nestorian dan Jacobite, keduanya sama-sama dianathemakan gereja ortodoks.

Mula-mula, kami harus memahami bahwa Kristen Siria—pada tahap-tahap awal perkembangannya—merupakan Kristen dari orang-orang penutur bahasa Siria dan hidup sampai wilayah timur yang kami anggap kampung mereka sebagai Siria secara keseluruhan. Sementara itu, orang-orang Siria penutur bahasa Yunani di barat, dengan markas besar mereka di Antiokhia, merupakan kelompok Kristen berbeda, dan membentu bagian dalam dari Gereja Yunani sampai mereka juga berpisah, mula-mula oleh bida'ah, dan kemudian oleh Islam. Markas besar Kristen Siria, dan mula-mula nampak menjadi satu-satunya pusatnya, adalah kota Edessa, yang lebih dikenal dengan sebutan Urhai, dan kini disebut sebagai Urfa, ibukota wilayah yang disebut oleh orang-orang Yunani sebagai Osrhoene, berada di timur Efrat. Meskipun demikian, tak dipastikan kapan dan bagaimana kota tersebut diinjili, tak ada keraguan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum paruh kedua abad kedua Masehi; mungkin dimulai di ibukota timur jauh bahkan sebelum pertengahan abad tersebut. Legenda Addai dan Raja Abgar, yang dikatakan terjadi pada masa kehidupan Yesus di dunai, dinyatakan tak historis. Eusebius mengulangnya tanpa pertanyaan apapun terhadap penjelasannya; dan ini tercantuk dalam versi Siria dalam Doktrin Addai, sebuah kitab apokrifa yang "dinyatakan" ditulis pada akhir abad ketiga atau permulaan abad keempat. Selain ketiadaan pernyataan pada masa sebelumnya dan ketidakmungkinan cerita tersebut, hal tersebut dikecam karena bersifat anakronisme.

Meskipun demikian, legenda tersebut berpengaruh pada catatan popularitasnya dan karena mengandung fakta-fakta sebenarnya, karena dinyatakan berasal dari masa sebelum catatan tertulis muncul. Menurut legenda tersebut, Raja Abgar, yang menderita penyakit mengerikan, yang mendengar warta penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus, dikirim ke Yesus untuk datang dan disembuhkan-Nya. Meskipun tak datang sendiri, Yesus menuliskannya surat yang menyatakan bahwa ia berjanji untuk mengirim salah satu murid-Nya yang akan menyembuhkan penyakit sang raja. Meskipun kami tak memiliki dasar untuk mendukung surat tersebut, karya tersebut menjadi unsur sejarah karena penerumaan luasnya dan pemuliaan yang berkaitan dengannya. Karya tersebut ditemukan pada tahun 1900, didahului oleh surat raja kepada Yesus, yang ditulis dalam abjad Yunani dari sekitar masa Eusebius berada di Efesus. Pada masa Heptarki, para leluhur Anglo-Saxon kami menyalin surat tersebut dan menyebutnya "bertentangan dengan penyorotan dan penghormatan dan dampak dari laut dan darat, siang dan malam serta tempat-tempat gelap." Sehingga, sejarah berikutnya memberikannya nilai menonjol yang menjadikannya dikutip secara utuh. Surat tersebut dialamatkan kepada Hanan, yang didatangi Yesus di rumah Gamaliel, pemimpin Yahudi. Karya tersebut menyatakan sebagai berikut: "Pergi dan wartakanlah apa yang Allah kirimkan kepadaku, Berbahagialah, yang meskipun sukar tak melihatku, meskipun sukar kuyakini. Kini apa yang sukar ditulis padaku, itu yang harus datang padaku,—agar yang aku kirim kini datang sampai akhir, dan aku datang ke Bapa-ku yang mengirimku; namun kala aku datang kepada-Nya, aku akan mengirim salah satu muridku, yang apapun penyakitnya, ia dapat sembuh dan pulih. Dan atas semua yang terjadi, ia dapat mendapatkan kehidupan abadi, dan diberikatilah kotanya dan tak ada musuh yang dapat menguasainya selamanya." Pembaca harus menyoroti nada khas dari dokumen tersebut. Terutama, kalimat antitetikalnya, "Kami yang melihatku takkan mempercayauku, dan mereka yang tak melihatku,—mereka akan mempercayaiku," tentunya dalam gaya Oxyrhynchus Logia.

Namun sesuai legenda tersebut, kami melihat Addai, salah satu dari "tujuh puluh murid," diutus oleh Tomas ke Edessa usai kebangkitan Kristus, yang membuat raja langsung disembuhkan; kala ia dan rakyatnya masuk Kristen. Addai dikatakan berkarya di Edessa sampai akhir hayatnya, dan wafat akibat sebab alami. Ia digantikan oleh Aggai, yang menjadi martir di bawah kekuasaan Ma'nu, putra Abgar, kakinya dipatahkan kala ia duduk di gereja. Aggai tak memiliki waktu untuk menahbiskan penerusnya Palut, yang datang ke Antiokhia dan menerima penahbisan dari Serapion. Disini, kami mendapati legenda dalam sorotan sejarah. Namun, Serapion belum menjadi uskup Antiokhia sampai tahun 190. Buktinya, Palut kemudian tak dapat dipandang selaku salah satu murid pribadi Yesus seperti yang dikisahkan. Namun ia berpengaruh pada hal lain, seperti yang kemudian dilihat oleh kami. Palut mewakili kemajuan pengaruh umat Antiokhia atas Gereja Siria yang jauh di luar gurun pasir dan sungai. Sehingga, Kristen di Edessa berkembang sendiri; dan hal paling pentingnya kemudian terjadi. Satu dapat diharapkan, karena dorongan kebebasan dan ragam, agar mereka bergerak sendiri, sehingga kami dapat menyaksikan unsur penekanan menonjol Gereja Siria, memiliki murid dan doktrinnya semua untuk diri mereka sendiri, menuntaskan masalah-masalah terpisah dari perpaduan filsafat Yunani dan metode pemerintahan Romawi yang datang pada awalnya untuk memodifikasi gereja perdana dan menerjemahkannya dalam amalgam yang dikenal sebagai Katolik. Kami tak dapat melupakan bahwa injil memiliki cikal bakalnya di Siria; bahwa injil mula-mula diajarkan dalam bahasa Aram; bahwa perkabaran injil dimulai sebagai kepercayaan Semitik Timur. Apa yang harus kami lihat jika ini diperkenankan untuk berkembang setidaknya di satu titik masih selaku keyakinan Semitik Timur, tanpa perpaduan peradaban Barat?

Pada kenyataannya, tak ada perkembangan independen semacam itu yang bahkan memungkinkan pada masa paling awal. Sebelum masa Palut, pengaruh Yunani menjamah sampai Edessa, karena gereja di kota tersebut berkomunikasi dengan saudaranya di barat. Harmoni karya Tatianus memberikan bukti pernyataan tersebut, dan pada masa yang sama, indikasi jelas dari perpisahan dasar Kristen Siria yang lebih kuno. Dalam Pernyataannya kepada orang-orang Yunani, Tatianus berujar bahwa ia "lahir di wilayah Asiria," namun diajari doktrin-doktrin Yunani dan kemudian ia mewartakan hal tersebut terhadap orang-orang yang ada disana. Kemudian, seperti Yustinus Martir, yang menjadi teman dan muridnya, Tatianus masuk Kristen usai belajar filsafat Yunani. Tulisan-tulisannya setidaknya tertanggal sekitar tahun 175. Kini, Pernyataan kepada orang-orang Yunani buatannya dan judul-judul dari seluruh kitabnya dalam bahasa Yunani—termasuk Harmoni buatannya, disebut olehnya sebagai Diatessaron. Sehingga, ada sejumlah kemungkinan tertentu bahwa ia mengkompilasikannya dalam bahasa Yunani, terlepas teks Yunani asli dari Injil-injil, dan kemudian menerjemahkannya dalam bahasa Siria. Namun, bertentangan dengan kesimpulan tersebut, faktanya adalah bahwa teks tersebut memiliki jenis yang sama dari versi Siria terpisah yang paling tua dari Injil, yang sebetulnya tak bergantung pada Harmoni. Terdapat juga beberapa kemungkinan bahwa hal ini dibuat dari versi Siria tertua sebelumnya dari Injil. Namun pernyataan ini menemui kesulitan serius. Tak ada versi semacam itu yang diketahui di Edessa, pusat Kristen penutur bahasa Siria, karena tentunya nampak bahwa Harmoni karya Tatianus merupakan satu-satunya bentuk Injil yang mula-mula dibacakan di Gereja. Sebelumnya, kristen Siria sejalan dengan kotbah dan tradisi lisan tentang Kristus. Tatianus memperkenalkan catatan injil tertulis ke Edessa, dan ia melakukannya dalam bentuk harmoni seluruh empat Injil, selaku metode yang menghantarkannya pada pembenaran pribadinya sendiri. Ini adalah cara umum menuturkan kisah injil yang sempat ada pada orang-orang terkait dengan mewartakan keempatnya dan kurang lebih penjelasan beragamnya. Pengaruh Tatianus di Edessa harus ditekankan; karena ia berhasil mendapati kitabnya yang dibacakan di gereja kota tersebut. Kemudian, meskipun gereja lain memakai empat injil dalam ibadah mereka, Gereja Edessa memakai Harmoni karya Tatianus. Ini merupakankekhasan yang menyematkan saksi terhadap keberadaan Kristen di Mesopotamia.

Setelah Yustinus menjadi martir di Roma, Tatianus nampaknya menjadi penerusnya selaku pengajar Kristen di kota kekaisaran tersebut. Jika demikian, pandangan non-ortodoksnya mungkin belum berkembang, atau pada setiap peristiwa tak terdeteksi. Namun pada tahun 172, ia diekskomunikasi. Kemudian, ia menetap di Siria, tak jauh dari Antiokhia, dan kemudian mungkin kampung halamannya Edessa. Disana, ia dikatakan wafat. Semua yang diketahui oleh kami akan "kesesatan"nya dikaitkan dengan periode Romawi dari masa hidupnya. Penjelasan silsilah Yesus dari Harmoni buatannya merupakan indikasi bahwa kekhasannya dari doktrin yang diterima setidaknya dimulai kala ia mengkompilasikan karya tersebut. Menurut Irenæus, ia menjadi pemimpin Enkratites, atau "Abstainers," orang-orang yang berpantang kawin, daging dan minuman anggur. Irenæus juga mengaitkannya dengan Gnostik selaku pembuatan doktrin para aeon yang tak terlihat, seperti para pengikut Valentinus, sementara dalam asketisismenya, ia mirip dengan Marcion. Origenes mengaitkannya dengan doktrin demiurge, yang berujar bahwa ia memahami firman "Jadilah terang" selaku doa allah pencipta dunia terhadap Allah tertinggi. Pernyataan tersebut tak didukung bukti, dan mereka tak dikonfirmasi pada tulisan-tulisan Tatianus yang ada. Penjelasannya soal silsilah dari Diatessaron dapat menyiarkan kesepakatannya dengan Doketisme pimpinan Marcion, namun tak sepenuhnya. Kami tak dapat melacaknya disini atau tempat lain pada tulisan-tulisannya yang masih ada yang nyaris menyepakati Gnostisisme Valentinian. Ini menandakan bahwa, terlepas dari pengaruh Roma, Tatianus menyertakan dirinya dengan beberapa pernyataan ke Timur yang tak populer pada otoritas gerejawi di Barat. Namun, kala ia mendapati dirinya kembali di kalangan rekan daerahnya yang berpikiran sederhana di Edessa, ia tak dicurigai sebagai bida'ah, atau Harmoni buatannya tak akan diterima disana; maupun ada alasan apapun untuk menyatakan bahwa ia menyebarkan gagasan yang sangat melenceng atau mendirikan aliran ajaran heterodoks. Tentunya, Kristen Siria tak menjadi Enkratites.

Tak lama kemudian, Gereja di Edessa menerima petobat terkenal pada sosok Bardaisan, yang lahir pada tahun 154 dan wafat pada 222. Ia merupakan sosok berbudaya saintifik, namun perpaduan pernyataan astrologinya membuatnya dikeluarkan dari Gereja, dan ia dianggap sebagai salah satu pemimpin Gnostisisme Siria. Tak seperti Tatianus, ia bukanlah asketis. Ia tak bergabung dengan Enkratites; maupun ia sepakat dengan Marcion yang menolak Perjanjian Lama, atau menyatakan penciptaan cosmos pada dewa sekunder. Menurut laporan ajarannya, yang kami bergantung pada lawan-lawannya, sifat utamanya adalah pengaruh yang menyertainya terhadap kekuatan jahat, yang dikaitkan olehnya dengan contoh pertama dari Setan dan kemudian keganasan yang melekat pada materi, cikal bakal dari yang ia sebut Setan. Kemudian dalam tindak penciptaan, Allah membentuk dunia tanpa materi pra-keberadaan. Ini dapat menjadi "yang terbaik dari seluruh dunia yang memungkinkan," namun dalam esensi yang lebih terbatas ketimbang frase yang dipakai oleh Leibnitz. Arsitek kosmos hanya dapat membuat bahan terbaik yang sangat menonjol. Dalam cara ini, kami mencatat ketidaksempurnaan alam dan kejahatan masyarakat. Disini, kami mendapati perpaduan konsepsi Persia dan Yunani. Peran penting yang ditujukan pada prinsip spiritual kejahatan bersifat Zoroastrian; namun pernyataan materi pra-keberadaan tanpa arsitek Ilahi membentuk kosmos bersifat Platonik. Namun, semua ini sangat diragukan. Ini dikumpulkan bersama dari anggapan dan pernyataan Efraim orang Siria dan para penulis Barat, yang beberapa diantaranya tak berkaitan dengan Bardaisan. Kebanyakan Bapa Gereja menuduhnya Gnostisisme yang mungkin memiliki beberapa dasar untuk pernyataan mereka. Sehingga, ini nampak melalui keberangkatannya dari gagasan konvensional yang sangat menakjubkan. Tak ada jejak Valentinian yang dapat ditemukan bahkan dalam catatan para lawannya soal penekanannya. Kami hanya mendapati satu buku yang mewakili pandangannya dari pihaknya sendiri, dan ini tak mengandung sifat non-ortodoks yang serius. Itu adalah buku yang umum dikenal sebagai dialog "Perihal Nasib," namun judul sebenarnya adalah Kitab Hukum Bangsa-bangsa. Dr. Cureton menemukan dan menerbitkan salinan Siria darinya. Buku tersebut dikatakan ditulis oleh murid Bardaisan, namun Mr. Burkitt menganggapnya sebagai alat penulisan, dan menyatakan bahwa Bardaisan sendiri yang menjadi penulisnya. Diyakini, buku tersebut merupakan catatan bersahabat kuno kami soal pengajaran Bardaisan. Dialog tersebut adalah pembelaan kehendak bebas melawan pernyataan astrologi dari nasib yang ditentukan oleh bintang-bintang. Ini akan nampak memperkenankan pengaruh bintang-bintang dalam mengendalikan fenomena fisika. Pernyataan tersebut didukung oleh sambutan kebenaran ilmiah modern kami soal kesatuan alam dan interaksi seluruh bagiannya. Di sisi lain, argumen tersebut menunjukkan bahwa dalam pikiran, manusia memiliki kebebasan; bahwa kehendaknya bersifat bebas; dan bahwa dampak tindakannya tak dapat diperkirakan oleh kajian bintang-bintang. Di bawah bintang-bintang yang sama, manusia yang berbeda bertindak berbeda. Pembelaan soal kehendak bebas tersebut bersifat anti-Gnostik; Gnostisisme, khususnya Gnostisisme Valentinian, memerlukannya.

Tatian dan Bardaisan adalah dua sosok otak dalam Gereja Siria awal. Malangnya, sejarah Gereja tersebut yang menjelaskan keduanya memberikan dakwaan bida'ah, yang satu dikecam di Barat, yang lainnya di wilayahnya sendiri. Karena memiliki kecerdikan di Edessa untuk memenangkan Bardaisan terhadap pandangan rekan Kristennya, atau amal yang mendapati ruangnya disamping kekhasannya, ia menjadi sorotan brilian di Gereja. Ia merupakan sosok Siria yang membuat upaya serius untuk diangkat

"Beban misteri,
… bobot yang berat dan melelahkan
Dari seluruh dunia ketidakcerdasan ini."

Namun penulis kronik abad pertengahan yang kami ketahui memahami fakta-fakta utama dari karirnya menyebut dengan anathema, "Mungkin namanya terkutuk."

Usai masa penindasan, kala mereka terputus kontak dengan persaudaraan mereka pada sisi barat gurun pasir, Kristen Siria dari Edessa timbul pada suatu waktu di bawah pengaruh Gereja Yunani di Antiokhia. Ini berujung pada penaklukan kembali Romawi terhadap wilayah mereka dan penjamahan temporer dalam kekaisaran tersebut pada tahun 210. Kala pemulihan komunikasi dengan Antiokhia yang menyusul, Serapion, uskup kota tersebtu pada kala itu, merasakan beberapa perhatian terhadap isolasi orang Siria dan sedikit kekhawatiran agar mereka harus dijauhkan dari keadaan utama kehidupan Katolik, kebiasaannya dan keyakinannya, menahbiskan mereka dengan uskup yang sangat bersimpati dengan Gereja Yunani dari Antiokhia, atas perantara Palut—yang sebelumnya disebutkan dalam hubungan dengan legenda-legenda awal—yang diutus ke Edessa dan menghimpun suksesi episkopat, yang nampaknya terhalang oleh penindasan. Para pengikutnya disebut "Palutian," sebuah fakta signifikan yang menandakan perpecahan dalam Gereja, dan menekankan fakta bahwa campur tangan pada pihak Antiokhia mula-mula tak disambut oleh Siria. Namun meskipun para pengikut Bardaisan berdiri sendiri, seperti halnya Marcionit yang juag ditemukan di Mesopotamia kini atau kemudian, kelompok gereja utama yang kemudian berrekonsiliasi. Palutian, yang mewakili Gereja Yunani ortodoks di Edessa, datang untuk berpadu dengan kelompok Gereja lainnya, dan sehingga berhubungan dengan Antiokhia yang umum diakui.

Tak ada bukti bahwa Serapion memiliki kesalahan yang ditemukan pada doktrin yang diajarkan dalam gereja tersebut. Ia enggan memakai Harmoni karya Tatianus dalam ibadah umumnya, namun bukan karena ia menganggapnya melenceng dari injil, maupun karena berasal dari tangan bida'ah, namun singkatnya karena itu merupakan kompilasi, dan bukan injil dalam bentuk aslinya seperti yang dipakai di gereja-gereja lain. Sehingga, seluruh orang Edessa memahami Perjanjian Baru. Mereka memiliki Perjanjian Lama dalam bahasa Siria, diyakini versi Perjanjian Lama yang kini terkandung dalam Peshitta, yang nampaknya merupakan terjemahan Yahudi yang dibuat sebelum pendirian Gereja Kristen di Mesopotamia; dan mereka memiliki Diatessaron. Itulah Alkitab mereka. Namun kini, Palut membawakan mereka Perjanjian Baru yang terdiri dari empat Injil, Kisah Para Rasul, dan empat belas surat yang berkaitan dengan St. Paulus, bersama dengan edisi revisi Perjanjian Lama. Injil Siria buatan Palut—yang diyakini merupakan terjemahannya sendiri, seperti penuturan Tuan Burkitt—nampaknya diperkenalkan pada kami dalam manuskrip Curetonian dan Siniatik. Karya-karya tersebut mendapatkan sebutan Evangelion da Mepharreshe.

Kau tak dapat membuat minuman kuda dengan mengambil air, maupun kau dapat membuat gereja yang mengadopsi versi baru kitab suci dengan mengenalkannya pada versi tersebut, karena mereka nampak dalam kasus Versi Revisi kami. Diatessaron adalah buku pelajaran Gereja lama dari orang-orang Siria. Karya tersebut mengandung kisah injil yang didapatkan oleh mereka sejak masa kecil. Palut sangat kurang handal untuk mengajar mereka untuk memberikannya sesuai dengan empat injil yang dibawa olehnya pada mereka. Ini masih dipakai di Edessa dan gereja Siria Timur lainnya selama lebih dari dua abad setelahnya. Sehingga, ketenarannya berkembang, dan menjamah sampai utara jauh kala Kristen perlahan menyebar ke arah tersebut.

Palut digantikan oleh ‘Abshelama, dan ia digantikan oleh Barsamya, yang menjadi martir di bawah masa kekuasaan Decius atau Valerianus (tahun 250–260). Edessa juga menderita akibat penindasan di bawah masa kekuasaan Diokletianus dan Licinius, kala terdapat setidaknya tiga martir, Shamona, Guria, dan Habbib, yang kisahnya dilestarikan. Kemudian datang perdamaian, dan pada suatu masa, terdapat sedikit catatan dalam sejarah Gereja Siria. Tiga komposisi Siria utamanya ditujukan pada penjelasan abad keempat pada beberapa catatan. Itu adalah Doktrin Addai, Homili Aphraates, dan Tulisan St. Ephraim; namun karya-karya yang disebutkan terakhir adalah satu-satunya tulisan patristik Siria yang mengambil tempat penting dalam sastra gerejawi. Doktrin Addai berisi legenda Abgar, karya misionaris Addai, yang menuturkan rasul Tadeus, dan karya murid dan penerusnya, martir Aggai. Meskipun karya-karya tersebut dianggap apokrifa dan tak diandalkan, karya-karya tersebut berisi banyak material kuno; namun karena karyanya dibuat dalam bentuk terkini, kitab tersebut tak dapat dikatakan berasal dari waktu sebelum abad keempat. Teologinya bersifat pasca-Nikea. Homili Aphraates berjumlah dua puluh dua, sepuluh diantaranya berasal dari tahun 337, dan dua belas dari tahun 344. Sebuah homili terpisah, Perihal Klaster, dibuat setahun kemudian. Aphraates, atau Afrahat, adalah biarawan dan uskup yang dikatakan oleh tradisi menjadi kepala konven St. Matius dekat Mosul. Homili tersebut meliputi satu karya yang merupakan penjelasan sistematis keyakinan Kristen, yang ditata akrostik, setiap homili bermula dengan salah satu dari dua puluh dua surat berurutan abjad. Namun, karya tersebut tak mengandung teologi spekulatif; karya tersebut utamanya menyoal hubungan iman dengan kehidupan dan tindakan moral Kristen, khususnya menyoal sifat Roh Kristus secara perorangan, yang kemudian menjadi bait-bait Allah.

Roh Kudus disebut dalam gender feminin, sesuai Injil menurut orang-orang Ibrani, dan mungkin untuk alasan yang sama; meskipun kata Yunani untuk Roh bersifat netral, dalam bahasa Siria bersifat feminin. Namun karena unsur kesuciannya, kebiasaan tersebut dengan mudah menyelaraskan dirinya dengan gagasan Gnostik. Aphraates memegang teguh Keilahian Kristus; namun ia membelanya dengan cara menunjukkan bagaimana ia dipengaruhi oleh diskusi kontemporer di kalangan teolog Yunani. Mengikuti argumen Kristus menonjol dalam Injil Keempat, ia mendukung doktrin dengan menerapkan contoh-contoh nama Keilahian yang diberikan pada manusia. Ia juga memakai argumentum ad hominem, berpendapat bahwa lebih baik menyembah Yesus ketimbang menyembah para raja dan kaisar. Ia menambahkan bahwa Kristus telah menyebut kita sebagai putra, menjadikan kami selaku saudara-saudaraNya. Meskipun disertakan dari doktrin Homoousian; ini menandakan penanganan bebas masalah yang tak terjamah oleh frase-frase pengakuan iman teguh atau pengucapan nasehat wajib. Sehingga, seperti yang ditekankan oleh Tuan Burkitt, "di satu sisi, ia sepenuhnya terjamah oleh Monoteisme agama Katolik; dan di sisi lain, kesetiaan dan ketaatannya terhadap Allah membuatnya menganggap bahwa tak ada gelar atau sebutan yang layak bagi Kristen untuk diberikan pada Yesus Kristus, karena mereka menyatu dengan unsur Ilahi." Meskipun demikian, terdapat satu penekanan yang tak hanya dibebaskan Aphraates dan sehingga lebih segar ketimbang ortodoksi standar Yunani, namun timbul dalam ragam pemakaian dan doktrin Katolik. Ini berada dalam perlakuan perkawinan dalam hubungannya dengan pembaptisan. Ia hanya akan memperkenankan orang-orang selibasi untuk dibaptis. Ia tak menganggap perkawinan sebagai sakramen, maupun nampak memperlakukannya atas seizin pemberlakuan keagamaan apapun terhadapnya. Sehingga bagi Aphraates, hanya para perawan, janda, dan duda, atau suami dan istri yang terpisah satu sama lain, yang menerima hak penuh Gereja, karena hanya baptisan yang diperkenankan untuk datang ke perjamuan kudus. Orang-orang yang berrumah tangga kemudian harus bertahan di bagian luar katekumen, selaku "pengikut." Ia memiliki dua tingkatan Kristen; namun hanya kelas atas yang benar-benar dalam Gereja. Ini seperti posisi yang diambil oleh Marcionit, dan kemudian Manichæan. Mr. Burkitt bahkan menyatakan teori bahwa pada masa itu, hal tersebut dipegang oleh Gereja Edessa secara bulat. Namun kami terlalu sedikit memahami soal gereja untuk menempatkan kebungkamannya sebagai bukti perjanjiannya dengan Aphraates. Di sisi lain, kebungkaman Antiokhia terhadap persoalan tersebut menimbulkan argumen kuat melawan hipotesis tersebut. Secara pasti, Kristen Edessa akan dikecam tanpa tindakan terukur oleh Yunani ortodoks jika mereka sepakat dengan Marcionit dalam persoalan ini.

Penulis Siria terakhir dan terkenal sejauh ini adalah St. Ephraim, yang umum disebut "Ephraim orang Siria." Ia adalah anak dari orangtua Kristen, yang lahir sekitar tahun 308 di Mesopotamia, mungkin di Nisibis. Ia wafat di Edessa pada tahun 373. Seluruh kisah makjubkan dikaitkan kepadanya pada masa mudanya, dan ia ditonjolkan oleh biografernya dengan kehandalan manunggal. Tak ada keraguan bahwa ia terdorong oleh ketenaran St. Basil kala mengunjungi sosok besar tersebtu di Cæsarea, yang memberikannya pengaruh yang kuat. Rumor invasi bida'ah di Edessa mengirimkannya kembali ke kampung halamannya. Disana, ia menjadi pembela kepercayaan ortodoks, namun hidup sebagai perenung di selnya. Nama Ephraim meraih ketenaran dalam sejarah kristen terlepas dari kemampuan dan pengabdiannya. Mungkin, ini sebagian karena fakta bahwa karya-karyanya dilestarikan dan bahwa karya-karya tersebut sebagian besar tersimpan dalam perpustakaan-perpustakaan teologi. Selain itu, selaku penafsir yang menunjukkannya kebijaksanaan sebenarnya, datang antara literalisme Antiokhia dan alegorisasi Alexandria, dalam dorongan untuk mengirim ketonjolan spiritual sebenarnya kitab suci. Namun, ia lebih dikenal pada masanya sendiri sebagai penulis kidung—kenapa, ini sulit dikatakan, karena kidung-kidungnya bersifat tak jelas, kiasan, bertele-tele dan suram. Ia menyajikan ajaran doktrinalnya dalam bentuk bait, dan mengajarkan paduan suara untuk melantunkan ortodoksi, seperti Arius mengajarkan para pemngikutnya untuk melantunkan bida'ah. Carmina Nisibena buatannya memiliki sifat yang lebih biasa, karena mereka memperlakukan perjuangan antara Sapor dan Romawi untuk perebutan Nisibis. Karya Ephraim yang dikenal pada masa berikutnya adalah Sermo de Domino, risalah tentang Inkarnasi, yang mengajarkan bahwa menyerahkan umat manusia kepada Allah seturut dengan manusia dapat menerima unsur Keilahian. Sehingga, ia menerima seluruh pernyataan Yunani soal keselamatan lewat inkarnasi. Pada waktu yang sama, ia sepakat dengan gagasan mistis keselamatan yang dihasilkan dari penyatuan dengan Kristus sebagaimana yang terjadi pada orang yang ditebus menjadi tempat kediaman bagi Allah. Ia memegang doktrin Charismata, selaras dengan hak-hak Israel yang dikumpukan dalam Kristus dan kemudian disebarkan oleh-Nya, sehingga rahmat kuno dari imamat kemudian diserahkan kepada Gereja Kristen.

Karya Siria menonjol yang bersifat sepenuhnya berbeda yang ditulis pada sekitaran waktu ini adalah Kisah Judas Thomas, yang mengisahkan bagaimana rasul datang ke India dan membangun istana untuk raja di sorga. Ini adalah kisah agama populer, yang dianggap oleh Dr. Rendel Harris bercampur dengan mitos klasik Dioscuri. Pernyataan aneh yang menyertai kisah tersebut adalah bahwa Yudas, "bukan Iskariot," namun rasul yudas lainnya, yang bernama "Tomas," sebuah kata yang artinya "kembar," merupakan saudara kembar Yesus. Kitab tersebut dianggap sesat; dan disepakati dengan Aphraates dalam kewajiban selibasi dalam pembaptisan. Kemudian, terdapat penekanan kuat dalam pengarahan tersebut di Edessa, meskipun tak dapat diartikan bahwa keseluruhannya mendominasi Gereja di kota tersebut bahkan pada masa bebas dan independennya. Kisah tersebut mengandung beberapa unsur mistis dalam doa yang dituturkan kepada St. Thomas, menandakan bahwa seperti Aphraates, penulisnya tak dipengaruhi oleh fraseologi ortodoksi Katolik, singkatnya karena ia adalah anggota gereja yang mengembangkan kalimat-kalimatnya sendiri tanpa campur tangan dari kelompok utama dunia Kristen.

Dengan Kisah Thomas dikaitkan dengan puisi Kristen Siria yang dikenal dengan sebutan Kidung Jiwa, yang aslinya merupakan komposisi terpisah yang kini dipadukan dalam kisah tersebut. Ini sebenarnya bukanlah kidung, namun bait alegori yang mengisahkan petualangan jiwa yang datang dari alam sorgawinya ke bumi dan melakukan tugas-tugas yang ditujukan padanya sebagai cara untuk pemulangannya. Gagasan tersebut dikerjakan dalam bentuk peziarahan pangeran Mesir dalam mencari mutiara yang dijaga ular.

Sejauh ini, kami mengamati Gereja Siria di Edessa menjalankan caranya sendiri dan mengkaryakan gagasannya sendiri soal kebenaran dan kehidupan Kristen, tanpa keraguan dengan "mideokritas" kemampuan yang, ujar Renan, menjadi kekhasan dari segala hal dari Siria, dan tentunya benar-benar menghasilkan sosok besar, namun masih dengan kebebasan, keaslian dan keragaman tertentu yang memikat kami selaras dengan perkembangan pembentukan standar Katolik dalam kelompok utama Gereja. Pada awal abad keempat, isolasi tersebut mengganggu, dan untuk kedua kalinya, Gereja Siria Timur lebih terbawa sejalan dengan Gereja Ortodoks Yunani di Antiokhia. Ini adalah karya gerejawan besar Rabbulas, sosok asal Chalcis (Quinnesrîn, artinya "Sarang Elang") di Siria, yang menjadi imam menonjol karena ayahnya selain ibu Kristen-nya. Datang dengan keputusan pribadi untuk agama ibunya, ia datang ke Yerusalem dan kemudian datang ke Yordania untuk dibaptis. Usai kepulangannya, ia menarik istri dan harta bendanya, mengirim anak-anaknya ke sekolah-sekolah konven, dan mula-mula datang ke biara St. Abraham di Chalcis, dan, karena tak ada pertentangan besar terhadapnya, ia kemudian mendatangi sebuah gua di gurun. Disana, ia menjalani kehidupan eremit. Kemudian, ia meraih ketenaran di Gereja, dan pada tahun 411, ia memperolah karunianya. Ia kemudian diangkat menjadi uskup Edessa oleh sebuah sinode di Antiokhia. Rabbulas menjadi orang yang sangat disiplin, khususnya dalam mengkoreksi ketidakbiasaan, yang dikatakan, sifat nasional atau lokal dari keuskupannya, dengan menempatkan pengikutnya sejalan dengan gereja penutur bahasa Yunani. Dengan pandangan akhir tersebut, ia membuat set mati melawan Diatessaron, memerintahkan agar hal tersebut dihapuskan dari seluruh gereja, dan memajukan empat injil terpisah untuk menggantikannya. Namun, ia tak mengedarkan injil-injil Siria lama buatan Palut; injil-injilnya dalam teks nyaris lebih selaras dengan teks Yunani Siria yang dipakai di Antiokhia pada masanya. Ini adalah teks Peshitta, yang tak muncul dalam tulisan-tulisan Siria sebelumnya, namun menjadi teks sastra Kristen Siria. Sehingga, ini menjadi alasan untuk menyatakan bahwa Rabbulas yang mengenalkan Perjanjian Baru Peshitta, yang dipakai sebagai versi yang diakui gereja, selaku "Vulgata" Siria.