Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 4/Bab 3

BAB III

NESTORIAN BERIKUTNYA, KALDÆA, DAN JACOBIT

Nestorian.

Pada paruh sejarah sebelumnya, Gereja Nestorian di Kekaisaran Persia datang lewat pengalaman yang diupayakan dari perlindungan dan penindasan. Sulit dikatakan hal yang sangat menyekitkan. Perlindungan berlanjut sepanjang jangka panjang; penindasan mengambil bentuk serbuan pembantaian mendadak. Kala penguasa tersenyum terhadap Gereja, ia memberikan perlakuan baik untuk mempertahankannya berada pada genggamannya, memilih calonnya sendiri sebagai catholicos dan menggulingkannya jika ia tak bersikap selaras. Nestorian Persia sejalan dengan Yunani ortodoks di Kekaisaran Bizantium, diuntungkan raja Persia pada pertikaian antar dua gereja untuk mendapatkan bantuan antagonisme antar dua kekaisaran tersebut. Namun meskipun ini dapat menyelaraskan keperluan penguasa, ini tak berarti memohon pada Majus, yang dipandang selaku pesaing mematikan mereka dalam Gereja. Sehingga, kala pengaruh Majus melampauinya, Kristen menderita. Akibat salah satu penindasan tersebut, yang dimulai pada tahun 608, jabatan catholicos menjadi lowong selama dua puluh tahun, pada akhir masa kejayaan dan keputusannya dipulihkan pada golongan Jesu-Jabus. yang pada masanya menyaksikan kejatuhan kejatuhan wangsa kerajaan Sassanidæ (tahun 651). Pada masa patriarkat Jesu-Jabus, Persia dihadapakn oleh gelombang penaklukan Muslim, dampaknya adalah penindasan di bawah tirani yang lebih anti-Kristen ketimbang para penguasa Zoroastrian yang menaunginya. Namun, ini tak selalu sama-sama mendera. Catholicos ditunjang bantuan perlindungan untuk Kristen dari khalifah, dengan hak menerapkan agama mereka pada kondisi upeti pembayaran lazim. Ia bahkan memperoleh perlakuan baik dari Omar pada masa berikutnya, yang menarik upeti. Khalifah berikutnya, Ibn Abi Taleb, memberikan hak dalam pasal yang menunjukkan sikap terhadap Kristen Nestorian. Tanpa ragu, bak para pendahulunya raja-raja Persia, ia membutuhkan penerimaan bijak yang menjunjung para bida'ah, keduanya untuk memperlemah kepentingan Kristen dengan cara perpecahan, dan pada catatan aliansi dekat antara Gereja ortodoks, yang merundung mereka, dan Kekaisaran Bizantium. Pada tahun 762, di bawah kekhalifahan pencerahan Bagdad, catholicos Nestorian dipindah ke kota tersebut, yang kala itu menjadi pusat pembelajaran dan ilmu pengetahuan. Disana, prelatus Kristen diperlakukan baik dengan despot Muslim.

Pada lima ratus tahun berikutnya, Gereja Nestorian diperkenankan untuk menjalankan kepentingannya sendiri, terkadang dengan pengakuan baik dari para khalifah liberal, terkadang ditindas oleh para tirani keras, namun sepanjang wkatu masih menjadi lembaga yang diakui di wilayah Islam. Kemudian datang invasi barbarik mengerikan, yang mengancam peradaban di wilayah Kekaisaran Yunani, dan membawa kekelaman tiga abad terhadap masa awal Kristen Rusia. Pengaruh mereka pada negara-negara Muslim tak tercatat dengan sangat tersoroti, dan sehingga akan menegang jika penaklukan tersebut tak dengan cepat menimpa Islam, dengan hasil Turki melampaui kekuasaan Arab atas wilayah yang Muhammad dan para penerusnya menangkan lewat pedang. Pada tahun 1258, Hulaku Khan, keponakan Genghis Khan, merebuk Bagdad, dan mengakhiri kekhalifahan di kota tersebut. Ia merupakan putra ibu Kristen dan memiliki istri Kristen. Sehingga, ia menjalin negosiasi dengan psu dan dengan para raja Prancis dan Inggris dengan tujuan aliansi melawan Muslim. Beberapa penerusnya secara terbuka menyatakan diri mereka sendiri sebagai Kristen; yang lainnya memihak Islam. Kekuatan mereka dengan cepat menurun. Namun, meskipun Nestorian kini berjumlah banyak, pengaruh moral mereka melemah dan kehidupan gereja mereka terkikis. Keadaan tak menentu tersebut berlangsung sepanjang nyaris seratus lima puluh tahun. Kami kini berada pada akhir abad keempat belas—masa kekelaman memuncak. Gelombang invasi lainnya dari padang rumptu Asia kemudian timbul, dipimpin oleh Timour, yang merebut dan menjarah Bagdad, Aleppo, dan Damaskus pada sekitar tahun 1400. Ia menganggap dirinya selaku pemenang Islam dengan kebijakan yang berbeda dari para khan Tartar dari Bagdad; karena Timour sangat menyerang Kristen Siria, kebanyakan dari mereka ditangkap olehnya, sementara orang-orang yang berhasil melarikan diri kabur ke pegunungan Kurdistan yang sulit dijangkau. Ini adalah perpecahan Gereja Siria kuno yang sebagian besar terjadi dalam sejarah Mesopotamia dan sebagian besar wilayah paling utara dan timur selama seribu tahun. Nestorian masih bertahan. Mereka masih ada sampai saat ini. Namun, mereka tak pernah memulihkan kekuatan dan pencapaian kuno mereka.

Catatan menonjol soal Nestorian dituturkan oleh Albiruni, seorang penulis Muslim yang tinggal di Khiva antara tahun 973 dan 1048. Ia menyamakan mereka dengan kelompok Katolik pada catatan soal kehiatan intelektual tertinggi mereka, dengan berujar, "Nestorius mengajarkan orang-orang untuk menguji diri mereka sendiri, dan memakai alat-alat logika dan analogi dalam pertemuan lawan mereka." Penulis tersebut menyatakan bahwa mereka sepakat dengan Melchites dalam perayaan Prapaskah, Natal, dan Epifani, namun berbeda dari mereka pada seluruh perayaan dan puasa lainnya. Pada perayaan Ma'alʿtha, ia berujar pada kami, "Mereka berjalan dari gereja-gereja mereka ke atap dalam mengenang pemulangan bangsa Israel ke Yerusalem," sebuah indikasi keterkaitan Yahudi pada golongan Nestorian. Albiruni menyatakan bahwa kebanyakan penduduk Siria, Irak, dan Khurasan adalah Nestorian.

Sejumlah pengikut Nestorian pada masa modern bersikap malu. Pada tahun 1843, empat ribu orang dari mereka dibantai oleh Kurdi. Layard menyebut kunjungannya ke tempat yang dipenuhi tengkorak, kerangka, tulang berceceran, kain-kain robek di bebatuan dan semak dan sejumlah pria, wanita dan anak-anak disakiti. Dimana-mana, ia mendapati desa-desa dikosongkan dan gereja-gereja dirubtuhkan, atau, jika dalam beberapa kassu mereka nyaris membangunnya ulang, masyarakat ragu untuk memakainya, karena patriark ditahan dan tak mampu menahbiskan lagi rumah-rumah ibadah yang dinodai.

Mengejutkannya adalah bahwa orang-orang yang ditindas tersebut, diekskomunikasi oleh Gereja Yunani dan dianiaya oleh para tetangga Muslim mereka, masih mempertahankan kesetiaan mereka terhadap apa yang diyakini oleh mereka akan iman yang diberikan kepada orang-orang kudus, bahkan dalam keadaan menjadi martir. Mereka sangat sedikit untuk mendorong mereka dalam apa yang Protestan sebut "arti rahmat." Liturgi-liturgi mereka memakai bahasa Siria lama, yang tak dimengerti orang-orang pada masa sekarang—kecuali kala, seperti yang diujarkan oleh Layard, liturgi tersebut diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari. Mereka tak mendengar kotbah. Fungsi agama utama mereka adalah puasa, yang dilakukan 153 kali setahun. Satu dampak isolasi mereka adalah bahwa, walau mereka dihiraukan, mereka tak terkikis dalam hal doktrin dan upacara pada keadaan yang sama seperti gereja-gereja yang lebih aktif. Mereka tak memiliki doktrin transubstansiasi, tak ada purgatorium; mereka tak mewajibkan penghormatan terhadap Bunda Maria atau pemujaan gambar; maupun mereka diperkenankan untuk memasang ikon-ikon di gereja-gereja mereka. Pria dan wanita memegang persekutuan dalam kedua jenis. Seluruh lima tingkat rohaniwan di bawah uskup diperkenankan untuk menikah. Dr. Layard tak mendapati konven apapun yang khusus untuk pria atau wanita.

Sehingga dalam beberapa hal, Nestorian modern lebih nampak seperti Protestanisme Eropa ketimbang Katolik Roma. Meskipun orang-orang yang menerima misi Yesuit menerima doktrin Barat seutuhnya—jika mereka benar-benar memahaminya—penolakan Nestorian lama terhadap penjunjungan kepausan membuat mereka bersikap layaknya protestan. Namun, mereka bukanlah Lutheran maupun Calvinistik. Mereka memiliki unsur Protestanisme Barat dalam ketetapan mereka. Gagasan semacam Luther selaku imamat seluruh Kristen dan pembenaran oleh iman sangat tak diketahui pada komunitas Gereja Siria primitif tersebut. Mereka bersikap jujur, hemat, bahkan mungkin pelit. Orang-orang semacam itu juga mendapatkan simpati dan bantuan terhadap sesama Kristen yang lebih beruntung dan lebih tercerahkan. Kebutuhan pertama adalah melindungi mereka dari penindasan dan penyerbuan. Apa yang dibutuhkan mereka adalah pendidikan, bukan pemujaan gerejawi. Mereka dikatakan tak memahami unsur-unsur injil. Kemudian, tindakan terbaik dari gereja-gereja Inggris atau Amerika yang bersahabat akan menginjili mereka dengan mengajari mereka soal isi kitab suci mereka sendiri. Beberapa pengerjaan baik dari jenis tersebut berjalan di bawah naungan misionaris Amerika.

Satu sebab pelemahan Gereja Siria kuno ditemukan dalam pecahan-pecahannya. Sehingga, timbullah kelompok Kaldæa dan Jacobit.


Kaldæa.

Sekte yang dikenal sebagai "Kaldæa" timbul belakangan, bermula pada tahun 1681, kala patriark Nestorian Diarbekir, bertikai dengan catholicos, yang berlagak selaku paus, yang menahabiskannya "patriark Kaldæa," yang menciptakan jabatan baru pada otoritasnya sendiri. Gerakan tersebut adalah hasil dari misi Yesuit di Timur, dan Kaldæa adalah sekte yang timbul dari pengaruh misi tersebut. Perang Salib mengembangkan harapan pada pihak kepausan agar jika Gereja Yunani pada masa dini tak dapat memanah leher paus, Nestorian yang dianatematisasikan oleh gereja tersebut agar bergabung dengan Gereja Latin. Permusuhan mereka terhadap Bizantium membuat mereka memiliki perasaan bersahabat terhadap persekutuan pesaing. Sehingga, upaya dibuat untuk memenangkan Nestorian pada tahun 1247, dan lagi pada sekitar empat puluh tahun kemudian; namun walaupun wilayah Timur atau sekitarnya mula-mula menerima misionaris kepausan dengan harapan sukses, ini dianggap tak sah. Tak ada hal lain yang dilakukan selama lebih dari tiga ratus tahun. Kemudian, pada tahun 1552, sejumlah besar orang dari Gereja Nestorian menyatakan pertanyaan soal pemilihan catholicos. Jabatan tersebut telah lama bersifat warisan; namun sepanjang badan rohaniwan menentang penyusunan tak sehat tersebut, dan pada kematian patriark pada tahun 1551 mereka dijalankan oleh keponakannya dan naik ke jabatan lowong tersebut selaku kandidat yang paling populer, Sind (kini Sulaka). Kini, hal tersebut mensyaratkan agar tiga metropolitan harus ikut serta dalam pelantikan patriark. Namun bukan ketiganya yang diketemukan berpihak dengan skisma. Kesulitan berakhir lewat permohonan kepada Roma, dan catholicos Kaldæa ditahbiskan oleh Paus Julius iii. Pada masa yang sama, seorang imam bernama Musa membawa Peshitta ke Eropa, dan sehingga disiapkan untuk kajian Kristen Siria oleh para cendekiawan Barat.

Namun, tak mengejutkan bahwa pertanyaan sebenarnya dari pengadaan penahbisan menjadi satu-satunya motif yang sangat berpengaruh untuk langkah penyatuan tersebut. Dengan beberapa orang, kami melihat hasil upaya berulang Gereja Latin untuk menyertai Nestorian. Hubungan tersebut yang sesekali dibangun kemudian berlanjut, dan para penerus Sind juga menerima penahbisan mereka dari Roma. Sehingga, Kaldæa menjadi Nestorian yang tunduk pada kepausan, dan kami dapat menganggapnya sebagai buah misi Yesuit di Siria. Mereka disebut oleh Kristen Siria yang berhasil menantang agresi kepausan, Maghlobeen, yang artinya, "yang Ditaklukan." Kaldæa kini utamanya ditemukan di wilayah-wilayah pedesaan timur Tigris, dan mereka berjumlah menonjol di Elkoösh. Disana, mereka memiliki biara besar yang mencantumkan nama Rabban Hormuz; mereka memiliki catholicos di Bagdad.

Upaya penyatuan dengan Roma dibuat berkali-kali di tempat lainnya. Sehingga, Elias ii., uskup Mosul, mengirim dua pesan kepada Paus Paulus iv., pertama pada tahun 1607 dan kedua pada tiga tahun kemudian. Dalam surat yang menyertai para utusannya, ia menyatakan niat untuk rekonsiliasi antara Nestorian dan Gereja Latin. Lagi-lagi, pada tahun 1657, kesepakatan lain dari pihak Nestorian diupayakan, kala Elias iii. melayangkan surat kepada kongregasi De Propaganda Fide, menyatakan kesiapannya untuk bergabung dengan Gereja Roma pada dua kondisi—(1) agar paus memperkenankan Nestorian untuk memiliki gereja mereka sendiri di kota Roma; (2) agar mereka tak harus wajib untuk menarik doktrin atau disiplin mereka. Sancta simplicitas! Tak dapat dikabulkan. Kemudian, para uskup Nestorian dari Ormus, yang semuanya menyematkan nama Simeon, lebih dari sekali usulan rencana rekonsiliasi dengan Roma, dan salah satu dari mereka mengirim pengakuan iman kepada kepausan untuk menerapkan ortodoksi mereka. Namun, semuany ini tak dikabulkan. Kelompok utama Nestorian masih berada dalam keadaan isolasi dan kemiskinan. Sementara itu, propaganda Gereja Katolik tak pernah menghentikan upayanya untuk mengumpulkannya sejauh pengembaraan domba dalam kawanannya. pada abad kedelapan belas, mereka memperoleh sejumlah kecil Nestorian di Diabeker. Namun, secara garis besar, upaya tersebut tak membuahkan hasil.


Jacobit.

Jacobit adalah perwakilan Monofisitisme dalam Gereja Siria, dan sehingga mereka merupakan antipode dari Nestorian dalam kaitan dengan kekhasan dari Gereja Yunani. Kelompok tersebut mengambil nama dari Jacob yang bermarga Al Bardai, asal Bardaa, sebuah kota di Armenia, atau, seperti anggapan umum, dari bentuk istilah yang orang-orang Arab sebut sebagai "barda," yang dipakai untuk kain pelana, yang dikenakan olehnya dalam keadaan mendesak, sehingga ia nyaris, dikatakan, nampak seperti pengemis. Lahir di Tela, sebuah tempat yang juga disebut Constantina, yang berjarak lima puluh lima mil dari timur Edessa, menjelang akhir abad kelima, ia dibesarkan di biara, tempat ia dididik teologi Monofisit dan sastra Yunani dan Siria, dan dibimbing dengan asketisisme keras, dan sehingga ketenarannya selaku pelaku mukjizat menyebar cepat. Kala sampai ke telinga Permaisuri Theodora, ia mengundangnya ke Konstantinopel, menjadikannya aset berharga untuk kepentingan yang berniat ditolong olehnya. Ia datang berulang kali, tanpa memiliki ambisi untuk penghormatan agar permaisuri menjunjungnya. Menolak kemewahan dan kemegahan duniawi di istana, ia pensiun di sebuah biara dekat kota tersebut, di tempat ia tinggal selama lima belas tahun, menjalani hidup sepenuhnya. Namun karyanya terus dilanjutkan. Di samping perilaku pensiun yang diterapkan lama olehnya, ia berniat untuk menjalankan karir kegiatan besar. Ia dipanggil datang dari kebutuhan kelompoknya. Yustinianus yang terrajut selama beberapa waktu di bawah pengaruh ibu suri handalnya, dibesarkan sepanjang untuk mengambil tindakan untuk pemberlakuan dekrit-dekrit Kalsedonia. Para uskup dan rohaniwan tingkat rendah yang enggan menerima mereka dicopot dari jabatan mereka dan dihukum dengan diasingkan dan ditahan. Dampaknya adalah sebagian besar wilyah tempat doktrin Monofisit disebarkan, warga mendapatkan pelayanan apapun menurut pandangannya sendiri, dan sehingga, sesuai dengan penuturan Gibbon, menjadi pilihan yang "melaparkan atau meracuni." Kemudian, Harith yang Menakjubkan, seorang sheikh Kristen Arab, membawa kasus orang-orang malang di hadapan pelindung mereka Theodora, dan sehingga mendorongnya untuk mengeluarkan Jacob keluar dari selnya dan membujuknya untuk pulang ke Siria Timur untuk membantu para agamawan sejawatnya.

Jacob kini meluncurkan pemahaman yang berbahaya dan menekan; karena misinya adalah untuk membelot dari perintah kaisar, dan menuntut tenaga serta dorongan heroik. Sosok berani tersebut mengembangkan kesempatan tersebut. Ia mengubah perilaku hidupnya. Dari ditekan dan menjalani bertahun-tahun dengan tanpa ketonjolan bahkan dalam sepanjang kehidupan monastik, ia mendadak tercebur dalam laut persoalan, dan menjalankan perjalanan panjang dengan berjalan kaki, di sisi lain armada menggerakkannya lewat sheikh. Ia menyusuri Asia Kecil, Siria, dan Mesopotamia, sampai sejauh Persia. Kala ia datang, ia menahbiskan para uskup dan imam, membujuk umat untuk setia pada pengakuan iman mereka, dan memberanikan mereka di tengah-tengah penindasan dan penolakan. Keantusiasannya merasuk, dan pengerjaan tanpa tandingnya berbuah kesuksesan yang menakjubkan. Jacob dikenal karena menajbiskan sejumlah besar rohaniwan. Sehingga, api yang disulut Yustinianus berkobar lagi. Para uskup ortodoks diberdayakan. Kaisar menjadi tersulut. Ia menangkapi pengganggu dari pemukiman bahagianya jika hanya ia yang dapat melakukannya. Perintah dikeluarkan untuk menangkap Jacob; bayarannya dijanjikan pada setiap orang yang dapat menangkapnya. Itu semua sia-sia. Jacob dipandang licin. Ia memiliki teman-teman di kalangan orang Arab yang menyembunyikannya kala bahaya mengancam. Sehingga, kala banyak uskup Monofisit ditempatkan dalam penjara bawah tanah, kepala pendakwanya tak hanya bertahan secara garis besar, namun meneruskan pewartaannya di kalangan orang-orang yang mempromosikan kepentingan yang dicurahkan olehnya, dengan resiko terhadap kebebasannya, mungkin nyawanya.

Ini merupakan bagian puncak dalam kisah tersebut. Sekuelnya sangat tak mengenakkan. Seperti kebanyakan orang antusias lainnya, Jacob gagal dalam kepengurusan. Kesederhanaannya, yang dijalankan selama bertahun-tahun di selnya, tak menyelaraskannya dengan perancangannya. Malangnya, terdapat beberapa hal tentangnya yang memainkan orang kudus tanpa celah untuk keperluannya sendiri, dan semuanya secara tak disadari, ia menjadi alat pada tangan mereka. Dampaknya, kelompok Monofisit terpecah dalam faksi-faksi, yang terkadang mendatangkan penyulutan dan bahkan pembunuhan. Gangguan paling menonjol dan tersebar luas dilakukan oleh perbuatan Paulus, yang ditahbiskan menjadi "Patriark Antiokhia" oleh Jacob. Pada masa penindasan, Paulus dan tiga uskup utama lainnya dari kelompoknya didatangkan ke Konstantinopel. Disana, mereka diperlakukan kasar, sampai satu sama lain meredam tekanan sekaligus dari otoritas pemerintah dan penolakan masyarakat. Ini murni merupakan tindak pelemahan, dan Paulus memutuskan untuk pensiun, mengungsi di Arabia dengan Moudir, penerus Harith. Tak lama komedian, Jacob mendengar pembelotan patriark yang ditahbiskan sendiri olehnya, ia langsung mengekskomunikasi pria malang tersebut. Namun Paulus merasa malu atas tindakannya, dan setelah tiga tahun, Jacob menyatakan pertobatannya dan memohon agar ia diterima dalam persekutuan lagi usai sinode Monofisit menyoroti usulan tersebut. Namun, itu tak mengakhiri ketegangan. Tindakan tersebut hanya memindahkannya ke Monofisit di Aleksandria, yang nampak lain dan berlandaskan gugatan sebelumnya melawan pelaku, sebelum mengetahuan kota tersebut. Petrus patriark Monofisit menyatakan penolakannya—sesuai hukum kanon, karena Aleksandria tak memiliki yurisdiksi atas Antiokhia. Dua patriark tersebut berpangkat setara dan saling menguntungkan. Jacob datang ke Aleksandria karena terdorong untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, ia bukan sosok yang handal bernegosiasi. Kelompok Petrus mendorongnya untuk menandatangani keputusannya untuk menggulingkan Paulus, walau tak mengekskomunikasikannya. Akibatnya adalah skisma yang bermula pada tahun 576, yang, sesuai ujar Yohanes dari Asia, "menyebar bak asam lambung." Kemalangan terjadi karena kedua pihak adalah Monofisit, sehingga keduanya berada di bawah pencekalan kelompok Kalsedonia dan pemerintahan kekaisaran. Seluruh upaya lainnya pada peneetapan mengalami kegagalan, Jacob berangkat untuk kedua kalinya ke Aleksandria dengan harapan menciptakan perdamaian. Ini kini telah lansia, lemah dan jengkel dengan pertikaian berkelanjutan di tengah-tengah keberadaannya, sehingga melawan kehendak dan sifatnya, karena ia tentunya mengambil sikap diam di selnya yang membuatnya bertindak melawan kehendaknya. Ia tak pernah mencapai tujuannya. Kelompoknya terserang penyakit berat di biara Cassianus pada perbatasan Mesir, dan Jacob beserta tiga anggota rombongan wafat disana (Juli 578). Sebetulnya, terdapat rumor yang memainkan perasaan. Namun, tak ada bukti yang dimajukan untuk memastikannya. Ini mungkin akhir bahagia untuk kehidupan yang berada pada puncaknya yang diwarnai dengan kesuksesan brilian, namun paruh akhirnya diwarnai dengan kesuraman dan kegagalan. Jacob adalah sosok baik yang tak ambisius, seorang penginjil antusias, juru damai tak kenal lelah; namun sebagian besar Gereja mengecam pemikirannya, dan para teman lamanya yang ingin menyatukannya tak berniat berdamai dengannya.

Sementara itu, penindasan Monofisit Siria, seperti Nestorian pada masa sebelumnya, membuat mereka berada di tangan Persia. Kemudian, perpecahan sifat doktrinal muncul di antara mereka. Mereka adalah Niobit, pimpinan Niobes, seorang pengajar yang menjunjung persatuan sempurna Kristus seperti halnya yang timbul dari Monofisit yang lebih moderat, salah satunya beberapa kekhasan antara keilahian dan kemanusiaan yang diperkenankan. Keduan, muncul Triteit, yang muncul pada masa kekuasaan Justin ii. di bawah kepemimpinan John Askunages ("Sepatu botol") yang menurut Bar Hebræus menyatakan pandangannya sebagai berikut: "Aku mengakui satu sifat Kristus, Firman Inkarnasi; namun dalam Tritunggal aku mengakui sifat-sifat dan unsur-unsur dan pengepalaan seturut jumlah orang ." Terdapat konsistensi jelas dan logis dalam pandangan orang-orang yang tak dijamah oleh para pemikir tingkat rendah. Jika unsur manusia Kristus ditinggalkan dan dialihkan sepenuhnya ke Keilahian-Nya, kamu harus memiliki semangatn atau setidaknya Monarkianisme Sabellian, atau kamu harus menemukan individualitas khasnya dalam sifat Ilahi-Nya. Pada kasus terakhir, jika selaku Allah Ia merupakan sosok khas pada pihak Bapa, kau memiliki dua Allah, dan hal yang sama diujarkan terhadap Roh Kudus, dampaknya adalah kemunculan Triteisme. Kemudian, timbul kelompok yang dikenal sebagai Tetrateis, yang mengikuti ajaran Damianus, asal Siria, patriark Severian atau Monofisit dari Aleksandria—penerus Petrus—pada akhir abad keenam. Ia mula-mual mengakyi pribadi khas satu substansi, Allah dalam Dirinya Sendiri, dan kemudian sosok terpisah untuk setiap tiga Sosok Tritunggal. Penentangnya, Petrus dari Calinicus, mendorong argumennya lebih lanjut, dan sehingga mendatangakn keilahian terpisah untuk setiap sifat Allah, sebuah panteon sempurna, jika ia akan konsisten dengan prinsip akarnya. Namun, Yohanes dari Asia menyebutnya selaku sosok yang tak dapat dipercaya dan tak konsisten. Perpecahan Monofisit lain sangat berkaitan dengan Aleksandria dan Gereja Koptik ketimbang dengan Siria. Namun, mereka bertahan di Siria hingga saat ini. Jacobit kini banyak ditemukan di Mesopotamia, khususnya Mosul dan Mardeen. Terdapat pihak yang pindah ke Palestina dan sebagian kecil ke Damaskus. Namun, mereka memiliki biara di Yerusalem, dan beberapa biara dibangun di Hamah dan Aleppo. Etheridge memperhitungkan bahwa selain dari koloni di Malabar, jumlah Jacobit mungkin tak lebih dari 150.000. Mereka diklaim merupakan keturunan dari Kristen Ibrani asli dan menyebut diri mereka sendiri sebagai "B'né Israel." Dalam pemerintahan gereja mereka, mereka sangat hierarkikal, meskipun peringkat mereka berada di bawah pengawasan semenjak mereka datang dari Jacob Al Bardai, yang penahbisan episkopatnya sendiri dipertanyakan, karena beberapa orang menganggap bahwa ia hanya ditahbiskan selaku presbiter.

Secara bersamaan, Gereja Siria nampak tak membuat kontribusi menonjol pada sastra, meskipun serangkaian lantunan karya Renan harus diterapkan pada misanya. Mula-mula, kami mendapati Peshitta, Alkitab Siria standar, Vulgata dari Timur. Kemudian, adan sejumlah versi dan revisi berturut-tuturt yang dibuat oleh para cendekiawan Jacobit dalam kepentingan doktrin Monofisit. yang pertama dibuat oleh Aksenaya, atau Philoxenus, uskup Mabbogh, dengan bantuan korepiskopus-nya Polycarp, yang muncul pada tahun 508, dan menjadi populer di kalangan Jacobit; ini disusul oleh revisi-revisi pada masa berikutnya, khususnya oleh Tomas dari Heraklea, uskup kota yang sama dari Mabbogh pada awal abad ketujuh. Seratus tahun kemudian, upaya akhir pada revisi Perjanjian Lama dibuat oleh Jacob dari Edessa, namun karyanya tak nampak sesuai dengan penerimaan, dan ia tak berniat untuk merevisi Perjanjian Baru. Gereja Yunani Palestina atau Melkit memiliki revisinya sendiri dalam dialek Aram lokal, sebuah dialek yang berkaitan dengan Targum Yahudi, dan mungkin lebih mendekati percakapan yang dituturkan oleh Allah mereka ketimbang revisi lainnya. Sementara itu, Nestorian memakai Peshitta lama, dan menolak perbedaan yang berseberangan pada satu-satunya upaya yang dibuat untuk memberikan versi yang lebih akurat pada mereka, kala Mar Abha i., seorang catholicos pada pertengahan abad keenam, mempelajari Yunani di bawah bimbingan guru di Edessa bernama Thomas, dengan bantuannya membuat terjemahan baru ke dalam bahasa Siria dari seluruh Perjanjian Lama dan mungkin juga Perjanjian Baru.

Kisah kesusastraan Siria sebetulnya dimulai dengan Diatessaron karya Tatianus. Kemudian datanglah cendekiawan Bardaisan, yang gagal mempertahankan Gerejanya dan disebut "Gnostik terakhir." Meskipun kepengarangannya terhadap karya penting De Fato, yang dijelaskan sepintas, diragukan, ia dikatakan menulis Sejarah Armenia dan buku berjudul Hypomnemata Indica, yang mengkompilasikan informasi yang didapatkan olehnya dari para utusan India pada perjalanan mereka melewati Edessa menuju istana Romawi. Jacob dari Nisibis adalah penulis Siria terkenal pada abad keempat; namun Homili sempat dikaitkan dengannya yang kini dikatakan ditulis oleh Aphraates, yang disusul menjelang akhir abad oleh Ephraim, dan penyair Balai atau Balseus, yang memberikan namanya kepada pentasyllable metre, dan Cyrillona, yang mengkomposisikan syair "tentang belalang, dan tentang perlakuan Ilahi, dan tentang bangsa Hun." Bentuk saat ini dari "Doktrin Addai" terkenal—karya yang mencantumkan legenda Abgar, dan kala kami melihat penjelasan penginjilan awal Edessa dan para uskup dan martir pertama—tidaklah lebih awal dari abad keempat. Hanya fragmen dari karya-karya Rabbulas yang ditemukan. Sebelum diangkat ke episkopat, penerusnya Ibas menjadi salah satu penerjemah karya Teodorus. Monofisit mengklaim Simeon orang Stylite berbagi pandangan mereka, dan manuskrip abad kedelapan berisi surat yang dikaitkan terhadapnya dan dialamatkan kepada Kaisar Leo, dan manuskrip lain pada masa yang sama berisi tiga surat yang dikaitkan dengan kepengarangan yang sama; semua itu dokumen, jika benar, untuk menunjukkan bahwa ia tak menerima keputusan Kalsedon. Pada akhir abad kelima, kami mendapati Jacob dari Serugh, yang disebut sebagai "seruling Roh Kudus dan harpa Gereja yang meyakininya." Ia meninggalkan sejumlah syair. Menurut sejarawan Bar Hebræus, ia memiliki tujuh puluh penjelasan yang menyalin 760 rangkaian homili, serta tafsir dan tata tulisnya, pengisahan dan kidungnya. Penulis Siria terkenal pada abad keenam adalah Yohanes dari Asia, yang Sejarah Gerejawi buatannya menjadi sumber informasi utama kami untuk periode yang menyoroti paruh ketiga darinya—yang semuanya kami himpun dalam bentuk lengkap. Yohanes adalah misionaris di kalangan Asia, Lydia, Caria, dan Frigia, dan ia meraih kesuksesan dalam memindahkan penganut pagan ke Kristen. Sehingga, ia adalah seorang Monofisit. Dari fakta tersebut, kami mendapati dua penjelasan terarah. Pertama, jika ada suatu hal yang menunjang keantusiasan misionaris dan menjanjikan hal yang berbuah dalam Nestorianisme—seperti yang kami lihat pada kasus tersebut,—perlawanan ekstrimnya tak dikecualikan dari misi penginjilan. Kedua, kala Nestorianisme pada satu sisi dan Monofisit pada sisi lain dianatematisasikan oleh gereja ortodoks, dan para pendukung utama dari kedua bida'ah diekskomunikasi, jiwa injili, yang melebihi seluruh sekte dan pengakuan iman, bekerja melalui mereka untuk perluasan kerajaan Allah. Jika kami menyoroti dua kelompoktersebut, pengujian besar "lewat buah-buah mereka yang perlu kami ketahui," kami harus mendapatkan kesimpulan bahwa "akar persoalan" adalah dalam keduanya, meskipun sosok baik yang memimpin Gereja dominan malangnya tak tercerahkan atau bersifat liberal untuk menerimanya. Kala Yohanes kembali dari kegiatan misionarisnya, yang sangat dihargai dalam kesuksesannya, ia diangkat menjadi uskup Monofisit Efesus. Ia dihukum penjara pada masa penindasan di bawah kekuasaan Justin pada tahun 571. Ini akan menjadi peminatan menonjol dalam membaca penjelasannya kala kami menyoroti pernyataannya yang "sebagian besar catatan sejarahnya ditulis pada masa kala penindasan berlangsung." … Ia berujar, "ini membutuhkan kawan-kawan yang harus menghilangkan laman-laman pada bab-bab yang disebutkan, dan setiap bagian tertulis lainnya, dan menempatkannya di berbagai tempat, kala mereka terkadang bertahan selama dua atau tiga tahun." Mengamati sejumlah penulis menonjol, kami mendapati Jacob dari Edessa, penulis Monofisit terkenal pada akhir abad ketujuh. Dr. Wright berujar, "Dalam sastra wilayahnya, Jacob memegang banyak tempat yang sama dengan Hieronimus di kalangan Bapa Latin. Ia pada masanya adalah sosok berbudaya besar dan banyak membaca, yang menjadi familiar dengan para penulis Yunani dan dengan para penulis Siria pada masa sebelumnya." Tulisan-tulisannya berisi tafsir, komposisi liturgi, sejarah, filsafat, tata bahasa. Malangnya, kronik Jacob, yang memiliki nilai besar selku kelanjutan Eusebius pada masanya sendiri, telah hilang. Dalam tata bahasa Siria-nya, ia memakai perangkat yang diciptakan olehnya, yang terdiri dari tanda-tanda yang ditulis sebaris dengan dan berada di antara konsonan, mengikuti susunan penulisan Eropa.

Sejauh ini, sastra Siria utamanya berkembang di kalangan Jacobit, abad ketujuh dan kedelapan diwarnai dengan para penulis Nestorian—Babhai sang tetua, seorang penulis ulung yang dikenal karena mengarang delapan puluh tiga atau delapan puluh empat karya, termasuk tafsir terhadap seluruh Alkitab; Isho-yabh dari Gedhala, pengarang tafsir, sejarah dan homili; Sahdona, yang menulis dua volume tentang kehidupan biara; dan banyak lainnya, salah satunya yang terkenal adalah Abraham the Lame, yang menulis buku nasehat, kotbah dan pertobatan, dll. Pada abad kesembilan, produk-produk sastra Siria sangat jarang, meskipun beberapa diantaranya berpengaruh dalam bidang sejarah. Salah satu karya paling berharga adalah karya besar buatan Dionysius dari Tell Mahre, yang berjudul Tawarikh, sementara Tomas dari Marga, yang juga membuatnya, masuk pada masa tersebut. Abad kesebelas sedikit yang diwakili oleh sastra Siria; namun pada abad kedua belas, kami mendapati penulis Jacobit terkenal, Dionysius Bar Salibi, yang diangkat menjadi uskup Mar'ash pada 1145. Ia meninggalkan tafsir Perjanjian Lama dan Baru, secara harfiah atau kiasan, dan penjelasan spiritual atau mistis dari setiap kitab; sekumpulan teologi; dan banyak karya lainnya. Pada abad berikutnya, kami mendapati sejarawan ulung Bar Hebræus, yang lahir pada tahun 1226. Pada masa mudanya, ia mempelajari Yunani, Arab, retorika dan pengobatan. Pada 1253, ia menjadi uskup Aleppo. Ia wafat pada 1286. Kronik Gerejawi buatannya, yang ditulis dengan gaya sederhana sosok berbudaya, yang selaras dengan banyak penulis Timur pada masa berikutnya, adalah sumber informasi berharga untuk penulis sejarah pada masa kini. Bar Hebræus adalah pengikut Jacobit. Penulis Nestorian paling menonjol pada masa yang sama adalah Abdh-isho bar Berikha, yang wafat pada 1318. Karya utamanya adalah risalah teologi berjudul Marganitha (artinya "Mutiara"), yang ditulis pada 1298. Penulisnya sendiri menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Mai menyuntingnya dengan terjemahan Latin, dan Badger memberikan terjemahan Inggris dalam karyanya tentang Nestorian. Abdh-isho membuat sejumlah karya lainnya, salah satunya adalah Paradise of Eden, sebuah kumpulan lima puluh puisi teologi.