Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 4/Bab 2
NESTORIAN SIRIA
Kebangkitan dan perjuangan Nestorian menawarkan kejutan terbesar sepanjang sejarah terhadap kami. Dengan mengecam mereka sebagai bida'ah konsili Efesus (tahun 431), mereka tak mendapatkan kesempatan. Konsili-konsili gereja berganti dalam gerakan-gerakan yang tak banyak meraih dukungan populer. Namun, tak ada dekrit konsili yang menghancurkan bida'ah yang kuat. Masa Arianisme yang timbul setelahnya dianathemakan oleh Konsili Nikea. Kasus Nestorianisme bahkan lebih signifikan. Kemanangan Arian dikarenakan perlindungan kekaisaran; namun Nestorian tak menerima dorongan tersebut. Berada di luar kekaisaran, mereka menjalani kehidupan segar untuk Gereja Siria di luar perbatasannya, dan menimbulkan gerakan misionaris antusias yang dengan cepat menyebar ke timur seperti sambaran api, menyelimuti wilayah luas Asia Tengah.
Cyril dari Alexandria meraih kemenangan di Efesus dengan serangkaian taktik cerdik; namun ia terlalu bergantung pada politisi untuk mencurahkan dirinya dengan menyatakan bahwa ini mengakhiri kesulitannya. Mendapatkan pengecaman Nestorius, ia berniat untuk mengkonsiliasikan para teman dan pendukungnya yang sama-sama dicap bida'ah, sosok terpentingnya adalah Yohanes, patriark Antiokhia, yang diwarnai oleh kekhawatiran diskusi konsili sebelum kedatangan sosok penting tersebut. Namun, negosiasi dimulai pada pihak Nestorian di bawah pengaruh kekuasaan august agar seluruh pihak menerima pertahanan. Kaisar bertindak selaku jurudamai. Atas titahnya, Paulus dari Emesa, yang masuk kelompok Nestorian, mengunjungi Cyril di Aleksandria (tahun 432), dan menjelaskan pandangan Siria dalam cara semacam untuk untuk memperkenankan penyatuan dua unsur dalam Kristus dengan masing-masing mempertahankan kemurnian ketidakpaduan individualitasnya. Kesepakatan kini dibuat, seturut yang disertakan oleh Cyril pada pernyataan ini, sementara Yohanes dan kelompoknya menerima pengecaman Nestorius—Yunus keluar untuk mengakhiri ketegangan tersebut. Murid-muridnya disebut Simonian, kitab-kitabnya dibakar, dan bida'ah itu sendiri mula-mula dibawa ke Petra, kemudian ke oasis Fayûm.
Setelah itu, pusat Nestorianisme ditempatkan pada Edessa. Ibas, seorang presbiter di gereja tersebut, dan menurut beberapa catatan, kepala aliran teologi tersebut, yang kini menjadi kursi pemahaman penting, hadir di konsili Ephesus sebagai pendukung Nestorius. Rabbulas, uskupnya, juga hadir disana, dan mula-mula berteman dengan pihak Nestorian; namun ia kemjudian beralih ke pihak lain. Namun, dalam membuat perubahan tersebut, ia tak menyertai rombongannya dengannya, dan Ibas, selaku pemimpin rombongan Nestorian di Edessa, didukung sebagian besar pengikut gerejanya. Ibas kemudian menulis surat, yang kemudian banyak dibuat, kepada Maris, yang kala itu atau kemudian menjadi uskup Hardaschir di Persia, yang memberikan catatan grafis konsili Efesus dan juga menyatakan pendiriannya—pada satu sisi mengecam Nestorius karena mendukung Unitarianisme yang dihimpun oleh Paulus dari Samosata, dan di sisi lain mengecam Cyril yang menghimpun Apollinarianisme; keduanya dakwaan yang tak akurat. Rabbulas wafat pada tahun 435 (atau 436), dan Ibas kemudian dibawa ke keuskupan oleh suara rombongan populer yang diwakili olehnya. Kasus tersebut kini menjadi serius, karena meskipun ia ditolak Nestorius, uskup Edessa yang baru diangkat merupakan pendukung utama yang masih hidup dari Nestorianisme yang esensial. Ia menerjemahkan karya-karya Theodore dari Mopsuestia, penulis bida'ah yang sebenarnya. Sehingga, sistem tersebut didatangan pada markas besarnya di Edessa di bawah perlindungan kepala gerejawan Gereja Siria Timur. Empat presbiter kini mengepalai rombongan penentang, dan memajukan Domnus, yang menggantikan pamannya Yohanes pada patriarkat Antiokhia, dan berteman dengan Ibas, mengadakan sinode untuk mendengarkan dakwaan melawannya. Beberapa diantaranya bersifat serba-serbi, karena ia memakai anggur tingkat rendah di Perjamuan Kudus, namun ini menjadi tuduhan menonjol Nestorianisme. Namun, tak ada yang diputuskan, dan kasusnya ditangguhkan. Para presbiter kemudian pergi ke Konstantinopel dan menghadap kaisar, yang memerintahkan pengadilan oleh komisi para uskup kekaisaran di Tyre—yang sebetulnya sangat berlawanan dengan aturan dan hak gerejawi. Para komisioner mendorong pemberlakuan rekonsiliasi. Namun perdamaian yang didambakan oleh mereka tidaklah terjadi. Kelompok Eutychia kini berkuasa. Kala Ibas pulang, ia mendapati pemikiran penganutnya teracuni dengan pernyataan yang dimajukan. Di bawah perintah dari Konstantinopel, Chæreas, gubernur sipil Osrhoene, mendakwawanya atas dakwaan para presbiter menentangnya. Para biarawan dan biarawati dari kelompok berlawanan bergabung dengan campur aduk dan tangis, yang mendorong agar ia dihukum mati. Ia merupakan "Yudas kedua"; "musuh Kristus"; "Perwujudan Firaun." "Bakar dia beserta seluruh rasnya!" seru mereka. Ibas dilucuti oleh para prajurit kaisar, namun hanya pada sinode yang dapat menggulingkannya, ini kemudian dilakukan oleh "konsili perampok" di Efesus, kala ia kembali dikecam oleh para biarawan sebagai "Yudas kedua" dan "Setan menonjol." Kemudian di konsili Kalsedon (tahun 451), di bawah kaisar baru, Marcian, ia menjaga kondisi agar ia menganathemakan Nestorius dan Eutyches, dan menerima Tome dari Leo. Meskipun demikian, ia tak mengubah pandangannya, dan umatnya mengetahuinya. Pada hari ini, ia dianathemakan sebagai Nestorian oleh Jacobites dalam perkara iman mereka.
Meskipun demikian, gerakan Nestorian menyebar jauh ke utara dan timur. Rabbulas mengusir cendekiawan Barsumas, yang berhubungan dengan sekolah teologi di Edessa, dan kemudian datang ke Nisibis di wilayah Persia. Disana, ia menjadi uskup (tahun 435). Disana, ia mendirikan sekolah teologi he yang dikhususkan untuk Nestorian. Sekolah Siria asli di ibukota tak pernah meniadakan Nestorianisme. Kemudian, kini ada dua kursi pembalajaran dari penekanan yang dikeluarkan, sampai sekolah Edessa akhirnya ditekan oleh kaisar pada tahun 489 dengan alasan sesat. Seperti Huguenots usai pemberlakuan maklumat Nantes, yang menghimpun perdagangan sutra ke Inggris, seperti para Bapa Ziarah yang mengerahkan sekelompok Puritan terbaik pergi dari Inggris ke dunia baru, Nestorian datang ke Mesopotamia dengan kesenian dan kerajinan. Para tukang kayu, tukang besi, perajut, seniman terbaik, mereka datang untuk memulai industri-industri dan meletakkan fondasi penghimpunan kemakmuran di wilayah yang didapati oleh mereka. Kemudian, pengusiran Nestorian dari sekolah besar di Edessa—"Athena dari Siria," ujar Gibbon—berujung pada penyudutan ajaran mereka di wilayah terpencil dari perjalanan mereka. Mereka tak benar-benar dibawa ke pengasingan. Seperti kisah Kristen Yerusalem dibawa dari rumah-rumah mereka pada masa penindasan Herodes, penekanan mereka membuat mereka menjadi pewarta. Di dalam negeri, mereka dikecam selaku bida'ah. Di luar negeri, tempat tak ada rumor sengketa doktrin keliru yang terdengar, mereka singkatnya berkelana sebagai pewarta Injil yang antusias. Dan mereka secara takjub mengalami keberhasilan, meraih pengikut baru di satu wilayah ke wilayah mereka kala mereka menjamah lebih lanjut dan hingga ke wilayah Asia tak dikenal.
Di tempat pertama, perasukan Nestorian memberikan dorongan besar terhadap Kristen di Persia. Dua pengaruh berpadu untuk membuatnya sukses. Peningkatan jumlah yang sebenarnya, perasukan darah segar, dan ketaatan dan pencurahan umat yang diasingkan karena keyakinan mereka, menunjang gereja-gereja yang dibangun oleh mereka di Efrat, dan berujung pada pembangunan gereja-gereja baru. Selain itu, kemajuan mereka mengubah kebijakan pemerintahan Persia terhadap Kristen. Pada masa lampau, ini mengalami laju, terkadang diwarnai dengan penindasan. Kaum Majus meningkatkan perlawanan terhadap Kristen atas dasar agama, dalam kepentingan Zoroastrianisme, dan para raja berniat untuk memberlakukan kekerasan karena mereka menganggap Gereja di Persia sebagai sekutu musuh abadi merek Kekaisaran Romawi. Namun kini, kasusnya berbeda. Sebetulnya mula-mula Kristen Persia dihasilkan oleh laju Nestorian yang menimbulkan serangkaian penindasan di bawah kekuasaan Raja Firuz atau Peroz (tahun 465). Namun sejak kelompok tersebut diarahkan melawan Katolik, mereka berjalan pada jalur-jalur lama menindas para klien dan terduga sekutu Gereja Bizantium ortodoks, yang sangat berkaitan dengan pemerintahan Bizantium. Namun, lama sebelumnya, gereja perdana bergandengan tanagn dengan Nestorians, dan para pengikut baru, yang memadukan diri mereka sendiri dalam gereja kuno, benar-benar berkembang dengan doktrin mereka, sehingga Gereja Persia menjadi Nestorian. Dengan sepenuhnya berlandaskan pada pengaruh imigran, Kristen persia berada di bawah pencekalan ekskomunikasi gerejawi yang dinyatakan oleh Gereja Katolik di Efesus dan diulang di Kalsedon. Mereka semua adalah bida'ah yang keluar dari persekutuan dengan Roma, dan juga dengan Konstantinopel, Antiokhia, dan Aleksandria. Menurutnya, mereka menghentikannya bersama dalam cara apapun yang secara politis membahayakan Persia selaku teman dan sekutu kekaisaran. Sebaliknya, pemerintah Persia dan Gereja Nestorian dipandang sebagai musuh utama di Kekaisaran Bizantium. Ini mementingkan mereka untuk bersama dalam pertahanan diri saling menguntungkan melawan serangan dari musuh mematikan. Perlawanan Majus, yang berdasarkan pada landasan lain, takkan berdampak lewat perubahan dalam kaleidoskop politik. Namun, jiwa konsiliasi berujung pada sikap saling menguntungkan yang memperhalus antagonisme disana juga. Mungkin di bawah pengaruh Zoroastrianisme, yang hanya diakui bersifat baik dan dianggap sumber kejahatan terhadap kekuatan spiritual, Nestorian menginggalkan sifat asketisisme Katolik. Di sebuah sinode yang diadakan pada tahun 499, dipimpin oleh Babæus, metropolitan Seleukia dan Ctesiphon, mereka meninggalkan seluruh selibasi rohaniwan, bahkan memperkenankan para uskup untuk menikah. Ini dilaporkan mereka oleh penganut ortodoks selaku skandal besar yang beberapa dari mereka menikah secara berulang. Pernikahan kedua selalu nampak tak selaras dengan Gereja ortodoks. Meskipun diijinkan pada kaum awam, mereka sebetulnya dilarang menjadi rohaniwan. Di Gereja Yunani, para uskupnya melajang, sementara para pemimpinnya diperkenankan untuk menikah, namun hanya sekali. Namun kini di kalangan Nestorian tak hanya para uskup yang diperkenankan untuk menikah, namun jika mereka kehilangan istri pertama, untuk menikah lagi dan sehingga memiliki lisensi dalam persoalan yang tak diijinkan pada rohaniwan kelas bawah pada kelompok utama Gereja Timur. Keadaan tersebut dianggap sangat mengerikan di kalangan uskup ortodoks. Aransemen tersebut nampak bekerja dengan baik dalam Gereja Persia, karena Gereja terus berkembang dan meluas. Persoalan tersebut identik dengan Gereja Siria di Edessa, walau tak selalu di bawah pemerintahan sipil yang sama. Kini, kami melihat bahwa Aphraates mendukung selibasi sebagai kondisi baptisan. Bagiamana sejauh pandangan ini dipadopsi oleh kelompok utama Kristen Siria Timur tak dapat ditentukan dari informasi di pembuangan mereka. Namun pada setiap peristiwa, nampak jelas bahwa perubahan besar harus mendatangkan gereja kala di bawah pengaruh Nestorian diakui, dan nampaknya diberlakukan, inovasi selaras dengan peniadaan penuh tak hanya selibasi baptisan, namun bahkan selibasi rohaniwan. Sejak itu, kebebasan tersebut ditiadakan dalam Gereja Nestorian, yang mengasimilasikan kebiasaannya dengan Gereja Yunani, mewajibkan uskupnya untuk tak memiliki istri. Waktu pasti kapan pernikahan dilarang terhadap rohaniwan tingkat tinggi tak dapat dipastikan. Catholicos Mar Abd Yeshua, yang menulis pada abad ketujuh, mencantumkan bab tentang pernikahan dan keperawanan, yang tak terbatas ditujukan pada pernikahan rohaniwan. Sebuah karya yang disebut Bebboreetha, karya Schlémon, metropolitan Bosra, merujuk kepada sejumlah istri patriark. Karya lainnya menyatakan bahwa metropolitan Nisibis pada sekitaran abad kedua belas, yang ia sendiri merupakan pria menikah, masuk sinode yang menyatakan bahwa para uskup harus diperkenankan untuk menikah. Ini menunjukkan bahwa terdapat penentang pernikahan episkopal dalam Gereja Siria pada masa itu, walaupun mereka hanya terdiri dari minoritas yang dapat dihadirkan oleh sinode.
Gereja Nestorian di Siria Timur dan Persia dihimpun di bawah naungan seorang uskup agung yang biasanya dikenal sebagai catholicos. Pada tahun 498, catholicos menyandang gelar "Patriark dari Timur." Ia sepenuhnya dibenarkan dalam penyematan gelar membanggakan tersebut. Selaku bida'ah Nestorian, ia sepenuhnya bebas dari patriarkat Antiokia, yang dari masa ke masa diklaim memegang yurisdiksi atas Mesopotamia, namun kini memisahkan diri dan menganathematisasikan seluruh Gereja-nya. Di sisi lain, perluasan besar dan berkelanjutan Kristen di Timur Jauh yang menghasilkan serangkaian misionaris Nestorian memberikannya perluasan wilayah patriarkal, karena seluruh orang-orang yang masuk Kristen di wilayah-wilayah baru diajarkan untuk memandang catholicos selaku kepala gerejawi mereka. Takhta patriarkat berada di kota kembar Seleucia dan Ctesiphon, yang satunya berada di barat dalm lainnya berada di timur tepi sungai Tigris. Kota-kota tersebut membentuk pusat perdagangan dan perjalanan antara Eropa dan Asia Barat di satu sisi, dan India dan Tiongkok di sisi lain. Karavan-karavan dengan barang-barang Timur ditujukan untuk ditukar dengan barang-barang mewah dari negara-negara yang lebih makmur, datang dan pergi dari kunjungan penduduk maju dari kekaisaran-kekaisaran jauh tak dikenal yang jarang diketahui Eropa, dan menawarkan barang-barang mereka di pusat-pusat dagang dari wilayah besar tersebut. Wilayah tersebut menjadi pusat ketakjuban untuk gereja misionaris yang kini mulai memasuki tugas barunya mewartakan injil ke Timur Jauh.
Mula-mula, Kristen Siria menolak sebutan Nestorian. Alasannya bukan karena mereka tak berkehendak untuk menerima doktrin-doktrin yang diajarkan oleh Nestorius, namun singkatnya karena mereka tak memiliki hubungan dengan patriark Aleksandria yang dilengserkan. Mereka memahami skema Kristologi yang namanya lebih dikaitkan dari tulisan-tulisan Teodorus, pendiri sebenarnya dan guru Nestorius, dan dari lainnya dari perguruan yang sama. Namun mereka takberkehendak untuk menghimpun pendirian mereka bahkan diwakili dalam cara ini. Mereka tak menganggap diri mereka sendiri sebagai sosok yang menang atas doktrin baru. Mereka menganggap bahwa gagasan yang kini dianatematisasikan oleh Gereja Yunani adalah kebenaran Kristen asli yang murni. Selain itu, catholicos Ebed-Jesu menyatakan bahwa ini lebih dapat dikatakan bahwa Nestorius mengikuti mereka alih-alih mereka dipimpin olehnya.
Kami tak harus menganggap bahwa gelombang imigrasi Nestorian sepenuhnya menyapu gagasan asketis, yang sangat dicap nyaris sebagai Marcionit di beberapa tempat, pada segala peristiwa dalam Gereja Edessa pada masa sebelumnya. Kami mendapati pernyataan menonjol yang kontras dengan penjelasan biarawan Nestorian yang kini tersedia untuk pembaca Inggris. Ini adalah Kitab Gubernur, yang ditulis oleh Tomas, uskup Marga, dan berasal dari tahun 840, yang disunting oleh Dr. Wallis Budge dalam bahasa Siria, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dan diterbitkan. Tomas melakukannya untuk para biarawan Siria yang melakukannya terhadap Palladius untuk para biarawan Mesir. Karyanya menguntungkan di pihak Paradise karena catatan tangan pertamanya soal monastisisme kuno. Ini memberikan kami informasi berharga soal bagian penting dari Gereja Nestorian pada masa paling menegangkan dalam sejarahnya. Dalam membaca kitab tersebut, kami dibawa lagi ke nuansa monastisisme Siria lama, dan mampu memperlihatkan sosok sebenarnya, manusiawi, khas dari sejumlah besar sosok perwakilannya, dan menguji kebiasaan dan perilaku komunitas mereka dengan sangat mendetil.
Monastisisme Siria bermula pada monastisisme Mesir—tempat dan pusat kehidupan asketis terawal dalam Gereja. Ini nampaknya bermula dengan Awgin yang berasal dari keluarga Mesir yang bermukim di sebuah pulau dekat tempat dimana Suez kini berdiri, dan yang awalnya menjadi pemburu mutiara. Sosok tersebut menjadi murid Pachomius. Ia kemudian menetap di Nisibis, dan disana sejumlah asketik berkumpul di sekitarnya. Tanggal kematiannya dikatakan terjadi pada tahun 363. Sebuah biara yang didirikan oleh Awgin dikatakan mengirim tak kurang dari tujuh puluh dua misionaris. Mereka menganggapnya sebagai St. Columba dari monastisisme Siria.
Dua biara lainnya diketahui didirikan di Mesopotamia sebelum akhir abad keempat. Sehingga pada masa Tomas, monastisisme Siria Timur ini berusia lebih dari empat ratus tahun. Meskipun demikian, hal ini ditinggalkan dalam gerakan Nestorian besar yang mengambil alih Gereja tersebut di Mesopotamia. Sehingga, Tomas menjadi seorang Nestorian dan para biarawan nyaris menyatakan bahwa ia adalah Nestorian, meskipun ini akan sulit menemukan fakta dari buku tersebut, yang sangat terhapus dari kontroversi-kontroversi teologi.
Tomas berkata kepada mereka bahwa ia datang ke biara Bêth ʿAbhê saat masih muda, pada tahun 832; dan kitabnya menjelaskan soal para biarawan dan utamanya para pemimpin biara tersebut. Penjelasan tersebut telah hilang dan tempat pastinya tak ditemukan, meskipun diketahui berada di suatu tempat di pegunungan tak jauh dari Hulu atau Zab Raya, di tepi kanannya, di sebuah wilayah tempat pohon-pohon buat tak dapat ditanam. Menurut Tomas, biara tersebut didirikan oleh Rabban Jacob, yang awalnya merupakan biarawan Gunung Izla (595 atau 596); namun sosok semacam itu menghimpun sejumlah biarawan disana, kami harus menyatakan bahwa ini merupakan pusat paling kuno untuk sekelompok gubuk atau gua asketis. Di bawah Jacob dan para penerusnya, biara tersebut berkembang menjadi biara yang sangat penting. Ini akan nampak bahwa para rekannya adalah sosok berpendirian sosial yang tinggi, dan bahwa mereka menanam pemahaman serta asketisisme. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga bangsawan Persia dan Arab. Perpustakaan berisi sejumlah besar kitab, salah satunya adalah karya kesukaan Tomas, Paradise of Palladius, yang diterjemahkan pada abad ketujuh oleh Anan Isho, seorang biarawan biara besar Izla, dekat Nisibis, yang melakukan peziarahan ke gurun Scetic, tempat asketisisme kuno. Ibadat harian berjumlah tujuh—tepat sebelum senja, kala senja, tengah malam, fajar, dan sepanjang siang; dan pada ibadat tersebut, pelajaran dari Perjanjian Lama dan Baru dibacakan, dituturkan bersama, dan kidung, lantunan dan balasan dinyanyikan. Ini adalah kebiasaan umum di biara-biara Nestorian, yang disusul dalam rutinitas biara biasa yang dilakukan dalam cabang Gereja Timur lainnya. Tak ada lantunan musik. Setiap biara atau gereja memiliki nadanya sendiri. Biara sebagian didukung oleh persembahan dan sebagian dari pekerjaan para biarawannya. Tak lama setelah masa Tomas, kebiasaan tersebut mulai menurun, diikuti dengan perpajakan Muslim opresif dan juga melalui agresi kekerasan Arab, yang merebut wilayah dan desa sekitar. Tomas memberikan infromasinya melalui juru tulis untuk Mar Abraham, pemimpin biara pada masanya. Kemudian, ia menjadi uskup Marga—dari situlah ia menjadi dikenal sebagai "Tomas dari Marga"; dan kemudian ia masih digelari dengan gelar "Metropolitan Bêth Garmai."
Setelah permintaan maaf dan pengenalannya, Tomas memulai penjelasannya dengan catatan biara Gunung Izla dan keadaan mengenaskan di sana yang membuat Yakub datang ke Bêth ʿAbhê. Kisahnya penting pada catatannya sendiri dan karena sorotannya terhadap keadaan masa itu. Para biarawan diperkenankan untuk tinggal di sel-sel tertutup dan kurang lebih desa yang sangat terpisah, walaupun di bawah aturan umum pemimpin. Bahkan ketika itu, kekurangan komunikasinya menonjol. Catatan tersebut menyatakan bahwa para biarawan di salah satu desa menikah. Menurut satu catatan, pengunjung melihat anak-anak bermain di sekitaran jalan. Kehidupan rumah tangga berlangsung tanpa kekhawatiran atau keraguan, dan nuansa nyaman tersebut berlanjut sepanjang bertahun-tahun tanpa upaya apapun untuk menghentikannya. Sepanjang itu, skandal ditemukan oleh seorang biarawan bernama Elia, seorang asketis yang sangat tak berkompromi, yang memutuskan untuk menyebut apa yang ia sebut sebagai "gangren" yang perlu dipotong. Sehingga, kisah tersebut tercantum dalam kitab Tomas, Namun, desa tersebut mungkin diyakini sepenuhnya tersembunyi tanpa rumor persoalan yang yang terjadi padanya. Penjelasan masuk akalnya adalah bahwa ini diketahui dan dilakukan oleh pemimpin secara keseluruhan.
Kondisi hal-hal semaccam itu berjalan sangat terbuka, tak terjamah dan tak tergugat sepanjang bertahun-tahun, dalam kaitannya dengan biara, harus menyentuh pembaca yang hanya memahami monastisisme dalam Gereja Ortodoks dan Katolik Roma sebagai ketakjuban sederhana. Ini tidaklah menonjol di Mesopotamia, karena sangat sejalan dengan Nestorian dalam menentang asketisisme yang memperkenankan pernikahan para uskup. Namun kini timbul tindakan yang mengecam para biarawan yang menikah dengan jiwa Hildebrand, atau bak Nehemia memerintahkan bangsa Israel untuk meninggalkan istri-istri asing mereka. Ia menjelaskan dengan pemimpin yang tak dapat menghentikan skandal tersebut, "sementara dalam penjelasan keilahiannya, Sofom dibangkitkan untuk hidup lagi, dan Geba dibangun ulang." Ketonjolan tersebut menawarkan para biarawan agar para istri dan anak-anak mereka diusir dan gubuk-gubuk mereka dibakar. Namun, ini tak secara keseluruhan. Tak jauh dari sana, hiduplah Rabban Mar Jacob, yang disebut Tomas sebagai "sosok paling lembut dan sederhana dari seluruh orang, yang tak mengetahui dosa apapun selain dosanya sendiri yang timbul dalam penipcitaan, yang matanya murni, dan yang tak pernah dianggap buruk di wilayahnya." Apakah ada penjelasa yang lebih menyentuh dari jiwa Kristen ketimbang catatan biarawan Nestorian abad ketujuh ini di pegunungan Siria Timur? Ia mungkin berbeda dari Elia, dan reformater yang dipilih sendiri tersebut mengubah Yakub dari kejahatananya. Meskipun sosok baik tersebut tak memahaminya, menurut Tomas, atau diduga tak pernah melukainya, seperti kemungkinan kami, ia berasal dari biara yang nyaris patah hati. Setelah berkelana sepanjang waktu, Yakub datang ke Bêth ʿAbhê. Namun, ia diusir karena sosok yang sangat baik tak tersorot padanya. Para biarawan membuat pergerakan besar terhadap ketidakadilannya, dan kebanyakan dari mereka hengkang untuk menjadi pendiri berbagai biara lain di Niniwe, Erzerûm, dan wilayah yang terbentang antara hulu dan hilir sungai Zab, seperti yang dituturkan oleh Thomas, "mereka memenuhi wilayah Timur dengan biara-biara, dan konven-konven, dan hunian para biarawan, dan Setan yang menyelimuti ketidaknymanan merasa malu."[11]
Abbas kedua Bêth ʿAbhê adalah Yohanes, penulis beberapa karya, yang meninggalkan kronik, aturan untuk novis, maksim, dll. Ia digantikan oleh Paulus, yang hidup sepanjang paruh baik dari masa ketegangan perang Raja Khusrau dengan Yunani dan menyaksikan penindasan Kristen. Pada tahun 647, Isho-yahbh menjadi catholicos, dan ia sangat memperkaya biara, membangun gereja dan menambahkan pernak-pernik lainnya. Selayaknya Hyppolytus kedua, ia adalah penulis "Pengulangan Tanggapan Bida'ah." Beberapa biarawan menjadi makina sketis disamping keterpurukan Nestorianisme. Tomas menyatakan pada mereka bahwa Cyriacus sang abas kedelapan belas dipakai untuk berjalan sepanjang malam dengan satu ikatan "yang mengikat seperti seekor unta," dan terikat dengdan sepotong kain. Ini lebih nampak untuk mempelajari bagaimana kebutuhan tenaga dicurahkan. Sehingga dalam Kanon i. dari Mar Abraham kami membaca, "Keheningan ditimbulkan oleh dua sebab, yakni, membaca dan berdoa yang tekun, atau dengan pengerjaan tangan dan meditasi"; dan ia menambahkan, "Mari kita keluar dari kesia-siaan, yang merupakan hal yang menyebabkan kehilangan, menjadi sangat terdorong agar, kami kita memperkenannya untuk membiarkannya akan tak memungkinkan bagi kita untuk memetik dedaunan atau memanen buah, sehingga, hal tersebut tak terjadi pada kami bersamaan yang terpisah dari kehidupan takut akan Allah."
Tomas menjelaskan bagaimana catholicos Isho-yahbh, didampingi oleh beberapa uskupnya, dikirim oleh Raja Persia Sheroe agar mendorongnya untuk berdamai dengan Yunani Bizantium. Dalam hubungannya dengan utusan tersebut, ia menuturkan kisah yang menyoroti sedikit peran terhadap sedikit perasaan jujurnya selayaknya kepala Gerejanya. Meskipun "sosok suci tersebut," melintasi sepanjang kota Antiokhia, singgah di salah satu gereja, catholicos mengamati kantung putih yang ditandai dengan tanda salib, yang berisi tulang dan dan bagian jasad rasul yang diberkati. Mengamati apa yang menjadi kebutuhan yang menyertai relik tersebut, Isho-yahbh berdoa agar ia dapat menjadi harta untuk diambil ke wilayahnya sendiri. Menindak dan menyiksa dirinya sendiri dengan segala cara untuk mendapatkannya dan tak dapat berhasil, tanpa unsur ketimurannya, ia berlaku dalam tangan Allah untuk melindunginya kala ia berkesempatan untuk mengamankan kantung tertutup tersebut. Kemudian, ia mencurinya dan membawanya kembali dengannya ke Persia. Tomas tak menyatakan setidaknya penolakan terhadap pengambilan tersebut. Sebaliknya, ia mengisahkan kisahnya dengan semangat, dibuktikan dengan memperikan penghormatannya terhadap catholicos atas kepercayaannya akan Allah yang memperkenankannya untuk menyertai pencurian tersebut.
Biara Bêth ʿAbhê kemudian diganggu oleh Euchites. Selaku cabang dari kelompok tersebut, "para biarawan berdoa," di Siria, mereka disebut Messalian, menekankan doktrin besar soal dosa asal dengan sedikit keyakinan akan keampuhan sakramen-sakramen. Setiap orang lahir dengan iblis yang bersatu dengan jiwanya, yang membuatnya menjadi jahat dan tak tersentuh oleh baptisan, upacara tersebtu hanya memutus tawaran transfresi sebenarnya "seperti dengan pencabutan terhadap akar kejahatan yang masih ada di baliknya." Penebusannya adalah doa, ketaatan, doa tanpa diganggu. Dampaknya adalah bahwa Euchites meninggalkan pekerjaan, behenti mengerjakan roti mereka seperti biarawan lain, hidup dengan mengemis, berbaring di sekitaran jalan, dan menjelani sebagian besar waktu mereka dengan tidur. Wanita bercanmpur dengan pria dalam rombongan pengelana Euchites, dan dakwaan sejumlah hubungan menonjol terhadap mereka tercantum pada catatan tersebut, namun nampaknya tanpa bukti lainnya. Neander menyebut mereka "para frater mendikan pertama." Mereka dikatakan percaya bahwa doa menjauhkan para iblis selayaknya memotong ujung hidung, atau dalam wujud ular atau pakan terhadap segerombolan babi. Namun mungkin kerancuan tersebut ditumbulkan dari metafora mereka secara harfiah. Kesalahn yang tak memungkinkan dan lebih berbahaya adalah kesempurnaan yang dipegang oleh mereka. Dan sehingga, seperti doktrin Wesley soal kesempurnaan Kristen, ini dapat menstimulasikan gagasan alih-alih menggelembungkannya. Pemimpin pertama rombongan tersebut adalah orang awam Mesopotamia bernama Adelphius. Flavianus, patriark Antiokia, menempatkannya kala seorang pria tua membuat uskup lansia meyakiinkan siapa yang sebetulnya mata-mata. Sehingga, kala doktrin Euchite dinyatakan, Adelphius dan para pengikutnya dipukuli, diekskomunikasi, dan dicekal. Dari Siria, mereka datang ke Pamfilia. Makin dan makin dikecam lagi oleh berbagai sinode lokal, mereka terdorong, dan berkembang meskipun dihiraukan dan dibenci. Konsili Efesus menyatakan pengecaman sinode terhadap kelompok tersebut, dan menganathemakan kitab Messalian yang berjudul Asceticus. Kemudian, Euchites mengangkat pemimpin bernama Lampetus, sehingga mereka terkadang disebut Lampetian; kala itu mereka disebut Marcianis, karena pemimpin rombongan pada abad keenamnya bernama Marcian. Mereka dibiarkan sampai mereka berpapasan dengan Bogomiles. Pada abad keempat belas, terjadi kebangkitan gagasan dan praktek Euchite di kalangan biarawan Gunung Athos.
Jika dakwaan tak bermoral—umumnya dalam kasus bidaah dan umumnya tak berdasar—menjadi fitnah keji, satu-satunya pertentangan serius kepada Euchites dalam sudut pandang dunia modern akan kelengahan mereka. Namun penyorotan mereka terhadap sakramen-sakramen, yang menambahkan fakta bahwa mereka menentang ibadah paduan suara Gereja, akan sangat dibutuhkan untuk mencatat pengecaman mereka oleh orang-orang yang sezaman dengan mereka. Namun, kami menganggap mereka sebagai kelompok orang saleh yang sederhana, dalam beberapa cara bersekutu dengan Puritanisme, dalam beberapa penghormatan mengantisipasi pandangan Quaker, dalam beberapa tahap mengukuhkan penganut modern terhadap apa yang disebut "kehidupan yang lebih tinggi." Sesuatu yang mirip dengan Euchites adalah Eustathian, para pengikut Eustathius, uskup Sebaste di Armenia, yang merobohkan rumah-rumah, dan mengusir para suami, istri, anak-anak dan para pelayan untuk berjalan dengan rombongan pengelana. Mereka takkan menyertakan sakramen yang diurus oleh imam yang menikah. Untuk beberapa alasan, mereka takkan beribadah di rumah pria yang menikah.