Permainan Tradisional NTB/Nggalo Wawi
Permainan Nggalo Wawi adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Permainan ini dapat ditemukan di Kampung Banggo Utara, desa Banggo, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. Nama permainan ini berasal dari kata "nggalo wawi" yang berarti berburu babi. Permainan ini diadakan satu kali dalam setahun, biasanya setelah panen padi selesai. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan, menambah kegembiraan dan mengisi waktu luang. Selain itu, permainan ini dapat melatih anak-anak dalam ketangkasan dan ketepatan melemparkan tombak.
Sejarah Permainan
sunting"Nggalo wawi" merupakan kebiasaan masyarakat di Dompu dalam berburu babi. Musuh utama para petani di daerah Dompu dan masyarakat di Pulau Sumbawa umumnya adalah gangguan babi hutan. Oleh karena itu, ada kebiasaan berburu babi hutan untuk mengurangi gangguan binatang tersebut. Selain itu, berfungsi juga sebagai sarana rekreasi dan tanda kegembiraan menjelang panen padi. Kebiasaan ini sudah turun temurun sampai sekarang dilakukan, meskipun sudah semakin jarang.
Pemain
suntingPermainan Nggalo Wawi dilakukan secara berkelompok. Ada 3 kelompok peserta yaitu kelompok jagoan, kelompok pembantu jagoan dan kelompok penonton. Masing-masing kelompok mempunyai tµgas sendiri-sendiri. Kelompok "jagoan" bertugas menjaga babi hutan supaya tidak keluar dari arena. Sedangkan kelompok penonton bertugas menyoraki babi-babi hutan tersbut supaya bertambah ganas. Kelompok "Jagoan dan pembantu jagoan" ini berumur 20 tahun ke atas dengan jumlah 4 - 5 orang. Pembantu-pembantunya cukup banyak, tidak tertentu jumlahnya. Semuanya kaum laki-laki. Sedangkan penonton terdiri dari laki-laki, perempuan, tua-muda besar kecil yang jumlahnya tidak terbatas.
Peralatan Permainan
suntingPermainan Nggalo Wawi menggunakan peralatan yaitu sebagai berikut.
- Dua jenis tombak yaitu "buja" atau tombak biasa dan "kabe" atau tombak yang bermata.
- "Cila" atau parang.
- Anjing pemburu
Aturan Permainan
suntingTerdapat beberapa aturan dalam permainan Nggalo Wawi yaitu sebagai berikut.
- Jago-jago harus dapat membunuh babi-babi hutan tersebut. Boleh dengan tangan kosong, ataupun dengan senjata.
- Cara membunuh yang paling baik adalah jika dapat dilakukan tanpa senjata dengan cara kedua kaki belakang babi hutan dipegang oleh sang jago kemudian ditendang keras-keras dengan kaki.
- Jika memakai senjata tombak, maka tombakan yang baik adalah yang mengenai salah satu ketiak kaki depan.
Cara Bermain
suntingTerdapat beberapa tahapan dalam permainan Nggalo Wawi yaitu sebagai berikut.
- Pada malam hari para jago keluar rumah dan menunggu babi-babi hutan di dekat sawah yang disiapkan untuk arena permainan.
- Sawah yang akan dipakai untuk permainan ini telah dipersiapkan sebelumnya dengan cara memperkuat dan mempertinggi pagar.
- Setelah babi masuk ke dalam arena biasanya 4 - 5 ekor, pintu kemudian ditutup dan dijaga oleh jago-jago tadi sampai saat permainan dilaksanakan keesokan harinya.
- Setelah babi terkurung semalam suntuk di dalam arena permainan yang luasnya lebih kurang 2 - 3 hektar, pada pagi harinya rakyat tua muda, besar kecil berbondong-bondong menuju arena permainan.
- Para penonton bersorak sorai sementara beberapa orang jago mulai masuk ke dalam arena permainan. Jago-jago ini sudah mempunyai pengetahuan matang tentang kebiasaan babi-babi hutan.
- Sebelum turun ke arena biasanya para jago memegang "dumpu rongko roo taa" (puntung rokok dari daun lontar) atau memegang "umpu" (siput). Ini merupakan kepercayaan agar babi tidak bisa membuka mulut.
- Setelah semuanya siap, mereka mulai mengambil ancang-ancang untuk menangkap babi-babi hutan tersebut.
- Jika seorang jago telah dapat menangkap seekor babi hutan dan merasa perlu bantuan ia akan berteriak "roci" yang berarti "cepat datang". Dengan teriakan itu jago-jago yang lain akan datang membantu membunuh babi hutan tersebut.
- Babi yang sudah mati, kemudian dibakar dan diberikan kepada anjing-anjing mereka. Biasanya jago yang cekatan dalam membunuh babi diberikan penghargaan sebagai "punggawa so" yaitu sebagai pengurus pertanian di desa/kampung mereka.
- Setelah semua babi hutan terbunuh, maka selesailah permainan tersebut.[1]
Referensi
sunting- ↑ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan