Kelahiran Kembali Turki/Bab 2
II
KEKAISARAN UTSMANIYAH LAMA
KELAHIRAN KEMAL DI SALONICA—CARA IA MENJADI TURKI MUDA—SEPERTI APA KEKAISARAN UTSMANIYAH LAMA—PERPECAAHN PENDUDUKNYA MENJADI KOMUNITAS AGAMA—TANTANGAN BARAT TERHADAP KOMUNITAS Rûm-nya (YUNANI)—TUGASNYA UNTUK ISLAM.
Empat puluh dua tahun lalu, kala Abdul Hamid II berkuasa di Konstantinopel dan Bulan Bintang Utsmaniyah masih berkibar di sepanjang Salonica, serangkaian orang dalam jawatan pabean Salonica meninggal, meninggalkan jandanya dengan seorang putri kecil dan seorang bayi laki-laki di tangannya. Putrit ersebut pada masa itu dibesarkan dan dinikahkan, sebagaimana kebiasaan para putri Turki. Putra tersebut dimasukkan ibunya ke madrasah dan berkiprah menjadi hoja, sebagaimana kebiasaan para ibu Turki, namun ia terkesima oleh seragam para perwira Tentara Utsmaniyah, yang ia lihat di sekitaran jalan, sebagaimana kebiasaan para putra Turki. Pada waktu ia berhasil dalam melewati ujian untuk sekolah persiapan militer di Salonica, tempat guru matematikanya mendapati bahwa ia meninggalkan panggilannya dengan nama pemberiannya Mustapha dan menjulukinya Kemal, sebuah nama Turki yang artinya budiman.
Sekolah persiapan militer di Salonica, sekolah perwira di Monastir dan Akademi Perang di Konstantinopel akhirnya meluluskannya, dalam usia 22 tahun, menjadi tentara pada 1902 dengan pangkat letnan. Ia secara sulit masuk Akademi Perang dari Monastir sebelum pikiran remajanya terikat oleh unsur politik yang diam-diam disematkan pada sekolah tersebut. Sebuah salinan sandiwara terlarang Watan (Tanah Air) jatuh ke tangannya. Abdul Hamid memerintahkan agar setiap selinan yang diketahui darinya disita dan dibakar; ia memaksa penulisnya, di samping menduduki kedudukan yang sangat tinggi dalam sastra Turki modern, untuk lari ke pengasingan; ia mengeluarkan setiap warga Utsmaniyah di luar ibukota yang menjadi mata-matanya didakwa karena membacanya. Namun, Watan memberikan Kemal muda dengan rasa pertamanya terhadap gagasan Barat dan membuatnya diam-diam menjadi Turki Muda dan penentang keras Abdul Hamid, yang pada masa itu merupakan hal yang sangat konyol.
Abdul Hamid adalah seorang sosok ketimuran handal yang menghimpun genggamannya terhadap negaranya lewat sistem pengintaian agar tak ada kehidupan dan kebebasan warga Utsmaniyah menjadi aman yang secara terkendali didakwa mendengar Revolusi Prancis, sebuah sistem pengintaian yang tak dapat mempertahankan gagasan Barat di luar ibukota selain yang didapatkan, dan dilakukan, menjaga mereka diam-diam. Tradisi militer negara tersebut terus mendatangkan otak-otak terbaiknya dalam ketentaraan selain jaringan pengintaian yang terpancar dari Yildiz Kiosk memiliki dampak memberikan jenis keberadaan ganda kepada ketentaraan. Di permukaan, hal ini terus menjadi organisme militer, kepercayaan akan tradisi militer Timur, namun di permukaannya menjadi unsur gagasan Barat terlarang dan contoh Nihilisme di Rusia yang banyak menyebar pada kelompok perhimpunan rahasia, tak mendapati unsur yang lebih subur untuk dikerjakan alih-alih mentalitas berragi dari Akademi Perang dan Kolese Kedokteran Militer di Konstantinopel. Sehingga, perhimpunan politik rahasia yang menyebut dirinya Perhimpunan Kebebasan dibentuk di kalangan pelajar di Akademi Perang dan perhimpunan serupa, Perhimpunan Perjuangan, diluncurkan di sepanjang Bosphorus di Kolese Kedokteran Militer. Namun, keduanya sebenarnya merupakan benih yang disemai di bawah tanah pada tanah yang kaya dan kokoh dari ibukota. Negara itu sendiri, di luar ibukota, masih menjadi tanah Timur primitif yang dikuasai oleh sosok yang menunjang dirinya dengan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengambilnya.
Terdapat sekitar 600.000 mil persegi di Kekaisaran Utsmaniyah lama kala Abdul Hamid bertakhta. Ini adalah wilayah yang padat, terbentang di persimpangan tiga benua. Di barat, negara tersebut sangat berbatasan dengan Balkan di Eropa; di timur, negara tersebut terbentang di Trans-Kaukasia dan garis depan Persia Lama di Asia; di selatan, negara tersebut terbentang pada pesisir Arabia dari Laut Merah sampai Samudra Hindia dan melitnasi pesisir Afrika yang meliputi kedaulatan atas Mesir. Di Balkan dan Asia Kecil, negara tersebut terdiri dari rangkaian pegunungan yang terbentang sampai dataran tinggi Trans-Kaukasia, pinggirannya ditempatkan dengan desa-desa terisolasi yang berada di luar sentuhan pemerintah manapun yang ada di Konstantinopel. Hanya desa-desa besar yang memiliki pos gendarmerie, masih sangat sedikit orang yang memiliki kunci telegraf untuk menghubungkan mereka dengan ibukota provinsial dan sepanjang sebagian besar negara tersebut, unsur-usnur Barat seperti jalur kereta api sepenuhnya tak diketahui. Dengan administrasi negara secara menonjol terpusat di Konstantinopel, hanya para sosok menonjol dari Padishah terhubung pada desa-desa terpencil tersebut di provinsi-provinsi mereka yang kurang terorganisir.
Selatan Asia Kecil, pegunungan diwarnai dengan guru besar yang mengitari cekungan Tigris-Efrat pada bagian timur dan koridor Suriah hijau di bagian barat. Di sini, kecuali di koridor Suriah, ketidakbisaan akses negara dari Konstantinipel dan unsur nomadik dari penduduknya yang tersebar memberikan administrasi provinsi pada tingkat semi-independen yang meningkat untuk mewujudkan keberadaan di semananjung Arab. Namun, kasus koridor Suriah adalah pengecualian. Dibandingkan dengan cekungan Tigris-Euphrates nan jauh, tempat tersebut mudah diakses dari Konstantinopel; ini menjadi hunian penduduk tetap dengan budaya miliknya yang sangat tinggi; dan wilaayh tersebut berada pada satu-satunya jaringan komunikasi darat dengan tempat-tempat suci Islam yang paling dimuliakan, Haram-esh-Sherif di Yerusalem, Makam Nabi di Madinah dan Ka'bah di Makkah. Tempat-tempat tersebut membentang pada ujung selatan koridor dan dua lainnya berada di pegunungan yang berpapasan dengan pantai Arabia dari Laut Merah.
Dengan luas lebih dari 600.000 mil persegi dari negara tersebut, Sultan di Konstantinopel menghimpun bentuk pemerintahan yang sangat lemah, mengijinkan warganya untuk melaksanakan kepentingan mereka sendiri secara garis besar dengan cara mereka sendiri dan menghimpun pemerintahannya untuk tugas menjaga rute dagang dan pemungutan pajak, karena di bawah tradisi timur, ini menjadi tugas penuh pemerintahan. Terdapat sekitar 25.000.000 warganya, yang kebanyakan dari mereka menganut Islam. Reformasi Muslim besar menerjang seluruh wilayah tersebut berabad-abad lampau, namun selaras dengan toleransi yang diberikan oleh Sang Nabi, Kristen dan Yahudi, walau terhimpun dalam organisasi komunitas mereka sendiri sebagai pembeda, diperkenankan untuk beribadah dengan cara mereka sendiri. Ini sangat selaras dengan gagasan pemerintahan Timur yang mengijinkan setiap orang untuk melakukan caranya sendiri sepanjang ia giat membayar pajak dan bertahan dari gangguan perdamaian negara tersebut. Bahkan, warga asing nampak terhimpun di bawah kapitulasi dan diperkenankan untuk mengatur diri mereka sendiri di bawah hukum dan adat mereka sendiri.
Di permukaan, pemerintahan Sultan atas negaranya di Konstantinopel sangat mirip seperti pemerintahan Raja terhadap kerajaannya dari London. Baik Sultan Utsmaniyah maupun Raja Inggris sama-sama menjadi kepala kepercayaan dominan di negara mereka masing-masing. Para Sultan telah menjadi Khalifah Islam pada 1517, walau tak semua Muslim mengakui mereka dengan demikian, karena para Raja Inggris telah menjadi Pembela Iman pada 1521, meskipun tak semua Kristen mengakui mereka secara demikian. Sultan mengatur perkara spiritual negaranya melalui Sheikh-ul-Islam dan perkara temporalnya melalui Wazir Agung, seperti halnya Raja Inggris mengurusi perkara spiritual dari kerajaannya melalui Uskup Agung Canterbury dan perkara temporalnya melalui Perdana Menteri. Permukaan dari kedua negara tersebut bersifat feodal dan berunsur abad pertengahan, dan bermuara dari sumber yang sama, namun kenangan mereka akan kekuasaan Abdul Hamid II berhenti di permukaan. Di luar permukaan, Inggris pada paruh akhir abad kesembilan belas, berada dalam keadaan transisi dari feodalisme menjadi gagasan demokrasi barat. Pertumbuhan industrial menghimpun kebangkitan serikat dagang, yang memicu pengaruh pertumbuhan pada gagasan pemerintah, menjadi otoritas tergambar pada elektoral populer. Pemerintah menghimpun penggenggamannya pada petani dataran rendah dan penugasan sipil dibentuk sebagai badan permanen yang meningkat tugas pemerintahan yang terpercaya. Negara tersebut menjadi unit industrial berkuasa, diperkenankan untuk memobilisasi banyak tenaga baru yang menjalankan mesin. Ini menghimpun pabrik dan perdagangan pada skala yang tak pernah dibayangkan pada masa sebelumnya. Ini menjadi induk sistem otot finansial yang serat sensitifnya menyelimuti dunia. Aspek pemerintahan relijius lama merenggang dan dalam tempatnya, kami melihat bentuk penanganan industrialisme yang tergerak dan terdisiplinkan di luar penjebakan feodal yang masih mengatur permukaan pemerintahan Inggris.
Namun kala Abdul Hamid II naik ke Takhta Utsmaniyah di Konstantinopel, agama masih menjadi faktor dominan dalam negaranya yang primitif dan kurang terorganisir. Dari permukaan sampai intinya, Kekaisaran Utsmaniyah masih ketimuran. Masyarakat Muslim masih menjadi golongan pemerintahan, sebuah masyarakat dengan penghormatan diri menonjol dan pengetahuan dari tugasnya sendiri serta pertahanan yang ditimbulkan padanya. Komunitas yang terkucilkan dikecualikan dari hukum Muslim dari tugas pengadaan perdamaian dan sehingga seringkali dapat meraih tingkat kemakmuran yang tak pernah diketahui kebanyakan Muslim. Semenjak pendapatan Sultan didapatkan dari perpajakan yang ditentukan dalam hukum Muslim, warga asing, yang kebanyakan adalah Kristen, biasanya dikecualikan dari pembayaran apapun selain pajak sekuler seperti bea cukai dan pajak tanah. Kami orang barat memikirkannya pada saat ini sebagai metode abad pertengahan tak diharapkan dari pemerintahan negara, namun kami terkadang melupakan bahwa ini memperkenankan setiap orang di negara tersebut dengan kebebasan besar yang lenyap di barat. Ini menguji tradisi timur dengan hal terbaiknya dan jika kami di barat memenangkan diri kami sendiri atas berkat industrialisme modern, kami membayar untuk mereka dengan bagian besar dari kebebasan yang sempat dinikmati oleh kami. Namun, kebebasan yang lebih besar pada demokrasi industrial kami yang baru dapat diserahkan pada kami dalam pertukaran dengan kebebasan yang mereka ambil dari mereka, yang masih nampak. Kami masih merombak tradisi pemerintahan Barat, namun pada saat ini, ini diambil dari feodalisme kami dan lahan terbuka dan memberikan kami dalam pertukaran demokrasi dan toko mesin.
Bahkan sebelum Abdul Hamid II bertakhta, tradisi barat mulai membuat dirinya terasa di kekaisaran lama, karena ini menyatakan bahwa industrialisme barat akan berhasil secara berkelanjutan dalam menghimpun kekuatan semacam itu agar tak ada negara non-industrial yang dapat bertindak menentangnya. Serangkaian gangguan traidisi barat dipicu oleh unsur agama, baik Islam maupun Kristen, sementara perpecahan dalam diri mereka sendiri, tergambar bersama kala terjadi tanpa ancaman. Dunia Islam mendapati kepemimpinan politiknya di Konstantinopel, kepemimpinan cendekiawannya di Kairo dan kepemimpinan yuridikalnya di Makkah, dan ini adalah hal alamiah yang harus mengirim ulang ancaman apapun terhadap Kekaisaran Utsmaniyah lama di garis depan tiga pusat kepemimpinan terbentang. Pada saat yang sama, kenangan reformasi Muslim besar tak dialami dari dunia Krisen dan ini adalah hal alami yang harus mengirim ulang kekuasaan Muslim atas Palestina dan posisi rendah yang ddibutuhkan seturu dengan komunitas Kristen di negara Muslim. Terdapat sejumlah komunitas Kristen di Kekaisaran Utsmaniyah, namun kami harus meyakinkan diri kami sendiri disini untuk menyebut dua dari mereka yang kami soroti secara sangat vital—komunitas Rûm yang meliputi seluruh anggota Gereja Ortodoks berkuasa yang mengakui Patriark Ekumenikal di Konstantinopel, dan komunitas Ermeni atau Gereja Gregorian, sebuah sekte kecil namun bersejarah yang para anggotanya terbatas pada orang-orang Armenia. Kedua komunitas tersebut dikecualikan dari operasi hukum Muslim dan sebagai gantinya tunduk pada hukum Kristen mereka sendiri. Keduanya secara resmi didirikan dan diwakili dalam Pemerintahan Sultan, Patriark Ekumenikal sendiri mewakilkan komunitas Rûm dan komunitas Ermeni, seturut kursi Catholicos-nya yang berada di Trans-Kaukasia, diwakili oleh patriark yang ditunjuk untuk keperluan di Konstantinopel. Komunitas tersebut meliputi sebagian besar Kristen yang bertahan pada reformasi Muslim besar dan secara keseluruhan mereka hidup sangat damai di bawah kekuasaan Muslim. Meskipun tetangga Muslim mereka membentuk kelas pemerintahan, mereka membentuk kelas dagang dan di negara feodal manapun, perdagangan adalah pekerjaan kelas rendah. Selain itu, sosok terhandal mereka seringkali diperalat oleh Sultan dalam pemerintahan negara dan kala mereka diperalat, mereka sangat disuarakan tanpa rujukan pada posisi mereka sebagai pembelot agama, seperti halnya Nonkonformists, Katolik dan Yahudi yang diperalat dalam Pemerintah Inggris tanpa rujukan pada sikap mereka terhadap gereja Inggris.
Melalui Yunani, selaku komunitas Rûm yang terpanggild i barat, tradisi pemerintah barat mula-mula diperkenalkan ke Kekaisaran Utsmaniyah. Mereka memperkenalkannya dalam bentuk menonjolnya, sebuh bentuk yang menjadi dasar negara yang beralih dari agama ke ras. Yunani dari Yunani Lama berhasil memberontak pada 1820’an dan langsung diakui oleh Barat sebagai negara merdeka. Namun, uncur kekhawatiran negara mereka adalah bahwa ini tak berisi tujuan untuk secara beralasan mengamankan ketegangan yang menandai Kekaisaran tersebut. Walau Yunani modern tak memiliki pengalaman dalam pemerintah pembelot, Barat langsung memberikan mereka kendali penuh atas seluruh penduduk mereka tanpa organisasi masyarakat untuk pembelot atau Kapitulasi untukw arga asing. Kami orang Kristen nampak dikarakterisasikan oleh ketidakmampuan tersebut untuk mentoleransi pembelotan. Sesekali, mereka membakar para pembelot di perapian dan kini, walau mereka memenangkan kebebasan beragama untuk diri mereka sendiri di barat, mereka bahkan tak berhasil dalam memandang seluruh agama dan seluruh ras dengan toleransi besar yang menyamarkan Islam.
Pemberontakan Yunani lama mengusik hubungan damai yang timbul antara Sultan dan komunitas Rûm, namun tak sekeras yang dapat diharapkan. Pada waktu itu, pikiran Muslim terganggu, karena niat Barat atas ras mencapai puncaknya di Kekaisaran, tak ada ujung secara harfiah pada sejumlah gangguan yang dapat berdampak. Karena negara tersebut dihuni oleh 18.000.000 Muslim, 5.000.000 Kristen dan sejumlah kepercayaan kecil, kehidupan internal Kekaisaran umumnya damai dan tak terusik, namun jika penduduknya berubah menjadi 9.000.000 Turki, 8.000.000 Arab, 2.000.000 Yunani, 2.000.000 Kurdi, 1.500.000 Armenia, dll, semuanya saling terajut satu sama lain, kemunculan ketegangan bersifat tak terbatas, tak hanya bagi Turki sendiri namun setiap ras di negara tersebut.
Bagi Yunani dari Yunani Lama, Westernisme baru menawarkan kepentingan pengembalian posisi bawahan yang diduduki oleh mereka sejak reformasi Muslim yang telah membersihkan keberadaan Kristen di daratan asalnya, dan kepentingan tersebut dipicu oleh peningkatan kehilangan wilayah yang dialami oleh Kekaisaran Utsmaniyah selama dua abad. Kepentingan yang sama dibuat sendiri dengan cepat terasa di seluruh Barat, sebuah fakta yang memberikan bukti bahwa persatuan Kristen lebih besar ketimbang yang nampak pada permukaan, karena secara jelas tak ada kontras yang lebih besar dalam batas kepercayaan tunggal ketimbang kesenjangan antara upacara Ortodoks yang kaya dan dekade di satu sisi dan kesederhanaan Spartan dari Non-conformisme Inggris dan Protestanisme Amerika di sisi lain.
Namun tantangan yang didapati Yunani secara mendasar mudah untuk melenggang, sejauh dari kemudahan untuk pemerintahan Kekaisaran Muslim untuk menampungnya. Di tempat pertama, mereka membangun Kekaisaran pada spisifikasi hukum Muslim mereka sendiri dan di tempat kedua, ketidaktonjolan harapan apapun yang didapatkan oleh mereka dalam persoalan tersebut, mereka memegang tanggung jawab besar untuk bealahn Islam lain untuk penjagaan keyakinan mereka dari hukum tersebut. Hal tersebut tiba pada suatu waktu kala Kekaisaran tersebut menjadi salah satu dari sangat sedikit negara Muslim yang dapat menafsirkan hukum Muslim secara independen dari tekanan luar, dan Islam dipandang tak pernah dilirik sebelum kepemimpinan politiknya di Konstantinopel dan kepemimpinan yudisialnya di Makkah. Sultan menajdi orang terpercaya yang memuliakan peradaban Timur yang dimiliki Islam. Kekhalifahan yang Selim the Grim secara terang diambil di Kairo pada 1517, kala Islam menjadi kuat, kini pada masa penurunan politik Islam, menjadi pertanggungjawaban besar dan sebenarnya. Posisi tersebut bukanlah hal yang tak diharapkan, karena Muslim India yang meliputi beberapa otak terbaik dalam Islam, telah menunjukkan akomodasi mereka untuk fakta India Britania, bahwa hukum Muslim tak diselaraskan. Namun bagi Muslim, baik di dalam dan tanpa Kekaisaran, tantangan yang telah dikibarkan Yunani Lama, menghasilkan posisi yang nyaris serius sebagaimana yang dapat dibayangkan.
Kekaisaran Utsmaniyah menjadi kokpit arena yang terbentang dari perbukitan Jawa sampai kota-kota Amerika Serikat. Dengan sorotan seluruh dunia terhadapnya, segerombolan Turki Muda di Konstantinopel diam-diam mulai nyaris melakukan cara pengukuan yang mereka dilakukan terhadap diri mereka sendiri, sesuai sejumlah rumus yang harus mengadaptasi Kekaisaran tersebut, bukan pada Westernisme dari yunani lama, namun pada Westernisme yang lebih dewasa nan sehat dari Inggris. Untungnya, fakta bahwa 70.000.000 Muslim India telah menjatuhkan Khalifah Islam di Konstantinopel dan Kaisar India di London dalam kontak langsung.