Kelahiran Kembali Turki/Bab 16

XVI

PERJANJIAN SEVRES

RAUF BEY MEMINDAHKAN PARA ANGGOTA NASIONALIS DARI ANGORA KE KONSTANTINOPEL—​INDIA MEMINTA MR. LLOYD GEORGE UNTUK MENINGGALKAN KONSTANTINOPEL DEMI TURKI DAN JENDERAL MILNE MEMECAH PARLEMEN, MENDEPORTASI RAUF DAN BANYAK KOLEGANYA KE MALTA—​PERJANJIAN SEVRES DAN CARA DAMAD FERID PASHA MENGAMANKAN OTORITAS UNTUK MENANDATANGANINYA.

Pemilu yang diadakan oleh Pemerintah Ali Riza, dihasilkan dalam penyapuan bersih terhadap Nasionalis dan situasi menonjol yang diinginkan kini dipersiapkan. Ini sangat memungkinkan bagi Parlemen baru, yang ditugasi dengan eksekusi program Erzerum, untuk dimanfaatkan secara bebas di bawah pendudukan musuh di ibukota. Di sisi lain, ini menjadi parlemen terpilih yang sah di negara tersebut dan sangat diharapkan agar harus diakui demikian. Menunda keputusan sebagaimana sebenarnya, para anggotanya berkumpul di Angora tempat dewan tetap partai berada dalam sesi di bangunan granit abu-abu yang sempat menjadi markas besar sementara Komite Persatuan dan Kemajuan. Disini, sebuah intimasi mencapai para anggota yang Sekutu siapkan untuk mengakui Parlemen baru jika sesinya diadakan di ibukota dan dibuka dalam gaya sah oleh pidato Sultan, namun takkan diakui jika bertemu di Angora. Sehingga, sebagian besar anggota, yang dikepalai oleh Rauf Bey, pemimpin Parlementer Partai, pergi dari Angora ke Konstantinopel. Pada 11 Januari 1920, Parlemen Utsmaniyah baru membuka sesinya. Disamping kondisi pendudukan militer di bawahnya telah datang, Rauf Bey menjalankan tugasnya dengan keberanian. Pada 28 Januari, program Erzerum, yang kini dikenal sebagai Pakta Nasional Turki, yang secara sah diadopsi oleh Parlemen sah yang duduk di ibukota sahnya.

Ketegangan kini timbul di udara. Hanya sehari sebelum adopsi Pakta tersebut, pasukan Nasionalis yang dimobilisasi ulang di Asia Kecil telah menyerbu serangkaian munisi yang diserahkan di semenanjung Gallipoli. Di balik kawasan Asiatik-nya, pasukan mereka telah mencapai pinggiran Konstantinopel. Pendudukan Sekutu menjadi persoalan tabrak lari.

Perkembangan lainnya berkontribusi pada gravitas situasi. Mr. Lloyd George yang tergerak dan menurunkan Rubicon, telah membuat penemuan terkuak. Ini nampak bahwa terdapat sebuah tempat yang disebut India. Kemenlu Inggris juga mengalami ketegangan. Peziarahan ke Makkah dihentikan dan Islam tak menyimpan rasa syukur terhadap pembayaran subsidi Inggris kepada Raja Hussein dari Hejaz, yang diharapkan oleh Lord Curzon. Sehingga, Mr. Lloyd George berhenti menggerakkan dan menurunkan Rubicon dan menempatkan dirinya dalam sikap menunggu di tepiannya. Pada 26 Februari, ia berujar kepada Dewan Rakyat di London bahwa pernyataannya tertanggal 5 Januari 1918,yang mengakui Konstantinopel sebagai ibukota Turki, “jadilah spesifik. Ini tak terkualifikasi dan sangat dideliberasi. Ini dibuat dalam perhatian terhadap segala pihak di masyarakat. Ini tak ditentang oleh Partai Buruh.” Sehingga, persiapan dibuat untuk meninggalkan konstantinopel terhadap Turki dalam ketetapan perdamaian, dan para penyunting London (yang sebagai penguasa yang bukan Muslim) mulai mengalihkan proyek untuk “Vatikanisasi” Kekhalifahan Islam.

Pada malam 15-16 Maret, saat kediadaan temporer wakil panglima Prancis-nya, Jenderal Milne merebut kantor-kantor telegraf di Konstantinopel, mengisolasi ibukota dari Asia Kecil, mengeksekusi serangan penyerbuan mendadak di tengah malam, menangkap setiap anggota Nasionalis dalam Parlemen Utsmaniyah yang ia dapat tangani, dan mengumpulkan mereka untuk dibawa ke penahanan di Malta. Pada fajar tanggal 16, pasukan Inggris menduduki kota tersebut dalam genggaman mereka, Rauf Bey dan banyak koleganya sedang berada dalam perjalanan untuk menghimpun kawat berjaring di Malta, sisa wakil nasionalis bergerak ke pesisir Asiatik dari Bosphorus untuk memulai perjalanan panjang mereka kembali ke Angora, Jenderal Milne kemudian diakui sebagai Kepala Panglima Sekutu, dan Konstantinopel siap untuk meninggalkan Turki.

Pada 6 April, Pemerintahan Ali Riza memberikan jalan kepada Pemerintahan Damad Ferid kedua. Pada 11 April, Ferid mengeluarkan edik Sultanik yang mengecam Nasionalisme, dan edik serupa dikeluarkan oleh Sheikh-ul-Islam yang memasuki jabatan tingginya kala penangkapan dan deportasi ke Malta dari pendahulunya (pendudukan Jerman di Belgia pada masa perang meninggalkan Kardinal Mercier tak tersentuh, namun tak ada keadaan bagus semacam ini yang menggetarkan pendudukan Inggris terhadap Konstantinopel). Sementara itu, peristiwa militer bergerak dengan cepat. Pemimpin Sirkasia, Anzavur, yang diluncurkan melawan Nasionalis, dikeluarkan usai beberapa kesuksesan moal di sepanjang pesisir Asiatik dari Selat, dan menjadi bukti bahwa operasi serius akan diambil jika Konstantinopel dihimpun. Setiap pasukan perang Inggris di Laut Tengah diperintahkan ke Konstantinopel dan, dengan Pemerintahan Ferid kedua meluncurkan petir agamanya terhadap Nasionalis, konferensi Sekutu di Hythe dan Boulogne menyerukan Yunani di balik Smyrna untuk menyaring Selat dari “Kemalis.” Sesuai dengan unit AL Inggris, kota-kota di sepanjang pesisir Asiatik dari Marmora dengan cepat diduduki. Trakia diberikan kepada Yunani di Eropa untuk melindungi ibukota dari Nasionalis dalam keadaannya, dan Konstantinopel Britania kini dihimpun dalam latar Yunani. Partai Kontrak Tingkat Tinggi kini bersiap untuk “bersepakat bahwa hak dan gelar Pemerintah Turki atas Konstantinopel seharusnya tak berdampak, dan agar Pemerintahan yang dikatakan dan Yang Mulia Sultan harus digelari untuk bermukim disana dan menghimpun ibukota Negara Turki disana.”

Pada 11 Mei, perjanjian damai diserahkan kepada dua orang lantikan Ferid di Paris. Perjanjian tersebut mencetuskan untuk menutup pihak Yunani terhadap Konstantinopel, memutusnya dari Asia Kecil secara permanen dengan garisun yang dibatasi dengan 700 pasukan, mengisolasi Selat dari Asia Kecil oleh lembaga Komisi Internasional yang akan diwakili Rusia dan Turki jika dan kala mereka menjadi anggota Liga Bangsa-Bangsa, dan menempatkan apa yang tersisa dari Turki di Asia Kecil di bawah kendali militer, ekonomi dan keuangan parmanen Britania Raya, Prancis dan Italia. Karena bagi Smyrna, “kota Smyrna dan wilayah dalam Pasal 66 akan diasimilasi, dalam penerapan Perjanjian saat ini, pada wilayah yang direbut dari Turki. Kota Smyrna dan wilayah yang disebutkan dalam Pasal 66 masih berada di bawah kedaulatan Turki. Namun, Turki mengalihkan keputusan hak kedaulatannya kepada Pemerintah Yunani atas kota Smyrna dan wilayah yang disebutkan. Dalam penyaksian kedaulatan semacam itu, bendera Turki harus tetap secara permanan dikibarkan pada benteng luar di kota Smyrna. Benteng aakn dirancang oleh Kekuatan Sekutu Utama…. Pemerintah Yunani dapat mendirikan perbatasan pabean di sepanjang garis depan yang disebutkan dalam Pasal 66, dan dapat memasukkan kota Smyrna dan wilayah yang disebutkan dalam Pasal yang dikatakan dalam sistemm pabean Yunani…. kala peridoe lima tahun harus berlalu usai kedatangan pemberlakuan Perjanjian saat ini, parlemen lokal merujuk pada Pasal 72 yang, lewat mayoritas suara, menanyakan Dewan Liga Bangsa-Bangsa untuk pencaplokan definitif di Kerajaan Yunani terhadap kota Smyrna dan wilayah yang disebutkan dalam Pasal 66. Dewan dapat mengharuskan, secara fini, plebisit di bawah kondisi yang akan diterterakan. Dalam peristiwa pencaplokan semacam itu sebagai hasil penerapan paragraf yang dimasukan, kedaulatan Turki yang disebutkan dalam Pasal 69 harus dihentikan. Sehingga, Turki ditarik dalam peristiwa tersebut dalam rangka agar Yunani mendapatkan segala hak dan gelar atas kota Smyrna dan wilayah yang disebutkan di Pasal 66.” Sebagaimana Konstantinopel, tempat tersebut masih menjadi ibukota Turki, namun “dalam peristiwa Turki gagal untuk mengamati secara terpercaya tujuan dari perjanjian saat ini, atau perjanjian atau konvensi apapun yang diberlakukan, terutmaa terkait perlindungan hak minoritas ras, agama atau linguistik, Kekuatan Sekutu secara terbuka menyatakan hak untuk merombak pemberlakuan di atas, dan sehingga Turki sepakat untuk meneripa peniadaan apapun yang dapat diambil dalam hubungan tersebut.”

Tak ada Parlemen Utsmaniyah dalam sesi, Damad Ferid Pasha memajukan delapan tokoh Turki penting ke Yildiz Kiosk untuk mengadakan penandatanganan perjanjian damai. Tak diijinkan untuk mendiskusikannya, Ferid memerintahakn orang-orang yang menorehkan tanda tangan untuk menghadap dan, menghadapi ketegangan yang ada, ia mendorong Sultan untuk bersikap. Pengadaan etiket membuat setiap orang berdiri saat ini, namun “Topdjeh” Riza Pasha terpecah dalam protes. Dalam suara yang diisi dengan emosi, ia berujar kepada Ferid bahwa pertemuan telah bangkit berkaitan dengan Padishah dan tak mengundurkan diri terhadap perjanjian damai, agar pertemuan tersebut tak memiliki kekuatan untuk mengadakan tanda tangan mereka dan bahwa, jika hal tersebut dilakukan, hal tersebut tak dapat menghimpun tanda tangan mereka sepanjang Anatolia berada dalam pemberontakan terbuka dan bersenjata melawan mereka. Tanpa penindakan lebih lanjut, Ferid mendeklarasikan penandatanganan perjanjian dapat tersebut diperintahkan dan menambahkan bahwa Anatolia dapat jatuh ke iblis.

Sehingga, perjanjian damai yang ditandatangani oleh tiga orang lantikan Ferid (salah satu dari mereka adalah guru di kolese Amerika dekat Konstantinopel) pada 11 Agustus di Sevres, sebuah kawasan di Paris. Sevres berada di dunia Kristen dan tahun itu adalah 1920.