Permainan Tradisional NTB/Amba Ure-Ure
Permainan Amba Ure-Ure adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Permainan ini dapat ditemukan di Kampung Karang Motong, Desa Motong, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa. Nama permainan ini berasal dari lagu pengiringnya "Amba Ure-Ure". Arti kata pada judul ini tidak jelas, yang dipentingkan kata-kata itu enak didengar dan disyairkan. Permainan ini menirukan tingkah laku kera. Permainan Amba Ure-Ure dimainkan pada saat malam hari. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan, menambah kegembiraan dan mengisi waktu luang. Selain itu, permainan ini dapat melatih anak-anak bergaul dengan teman sebaya.
Sejarah Permainan
suntingPermainan Amba Ure-Ure termasuk jenis permainan anak-anak remaja, khususnya anak laki-laki. Dahulu permainan ini dapat menjadikan pemainnya kerasukan. Dalam permainan, ada seseorang yang berperan sebagai kera dan biasanya mengalami kerasukan. Pemain tersebut akan bertingkah laku seperti kera.
Pemain
suntingPermainan Amba Ure-Ure biasanya dilakukan oleh anak laki-laki remaja saja. Jumlah pemain tidak terbatas dan biasanya dimainkan pada saat mala
m hari. Dalam Permainan ini para pemain bebas berkeliaran dan bersembunyi di seluruh pelosok kampung.
Peralatan Permainan
suntingPermainan Amba Ure-Ure memerlukan peralatan berupa 2 helai "kere" yaitu sarung atau kain tenunan khas Sumbawa yang disebut "Kere Alang". Dua helai sarung tadi digunakan untuk membuat "elong bote" atau ekor kera dan untuk dikibarkan di atas kepala si kera.
Iringan Permainan
suntingPermainan Amba Ure-Ure memiliki iringan permainan yaitu lagu "Amba Ure-Ure" yang syair-syairnya sebagai berikut.
Amba ure - ure
Lonto anging - angin
Baru kembang
La ile la ile
Taniu ai koda
Taniu si bake
Rabana along alung
Nyawa sia anrote
Dadi bote
Anrawi
Dadi Bawi
An halo
Dadi Balo
Keterangan :
Baris 1 sampai dengan 7 hanya sampiran berupa kata-kata mantra yang mempunyai "kekuatan" untuk memberi semangat pada pemain dan tidak mempunyai arti. Sedangkan baris selanjutnya memiliki arti sebagai berikut.
Nyawa sia - nyawa kamu, anrote sampiran.
Dadi Bote = menjadi kera. anrawi = sampiran.
Dadi Bawi = menjadi babi.
An halo = sampiran.
Dadi halo = menjadi buaya.
Aturan Permainan
suntingPermainan Amba Ure-Ure mempunyai aturan yang sangat sederhana yaitu siapa yang dapat terpegang oleh kera dialah yang menggantikan menjadi "Kera". Akan tetapi untuk dapat memegang lawan sangat sukar karena permainan ini dilakukan pada malam hari dan para pemain bebas bersembunyi di sekitar kampung, memanjat pohon dan sebagainya.
Cara Bermain
suntingTerdapat beberapa tahapan dalam permainan Amba Ure-Ure yaitu sebagai berikut.
- Sebelum permainan dimulai, dipersiapkan dua buah kere atau sarung untuk dijadikan ekor kera dan sebagai alat agar kera menjadi kerasukan.
- Penentuan yang akan menjadi kera biasanya dengan cara ditawarkan terlebih dahulu pada para pemain.
- Jika telah diperoleh pemeran kera, barulah permainan dapat dimulai dan pemain lain membuat lingkaran.
- Pemain yang menjadi kera berdiri di tengah lingkaran sambil menggunakan sarung. Tepi sarung bagian belakang dipegang dan diangkat ke atas kemudian dililit-lilit hingga menjadi ekor. Sedangkan pemain lain menyanyikan lagu "Amba Ure-Ure".
- Setelah ekor jadi, pemain kera duduk sambil menutup kedua telinga dengan tangannya.
- Sementara itu, sebuah kere alang yang telah disiapkan dikibaskan di atas kepala si kera oleh dua orang pemain, digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah sambil menyanyikan lagu yang sama.
- Selesai lagu satu, para pemain berlari dan bersembunyi, sedangkan si kera berusaha mengejar dan menyentuhnya.
- Jika ada pemain yang tersentuh, maka ia akan menggantikan si kera.
- Kerasukan roh dapat terjadi pada saat si kera duduk sambil menutup kedua telinganya. Jika benar-benar kesurupan, si kera akan menggigit dan mengejar seperti kera sungguhan.
- Jika terjadi demikian, maka untuk menyembuhkannya harus memanggil seorang dukun yang disebut Sandro.[1]
Referensi
sunting- ↑ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan