Permainan Tradisional Sunda

Permainan tradisional sudah menjadi bagian dari peradaban manusia sejak zaman dahulu, baik sebagai sarana hiburan maupun sosialisasi bagi para pemainnya. Permainan-permainan ini diajarkan dari generasi ke generasi sebagai salah satu bentuk kebudayaan. Hal ini dibuktikan oleh permainan tertua yang ditemukan oleh Sir Leonard Wooley ketika melakukan penggalian makam di kota kuno Ur. Kota tersebut terletak di Mesopotamia yang sekarang disebut Iraq. Permainan yang ditemukan berupa sebuah permainan papan bernama The Royal Game of Ur (Permainan Kerajaan Ur).[1] Sekarang papan permainan tersebut berada di British Museum di kota London.

Begitu pun dengan orang Sunda yang memiliki beragam permainan tradisional yang lekat dengan kebudayaan Sunda. Permainan tertua dari budaya Sunda yang terdokumentasi adalah Abang-abangan, Babakutrakan, Bangbarongan, Ceta maceuh, Ceta nirus, Munikeun Lembur, Neureuy Panca, Ngadu lesung, Ngadu nini, Tatapukan, dan Ubang-ubangan. Orang yang mahir atau ahli tentang permainan disebut hempul. Permainan tersebut terdapat didalam teks Sanghyang Siksa Kandang Karesian.[2] Salah satu teks tertua yang bercerita tentang bagaimana seseorang harus menjalankan hidupnya, baik secara pribadi maupun bermasyarakat di daerah Sunda.

Anak-anak sedang bermain

Selain bermanfaat bagi perkembangan sosial para pemainnya khususnya anak-anak, permainan tradisional juga memiliki banyak manfaat dalam segi edukasi. Baik dalam edukasi bahasa, ketangkasan fisik maupun pendidikan moral.[3] Sayangnya dengan kemajuan zaman yang begitu pesat, keberadaan permainan tradisional mulai terancam punah.[4] Banyak faktor yang mendukung kepunahan permainan tradisional, mulai dari ketiadaan lahan, waktu maupun kesempatan untuk bermain. Ditambah lagi kemunculan permainan digital yang semakin membuat permainan tradisional sepi peminat. Oleh karena itu buku katalog permainan ini dibuat untuk melestarikan permainan tradisional Sunda. Baik permainan yang menggunakan alat atau pun permainan yang tanpa alat. Sehingga walau pun sudah jarang orang yang memainkannya, permainan-permainan tradisional tersebut dapat terdokumentasikan dengan baik dan menjadi sebuah bukti kebudayaan yang tersimpan untuk generasi yang akan datang.

Budaya Sunda

sunting

Sunda merupakan suku kedua terbesar di Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari 36 juta jiwa[5] dan sejarah lebih dari 1000 tahun.[6] Suku Sunda kebanyakan bertempat di sebelah Barat pulau Jawa. Dengan jumlah populasi yang banyak dan wilayah yang luas, banyak pula kebudayaan yang tercipta di masyarakat. Ada yang sengaja diciptakan oleh para seniman Sunda maupun yang terserap dari luar budaya Sunda. Salah satu permainan tradisional yang asli dari Sunda adalah permainan cingciripit yang tidak memiliki kesamaan di kebudayaan yang lain. Sedangkan contoh permainan serapan dari budaya lain adalah slepdur atau nanagaan.[7] Permainan tersebut diduga berasal dari Belanda yang dibawa oleh para pelayar Belanda ke pulau Jawa.[8]

Di sunda lagu slep dur memiliki lirik seperti berikut


Slep dur, slep dur

Dilas dipan dipan debur

Kahijina kaduana

Katiluna kaopatna

Kalimana kagenepna

Katujuhna nu pandeuri[7][9]


Dalam budaya Belanda liriknya seperti berikut


Sluip Door, Sluip Door,

Driemaal, Driemaal, Onderdoor,

De Laatste Wordt Gevangen![7]


Artinya:


Lewat mengendap-endap, lewat mengendap-endap,

tiga kali, tiga kali, Lewat Bawah,

yang terakhir akan ditangkap![7]


Kejadian tersebut sesuai dengan peribahasa Sunda yaitu Someah hade ka semah yang artinya ramah kepada tamu, sehingga memungkinkan terjadinya akulturasi budaya antara Sunda dan budaya lainnya.

Jenis-jenis Permainan

sunting
  1. Ambil - Ambilan
  2. Anjang - Anjangan
  3. Ayang Ayang Gung
  4. Cing cangkeling
  5. Cing Ciripit
  6. Endog - Endogan
  7. Jajangkungan
  8. Kolecer
  9. Ngadu Muncang
  10. Oray orayan
  11. Paciwit - Ciwit Lutung
  12. Perepet Jengkol
  13. Sasalimpetan
  14. Slep Dur
  15. Sorodot Gaplok
  16. Suten
  17. Ucing Sumput
  18. Ucing - Ucingan
  19. Uncang - Uncang Anggé

Referensi

sunting
  1. Soubeyrand, C. (2000). The Royal Game of Ur. (The Game Cabinet) Diakses pada 13 Februari 2023, dari http://www.gamecabinet.com/history/Ur.html
  2. Nurwansah, I. (2019). Siksa Kandang Karesian: Teks dan Terjemahan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
  3. Pratiwi, R. (2023). 10 Manfaat Permainan Tradisional untuk Tumbuh Kembang Anak. (Hello Sehat) Diakses pada 30 April 2023, dari https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembangan-anak/manfaat-permainan-tradisional/
  4. Panjaitan, E. U. (2007) 70% Permainan Tradisional Sunda Hilang. (Oke News) Diakses pada 30 April 2023, dari https://news.okezone.com/read/2007/12/09/1/66884/70-permainan-tradisional-sunda-hilang
  5. Na'im, A., & Saputra, H. (2012). Kewarganegaraan Suku Bangsa Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Indonesia.
  6. Pusponegoro, M. J., Notosusanto, N., Soejono, & Leirissa, R. Z. (2008). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  7. 7,0 7,1 7,2 7,3 Garut, D. P. (2020). Permainan Sasalimpetan/ slep dur. (Portal Pesona Garut) Diakses pada 13 Februari 2023, dari https://visitgarut.garutkab.go.id/permainan-sasalimpetan-slep-dur/
  8. Borch, H. t. (1650). Kinderen spelen het spel Kruip door sluip door, Harmen ter Borch, 1650. (Rijksmuseum) Diakses pada 13 Februari 2023, dari https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/RP-T-1887-A-903
  9. Sunaryo dkk. (2020). Gerak Relationship pada Permainan Tradisional Anak Sunda sebagai Sumber Penciptaan Komposisi Tari Anak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 1076-1086. Diakses pada 30 April 2023, dari   https://www.researchgate.net/publication/340909809_Gerak_Relationship_Pada_Permainan_Anak_Sunda_Sebagai_Sumber_Penciptaan_Komposisi_Tari_Anak