Manajemen Lalu Lintas/Transit Oriented Development
.Transit oriented development atau disingkat menjadi TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti Busway/BRT, Kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan pejalan kaki/sepeda. Dengan demikian perjalanan/trip akan didominasi dengan menggunakan angkutan umum yang terhubungkan langsung dengan tujuan perjalanan. Tempat perhentian angkutan umum mempunyai kepadatan yang relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir, khususnya parkir sepeda.
Pengembangan TOD sangat maju dan telah menjadi tren dikota-kota besar khususnya di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul di Korea, Hongkong, Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota serta beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropah.
Kaitan TOD dengan angkutan Massal
suntingTOD harus ditempatkan[1]:
- Pada jaringan utama angkutan massal
- Pada koridur jaringan bus/ BRT dengan frekuensi tinggi
- Pada jaringan penmpan bus yang waktu tempuhnya kurang dari 10 menit dari jaringan utama angkutan massal.
Kalau persyaratan diatas tidak dipenuhi oleh suatu kawasan maka perlu diambil langkah untuk menghubungkan dengan angkutan massal, disamping itu yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah frekuensi angkutan umum yang tinggi.
Ciri Tata Ruang TOD
suntingAda beberapa ciri tata ruang campuran yang bisa dicapai dengan mudah cukup berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa ciri penting yang akan terjadi dalam pengembangan TOD[2] yaitu:
- Penggunaan ruang campuran yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, serta fasilitas pendukung,
- Kepadatan penduduk yang tinggi yang ditandai dengan bangunan apartemen, condominium
- Tersedia fasilitas perbelanjaan
- Fasilitas kesehatan,
- Fasilitas pendidikan
- Fasilitas hiburan
- Fasilitas olahraga
- Fasilitas Perbankan
Pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi
suntingKetergantungan terhadap kendaraan pribadi cenderung meningkat di kota-kota besar Indonesia, pilihan moda pribadi telah meningkat menjadi 80 persenan, yang kalau dilihat kembali kondisi tahun 1980an angkanya masih berkisar 50-50 di Jakarta. Hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan penerapan TOD di beberapa kota besar menunjukkan penurunan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, karena adanya pilihan yang cepat, murah dan mudah mencapai tujuan hanya dengan berjalan kaki, menggunakan angkutan umum, Masyarakat tidak perlu repot mencari tempat parkir, membayar biaya parkir yang tinggi, biaya operasi yang tinggi pula.
Penerapan TOD pada projek MRT Jakarta
suntingPada tahun 2015 Jakarta akan memiliki jalur MRT modern pertama yang akan menggunakan pendekatan memaksimalkan pemanfaatan lahan disekitar stasiun untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi. Pemerintah provinsi DKI Jakarta[3] akan mengedepankan konsep pengembangan berorientasi transit atau transit oriented development atau TOD. Terutama dalam pembangunan 12 stasiun KABT tahap pertama dengan rute Lebak Bulus–Dukuh Atas. Namun, klasifikasi 12 stasiun itu masing-masing tetap berbeda.
Dari 12 stasiun itu, lima di antaranya akan dijadikan TOD maksimum, yakni Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh Atas. Kemudian tiga stasiun, yakni Senayan, Istora dan Bendungan Hilir akan dikembangkan dengan pola TOD medium, yakni konsep pengembangan medium. Sedangkan empat stasiun lainnya, yakni Haji Nawi, Blok A, Sisinga Mangaraja dan Setiabudi akan dikembangkan dengan konsep TOD minimum.
Referensi
sunting- ↑ City of San Diego, Transit Oriented Development Design Gidelines, San Diego, 1992
- ↑ Transit-Oriented Development Guidebook, Neighborhood Planning & Zoning Department, City of Austin, 2006
- ↑ 12 Stasiun Bawah Tanah Gunakan Konsep TOD