Permainan Tradisional NTB/Bale-balean

Permainan Bale-balean adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Permainan ini berkembang di kampung Gubuk Daya, Desa Denggen, Kecamatan Selong, kabupaten Lombok Timur. Nama permainan ini berasal dari kata "bale" yang berarti rumah. Bale-balean berarti rumah-rumahan. Permainan ini berupa permainan rumah-rumahan yang disemarakkan dengan acara penganten-pengantenan. Sehingga di daerah lain ada yang menyebutnya bermain penganten-pengantenan. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan dan menambah kegembiraan.

Permainan Bale-balean

Sejarah Permainan sunting

Permainan Bale-balean merupakan peniruan dari upacara adat perkawinan yang berlaku pada masyarakat suku Sasak di Lombok. Inti permainan adalah menirukan upacara perkawinan yang dimulai sejak Midang sampai arak-arakan pengantin dan diakhiri dengan malam hiburan. Midang adalah suatu adat dimana seorang laki-laki yang menaruh hati pada seseorang, pergi bertandang ke rumah idaman hatinya tersebut. Biasanya dilakukan antara pukul 19.00 - 22.00 malam. Jika diantara keduanya terdapat kesepakatan untuk membina rumah tangga, maka akan berlanjut kepada Marariq. Marariq adalah kawin dengan melarikan gadisnya. Jika mereka telah Merariq dan kedua belah pihak orang tua telah diberi kabar, maka acara akan dilanjutkan dengan akad nikah dan kemudian Begawe atau pesta. Dalam pesta akan dilakukan acara Sorong Sereh yaitu upacara pengesahan perkawinan Merariq dan Nyongkol yaitu upacara arak-arakan pengantin dari rumah pengantin laki-laki ke pengantin perempuan. Tahapan acara tersebut yang ditiru dalam permainan Bale-balean. Terdapat perubahan jenis pakaian dan hiasan yang dipakai sesuai perkembangan jaman.

Pemain sunting

Permainan Bale-balean biasanya dimainkan oleh anak laki-laki dan perempuan dengan umur antara 6-13 tahun. Jumlahnya tidak tertentu, semakin banyak maka akan semakin meriah. Biasanya 20 sampai 40 orang. Peserta permainan dibagi menjadi 4 bagian yaitu seorang anak laki-laki yang menjadi pengantin laki-laki, seorang anak perempuan yang menjadi pengantin perempuan, pengiring dan Sekaha yang berarti penabuh gamelan. Kelompok pengiring jumlahnya tidak terbatas.

Peralatan Permainan sunting

Permainan Bale-balean menggunakan berbagai peralatan yang berupa tiruan. Peralatan dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut.

  1. Peralatan pengantin yang berupa hiasan-hiasan untuk pengantin.
  2. Peralatan pengiring yang terdiri dari bokor, piring-piring atau apa saja yang dipakai untuk menyusun bunga dan makanan dalam acara Begawe. Semua makanan terbuat dari tanah yang dibentuk seperti makanan sesungguhnya seperti cerorot, tariq dan lain sebagainya.
  3. Peralatan gamelan yang terdiri dari segala jenis alat yang bisa berbunyi jika dipukul seperti piring-piring, seng, belek, jerigen, bekas cangkul dan lain sebagainya.

Aturan Permainan sunting

Terdapat beberapa aturan dalam permainan Bale-balean sebagai berikut.

  1. Masing-masing kelompok menentukan pemain yang akan menjadi pengantin dan orang tua. Kemudian membuat perjanjian mengenai pihak mana menjadi pemilik pengantin laki-laki dan pihak mana menjadi pemilik pengantin perempuan.
  2. Kedua kelompok mempersiapkan iring-iringan pengantin, seperti memayas (menghias pengantin), menyiapkan jenis-jenis makanan dan menyiapkan bunyi-bunyian.

Cara Bermain sunting

Terdapat beberapa tahapan dalam permainan Bale-balean yaitu sebagai berikut.

  1. Permainan diawali dengan membagi pemain menjadi dua kelompok.
  2. Masing-masing kelompok mencari kayu, bambu, ranting, daun pisang, kain dan mencari alat-alat yang diperlukan ke rumah orang tuanya. Bahan-bahan tersebut digunakan untuk membuat rumah-rumahan dan perlengkapan arak-arakan pengantin.
  3. Setelah rumah kedua belah pihak selesai, dilanjutkan dengan pembicaraan antara keluarga mengenai rencana mengawinkan anak mereka.
  4. Setelah masing-masing setuju, dilanjutkan dengan persiapan pesta.
  5. Kedua belah pihak menyiapkan bermacam-macam jenis makanan yang dibuat dari tanah dan dibungkus menggunakan daun pisang.
  6. Kedua belah pihak juga menyiapkan bermacam-macam bunga yang ada di sekitar desa, seperti bunga kamboja dan bunga sepatu.
  7. Makanan dan bunga tersebut disusun dengan bagus pada bokor, piring atau kaleng bekas.
  8. Di kedua rumah, pengantin laki-laki dan perempuan tepayas atau dihias, diberi kareng (kain), sapuq (ikat kepala) dan bunga-bunga.
  9. Pemain yang menjadi pengiring ikut berhias karena akan mengiringi pengantin keliling kampung.
  10. Beberapa anak laki-laki menyiapkan gamelan pengiring.
  11. Setelah semua siap, maka arak-arakan dimulai.
  12. Anak-anak perempuan yang sudah selesai berhias, kemudian menjunjung bunga atau makanan yang sudah disiapkan dan berbaris paling depan.
  13. Di belakang barisan, pengantin perempuan ditandu oleh dua orang anak laki-laki yang bertubuh agak besar, kemudian pengantin laki-laki juga ditandu.
  14. Barisan paling belakang adalah gamelan pengiring yang dimainkan oleh anak laki-laki saja. Gamelan ini disebut Gamelan Reramputan (campur-campur serba bekas).
  15. Kemudian barisan berarak-arakan keliling kampung dengan suasana meriah dan bising.
  16. Sesampainya di rumah pengantin perempuan, kedua pengantin diturunkan dari tandu dan disuruh duduk pada sepotong bambu.
  17. Upacara dilanjutkan dengan memandikan pengantin dan hiasan-hiasan dilepas.
  18. Pada upacara ini, di atas kepala kedua pengantin diberi atap kain yang keempat ujungnya dipegang oleh beberapa anak. Kemudian keduanya pura-pura dimandikan.
  19. Gamelan terus berbunyi dan para pengiring berkeliling di tempat memandikan pengantin tersebut. Pada saat pengantin dimandikan, tempo iringan gamelan dipercepat dan bersemangat. Anak-anak yang lain bersorak sorai.
  20. Setelah upacara memandikan pengantin selesai, dilanjutkan dengan acara bergembira ria yang diisi oleh acara bejanggeran. Dalam acara ini, dua orang anak menari gandrung yang diiringi gamelan.
  21. Setelah acara bejanggeran, selesailah permainan ini. Kemudian anak-anak bubar, rumah-rumahan dibongkar dan semua alat yang dipakai dibawa pulang.[1]

Referensi sunting

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan