Permainan Tradisional Betawi/Wak Wak Kung
Sama seperti permainan anak-anak pada umumnya, nama Wak Wak Kung dijumpai terbatas di wilayah Betawi. Di wilayah Sunda, nama permainan ini dikenal dengan Oray-Orayan yang artinya ular-ularan.[1] Akan tetapi, cara bermainnya bisa memiliki kesamaan di daerah lain. Selain cara bermain, syair yang dinyanyikan bisa berbeda. Idealnya, permainan ini dimainkan oleh anak usia 6 sampai 12 tahun dengan jumlah pemain bisa sampai 20 orang.[2] Nama Wak Wak Kung sendiri populer secara terbatas di wilayah Betawi, biasanya permainan ini dikenal dengan nama Ular Naga. Sebutan ular naga karena para pemainnya harus ada dalam jumlah kelompok anak yang berbaris secara memanjang sehingga menyerupai ular naga. Semakin banyak anggota kelompok, semakin ramai dan menambah durasi permainan karena akan ada banyak anak yang terjebak ketika sebuah syair berhenti.[3] Wak Wak Kung juga dikenal dengan istilah Ulabalang[4] di wilayah lain, atau Oray-Orayan di daerah Sunda.[5] Biasanya peserta dari permainan ini anak-anak usia 6 hingga 12 tahunan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan mencapai 20 orang karena semakin banyak peserta, semakin ramai. Apabila jumlah pesertanya banyak maka ruang terbuka yang digunakan juga semakin luas. Oleh karena itu, permainan Wak Wak Kung seringkali dimainkan di lapangan terbuka. Permainan ini punya ciri khas nyanyian yang dimainkan dengan lincah seiring nadanya naik turun mengitari dan memasuki lorong, pemain masuk dan menyanyikan syair populer di kalangan anak-anak.
Cara bermain
suntingTerdapat dua pihak yang terbagi tugasnya, antara menjadi penjaga gerbang dan peserta yang seolah-olah masuk ke dalam terowongan. Pihak yang bertugas menjaga gerbang terdiri dari dua orang yang saling berhadapan lalu berpegangan kedua tangan untuk membentuk semacam gerbang kerucut arah ke atas. Kemudian, anggota lainnya membentuk baris sejajar biasanya diurutkan berdasarkan ketinggian. Anak yang badannya cenderung pendek diposisikan di depan, begitu seterusnya semakin tinggi semakin ke belakang. Posisi tersebut berfungsi menyesuaikan penjaga gerbang agar semakin menaikkan kedua tangan dan menjaga keseimbangan selama permainan berlangsung.[6]
Setelah terowongan berhasil dibentuk oleh penjaga gerbang maka bergiliran peserta memasuki terowongan tadi sambil bernyanyi riang. Perlu diingat bahwa penjaga gerbang biasanya merupakan dua anak paling tinggi di antara teman lainnya. Ada sebutan khusus bagi dua anak penjaga gerbang, yakni induk ayam di mana peserta lain yang melewati terowongan kemudian disebut anak ayam. Sebutan tersebut bervariasi, bisa juga bulan dan matahari atau istilah lain yang lebih cocok sesuai daerahnya. Pelan-pelan, peserta yang berbaris melewati terowongan menyanyikan syair, untuk Wak Wak Kung syairnya bisa divariasikan berdasarkan di bawah ini:[7]
Wak wak gung nasinya nasi jagung
Lalapnya lalap kangkung
Pit alaipit kuda lari kejepit
Kosong kosong kosong isi isi isi isi…
Di daerah lain, seperti Jawa Barat syairnya berbeda sesuai Bahasa Sunda, tetapi cara bermainnya relatif sama, contoh syairnya seperti:[1]
Oray orayan
Luar leor mapay sawah
Tong ka sawah
Parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
Laur leor mapay leuwi
Tang ka leuwi
Di leuwi loba nu mandi
Oray-orayan
Oray naon, orya bungka, bungka naon, bungka laut
Laut naon, laut dipa, dipa naon, dipandeuriii…[8]
Anak-anak bernyanyi sampai lagu berakhir, anak yang berada tepat di terowongan saat lagu berakhir akan ditanya seperti "kamu mau bintang bulan berapa?" sampai kedua timnya sepakat untuk mengambil tim yang kalah. Tim kalah akan dijadikan ayam, sedangkan tim menang dijadikan elang atau burung yang dianggap lebih baik kedudukannya dari ayam dalam dunia binatang.[9] Pada saat syair sudah habis, secara spontan tangan penjaga gerbang akan memerangkap peserta yang terjebak di kala nyanyian berhenti. Setelahnya, para penjaga akan bertanya untuk memberikan pilihan seperti apakah akan memilih bulan atau matahari?
Peserta yang terjebak misalnya memilih bulan dan berlanjut pindah ke barisan paling belakang sebagai hukuman karena terjebak tadi. Begitu seterusnya sampai akan terbentuk dua kelompok. Mereka akan berdiri sejajar kemudian berpegangan satu tangan. Tangan penjaga lain akan saling menahan, hingga terbentuklah barisan seperti saat akan bermain tarik tambang. Kedua kelompok akan berdiri berhadapan dan tarik-menarik hingga saatnya akan ada yang melewati baris penentuan. Kelompok yang bisa menarik lawan merupakan pemenangnya, dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan ini punya tujuan edukasi, yakni menjaga sportivitas antar kelompok. Selain itu, ada nilai pertemanan, kerjasama, hingga perlindungan antar anggota kelompok.[10]
Daftar Rujukan
sunting- ↑ 1,0 1,1 http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/oray-orayan-permainan-tradisional-masyarakat-sunda-yang-tak-lekang-oleh-waktu/
- ↑ https://dinaskebudayaan.jakarta.go.id/news_web/detailnews/mengenali-permainan-tradisional-khas-anak-anak-betawi
- ↑ https://kaltim.tribunnews.com/2022/11/06/kunci-jawaban-bahasa-indonesia-kelas-1-sd-kurikulum-merdeka-halaman-9-bermain-ular-naga?page=2
- ↑ https://jakarta.suara.com/read/2021/06/18/083000/10-permainan-anak-betawi-asli-sudah-langka-dan-jarang-ditemui-di-jakarta?page=all
- ↑ http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/oray-orayan-permainan-tradisional-masyarakat-sunda-yang-tak-lekang-oleh-waktu/
- ↑ https://regional.kompas.com/read/2022/07/21/213359278/daftar-permainan-tradisional-dari-37-provinsi-di-indonesia?page=all
- ↑ https://liriklaguindonesia.net/wak-wak-gung.htm
- ↑ https://cerdikindonesia.pikiran-rakyat.com/edukasi/pr-862519322/lagu-daerah-oray-orayan-asal-jawa-barat-lirik-arti-dan-makna
- ↑ https://jakarta.suara.com/read/2021/06/18/083000/10-permainan-anak-betawi-asli-sudah-langka-dan-jarang-ditemui-di-jakarta?page=all
- ↑ https://dinaskebudayaan.jakarta.go.id/news_web/detailnews/mengenali-permainan-tradisional-khas-anak-anak-betawi