Daftar bahasa di Kepulauan Nusa Tenggara

Di Provinsi Bali

sunting

Bahasa Bali merupakan bahasa yang berasal dari Pulau Bali. Selain itu, bahasa Bali juga tersebar di beberapa wilayah lain, misalnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Tenggara. Bahasa Bali juga dituturkan di Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya Desa Basarang Jaya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas. Bahasa Bali yang ada di Kalimantan Tengah merupakan bahasa para penduduk transmigran yang berasal dari Pulau Bali. Bahasa Bali terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Bali Aga atau Bali Mula yang dituturkan oleh penduduk Bali di daerah dataran tinggi di Bali dan (2) dialek Bali Dataran yang dituturkan oleh penduduk yang pada umumnya berdiam di daerah dataran rendah di Bali.

Wilayah sebaran geografis dialek Bali Aga meliputi Kabupaten Karangasem, yaitu di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis dan Desa Seraya, Kecamatan Karangasem; Kabupaten Bangli, yaitu di Desa Terunyan dan Kecamatan Kintamani; Kabupaten Klungkung, yaitu di Desa Klumpu, Kecamatan Nusa Penida; Kabupaten Badung bagian utara, yaitu di Kecamatan Ketihingandan Petang; Kabupaten Tabanan, yaitu di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel; Kabupaten Buleleng, yaitu di Desa Sepang, Kecamatan Busung Biu; Kabupaten Jembrana, yaitu di Desa Nusasari, Kecamatan Melaya.

Dialek Bali Dataran menyebar di beberapa wilayah kabupaten di Pulau Bali meliputi Kabupaten Klungkung, yaitu di Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkang; Kabupaten Jembrana, yaitu Desa Pengragoan, Kecamatan Pekutatan; Kabupaten Tabanan, yaitu di Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur dan Desa Luwus, Kecamatan Baturiti; Kabupaten Badung, yaitu di Desa Baha, Kecamatan Mengwi dan Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan; Kota Denpasar yaitu di Kampung Kepoan, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan; Kabupaten Gianyar, yaitu di Desa Pupuan, Kecamatan Tegalalang dan Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh; Kabupaten Klungkung, yaitu di Kampung Toyapakeh, Kecamatan Nusa Penida dan Kampung Gelgel, Kecamatan Klungkung; Kabupaten Karangasem, yaitu di Desa Bebandem dan Kampung Kecicang Muslim, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebanden serta Desa Tianyar, Kecamatan Kubu; Kabupaten Bangli, yaitu di Desa Jehem, Kecamatan Tembuku; Kabupaten Buleleng, yaitu di Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, dan Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, Persentase perbedaan kedua dialek tersebut 60%. Isolek Bali di Pulau Bali mempunyai persentase perbedaan sebesar 71,75% (beda dialek) jika dibandingkan dengan bahasa Bali di Nusa Tenggara Baratyang merupakan bahasa yang sama; jika dibandingkan dengan bahasa Bali di Jawa Timur memiliki persentase perbedaan sebesar 69,5% (beda dialek); jika dibandingkan bahasa Bali di Lampung memiliki persentase perbedaan sebesar 77,5% (beda dialek); dan jika dibandingkan bahasa Bali di Sulawesi Tenggara persentase perbedaannya sebesar 76,75% (beda dialek).

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat

sunting

Di Provinsi NTB penutur bahasa Bali tersebar di dua pulau besar, yaitu di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Penutur bahasa Bali di Pulau Lombok dapat dijumpai di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, dan Kota Mataram. Di Lombok Barat bahasa Bali tersebar di Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari; Desa Narmada, Kecamatan Narmada; Desa Pelangan, Kecamatan Sekotong; Kelurahan Gerung Utara, Dusun Rincung, Desa Banyu Urip, Dusun Rincung, Desa Tempos, Kecamatan Gerung; dan Dusun Lamper, Desa Jagaraga, Kecamatan Kuripan.

Sementara itu, di Kabupaten Lombok Utara bahasa Bali tersebar di Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung serta Desa Pemenang Timur dan Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang. Sementara itu, di Kota Mataram bahasa Bali tersebar di Kelurahan Pagutan, Pagesangan, Kecamatan Mataram; Cakranegara Utara, Cakranegara Barat, dan Lingkungan Karang Tapen, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, dan Desa Babakan, Kecamatan Sandubaya.

Masyarakat penutur bahasa Bali di Pulau Sumbawa tersebar di Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Dompu. Di Kabupaten Sumbawa, bahasa Bali tersebar di Desa Sepayung, Kecamatan Plampang; Desa Uma Sima dan Desa Rhee, Kecamatan Sumbawa; Dusun Mekar Sari, Desa Batu Rotok, Kecamatan Batu Lanteh; serta Desa Lunyuk Rea dan Lunyuk Ode, Kecamatan Lunyuk.

Sementara itu, di Kabupetan Sumbawa Barat bahasa Balidigunakan di Desa Kokarlian, Kecamatan Poto Tano. Di Kabupaten Dompu, bahasa Bali tersebar di Desa Taropo, Kecamatan Kilo; Songgaja, Kecamatan Kempo; Banggo, Kecamatan Manggalewa; dan Kelurahan Simpasai, Kecamatan Woja.

Bahasa Bali di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat terdiri atas empat dialek, yaitu dialek Mekarsari, dialek Uma Sima, dialek Rhee, dan dialek Kokarlian, sedangkan bahasa Bali di Kabupaten Dompu juga terdiri atas empat dialek, yaitu dialek Taropo, dialek Songgaja, dialek Mada Jumba, dan dialek Simpasai.

Di Pulau Lombok bahasa Bali berdampingan dengan bahasa Sasak, sedangkan di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat bahasa Bali berdampingan dengan bahasa Sumbawa dan bahasa Bima di Kabupaten Dompu.

Selain terdapat di Provinsi Bali dan NTB, bahasa Bali juga dituturkan di Provinsi Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, antara bahasa Bali yang terdapat di Provinsi Bali dan bahasa Bali yang terdapat di Provinsi NTB, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah semuanya dinyatakan sebagai bahasa yang sama dengan persentase perbedaan berkisar antara 71,75%--80% (beda dialek).

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri bahasa Bali merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan bahasa Sasak.

Di Provinsi Lampung

sunting

Bahasa Bali yang berada di Provinsi Lampung dituturkan di Desa Rama Murti, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah dan Desa Bali Sadar Utara, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Bali merupakan sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung dan Basemah. Bahasa Bali yang berada di Provinsi Lampung ini merupakan bahasa yang sama dengan bahasa Bali yang berada di Provinsi Bali sebagai bahasa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 77,5% sehingga berbeda dialek.

Di Provinsi Kalimantan Tengah

sunting

Bahasa Bali dituturkan oleh masyarakat di Desa Basarang Jaya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Bahasa Bali bukan bahasa daerah Kalimantan Tengah, tetapi bahasa suku Bali yang bertransmigrasi dari wilayah Bali.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Bali merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 88,05--96% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Misalnya, bahasa Bali dengan bahasa Katingan 88,05%, bahasa Bali dengan bahasa Dayak Ngaju 93,75%, dan bahasa Bali dengan bahasa Waringin 96%.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara

sunting

Bahasa Bali merupakan bahasa yang bertanah asal di Pulau Bali. Bahasa Bali juga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Telutu Jaya, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain di Kabupaten Konawe Selatan, penutur bahasa Bali juga terdapat di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Muna. Di Kabupaten Konawe Selatan bahasa Bali berdampingan dengan bahasa lokal, yaitu bahasa Tolaki dan bahasa pendatang lain, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, bahasa Bali yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara (Desa Telutu Jaya) dan bahasa Bali yang berada di Pulau Bali merupakan dialek dari bahasa yang sama dengan persentase perbedaan sebesar 76,75%. Sementara itu, isolek Bali merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa yang ada di Sulawesi Tenggara.

Bahasa Bima (Mbojo) dituturkan oleh etnik Bima (Mbojo) yang mendiami wilayah Kabupaten Bima, termasuk Kota Bima, dan Kabupaten Dompu di Pulau Sumbawa sebelah timur, Provinsi NTB. Selain tersebar di tanah asalnya, Bahasa Bima juga tersebar di beberapa wilayah lain di Provinsi NTB, seperti di Kabupaten Sumbawa dan Pulau Lombok. Bahasa Bima juga dituturkan di Provinsi NTT (Reo dan Pota, Manggarai).

Sebaran Bahasa Bima terdapat di Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, dapat dikatakan bahwa Bahasa Bima terdiri atas empat dialek, yaitu

  1. Dialek Serasuba dituturkan di Kecamatan Rasanae Barat, Kecamatan Rasanae Timur, Desa Kanca, Desa Ncandi, Desa Risa, Desa Ntonggu, Desa Laju, Desa Sambori, Desa Sari, Desa Sangiang, dan Desa Renda (Kabupaten Bima); Desa Karamabura, Desa Adu, Desa Bara, Desa Riwo, Desa Soro, Desa Mbuju, Desa Soriutu, Desa Pekat, Desa O'o, dan Desa Kandai II (Kabupaten Dompu).
  2. Dialek Wawo dituturkan di daerah Sambori dan Tarlawi (Kabupaten Bima).
  3. Dialek Kolo dituturkan di Desa Kolo (Kabupaten Bima), sedasngkan.
  4. Dialek Kore dituturkan di daerah Taloko (Kabupaten Bima).

Persentase antarempat dialek tersebut berkisar antara 51%--55%. Secara umum daerah tersebut berbatasan dengan daerah sebaran Bahasa Bima yang lain. Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bima (Mbojo) merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan Bahasa Sumbawa (Samawa) dan Bahasa Sasak.

Bahasa Tionghoa Ampenan yang ada di Provinsi NTB dituturkan oleh masyarakat yang berada di |Kampung Pecinan, Kelurahan Ampenan Tengah.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Tionghoa Ampenan merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan Bahasa Sasak, Bahasa Sumbawa (Samawa), dan Bahasa Bima (Mbojo). Isolek Tionghoa Ampenan juga merupakan bahasa yang berbeda dengan Bahasa Tionghoa DKI Jakarta dengan persentase perbedaan sebesar 88,75%.

Bahasa Sumbawa dituturkan oleh masyarakat yang berada di Pulau Sumbawa bagian barat, mulai dari Kecamatan Plampang sampai Desa Tongo di ujung paling barat Pulau Sumbawa. Bahasa itu terdiri atas empat dialek, yaitu sebagai berikut.

  1. Dialek Sumbawa Besar terbentang dari barat ke timur (Kabupaten Sumbawa Besar), mulai dari Desa Seran hingga Desa Banda, kecuali di Desa Emang Lestari, Kecamatan Lunyuk dan Desa Lebangkar, Kecamatan Ropang.
  2. Dialek Taliwang dituturkan di Desa Banjar, Mura, Seminar Salit, Meraran, Air Suning, dan Mantar.
  3. Dialek Jereweh dituturkan di Kecamatan Jereweh dan Desa Labuhan Lalar.
  4. Dialek Tongo dituturkan di lima daerah pengamatan, yaitu di Dusun Karang Nangka Lanung (Singa), Desa Benete, Desa Tatar, Desa Tongo, Desa Emang Lestari, dan Desa Lebangkar.

Dialek Sumbawa Besar merupakan dialek standar. Selain digunakan di pusat kekuasaan (ibu kota kabupaten), sebelum Kabupaten Sumbawa Barat dibentuk, dialek Sumba Besar digunakan juga dalam media massa, baik cetak maupun elektronik serta dalam dunia kesenian dan kesastraan, seperti cerita rakyat dan musik tradisional. Penutur dialek tersebut merupakan penutur mayoritas jika dibandingkan dengan ketiga dialek yang lain.

Persentase perbedaan antarempat dialek tersebut berkisar antara 65%--80%. Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, Bahasa Sumbawa merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan Bahasa Sasak dan Bahasa Bima.

Selain berdasarkan penghitungan dialektometri, keempat dialek tersebut juga didukung oleh data secara kualitatif. Data kualitatif yang dimaksud dalam hal ini berupa realisasi vokal tinggi /i/ pada posisi silabel ultimat yang berakhir konsonan bukan dorsovelar, kecuali glotal dan bilabial. Vokal tinggi /i/ dalam hal ini direalisasikan sebagai [I] oleh penutur Bahasa Sumbawa dialek Sumbawa Besar, vokal [i] oleh penutur Bahasa Sumbawa dialek Jereweh, vokal [ì] oleh penutur Bahasa Sumbawa dialek Taliwang, dan vokal [¶] oleh penutur Bahasa Sumbawa dialek Tongo. Dengan demikian, secara linguistis dialek-dialek tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai dialek [I], [i], [ì], dan [¶].

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat

sunting

Tanah asal bahasa Sasak berada di Pulau Lombok. Dari segi kualitatif, berdasarkan ciri-ciri kesamaan linguistik yang berupa inovasi dan retensi bersama, secara fonologis bahasa Sasak memiliki empat variasi dialek, yaitu dialek [a-a], [a-â], [â-â], dan [a-o]. Hal itu terbukti dari adanya bentuk seperti mata, matâ, mâtâ, mato 'mata'; apa, apâ, âpâ, apo 'apa'. (1) Dialek [a-a] menyebar di daerah Pegunungan Sembalun, Bayan, Tanjung sampai ke Pringgasela, dari Sokong sampai ke Tebango dan sebagian di Lombok Timur, misalnya, Suralaga, Dasan Borok. (2) Dialek [a-â] menyebar dari barat ke timur Pulau Lombok; dari Tanjung sampai ke Pringgasela, dan merupakan dialek yang penuturnya mayoritas jika dibandingkan dengan ketiga dialek yang lain (dialek itu merupakan dialek standar karena di samping digunakan di pusat kekuasaan/ibu kota provinsi, sebaran geografisnya yang luas, jumlah penuturnya yang lebih besar juga digunakan dalam media massa cetak dan elektronik). (3) Dialek [â-â] tersebar pada sebagian kecil wilayah Lombok Barat: Bajur; Lombok Tengah dan Timur, misalnya di Desa Selaparang, Pengadang, Langko, Pohgading. (4) Dialek [a-o] tersebar di wilayah Lombok Tengah: Aik Bukaq, Bujak, Peresak.

Pembagian atas empat ciri fonologis itu dapat menjelaskan secara historis tentang interaksi penutur asli Sasak (dialek a-a) dengan penutur bahasa lain. Misalnya, interaksi dengan penutur bahasa Jawa yang ditandai oleh varian fonologis [a-o] dan interaksi dengan penutur bahasa Bali yang ditandai oleh varian [a-â], [â-â].

Di samping varian geografis, bahasa itu juga mengenal varian sosial, yaitu bentuk halus dan biasa. Keberadaan varian itu juga terkait dengan interaksi antara penutur bahasa Sasak dan penutur bahasa Jawa dan Bali. Selain di Pulau Lombok bahasa Sasak juga memiliki sebaran di beberapa wilayah Indonesia yang lain, misalnya di Bali, Sulawesi Tenggara, dan Lampung. Secara kuantitatif (berdasarkan penghitungan dialektometri), bahasa Sasak di Lombok dengan bahasa Sasak di Bali merupakan bahasa yang berbeda karena persentase perbedaannya sebesar 87,5%; Sementara itu, bahasa Sasak di Lombok dengan bahasa Sasak di Sulawesi Tenggara dan Lampung merupakan dialek yang berbeda dari bahasa yang sama karena persentase perbedaannya di bawah 80%.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, bahasa Sasak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan bahasa Sumbawa (Samawa) dan bahasa Bima (Mbojo).

Di Provinsi Bali

sunting

Bahasa Sasak merupakan bahasa yang berasal dari Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bahasa Sasak hidup dan berkembang pula di daerah lain, termasuk di Provinsi Bali, yaitu di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem dan di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Grokgak, Kabupaten Singaraja.

Bahasa Sasak Bali terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Bukit Tabuan yang dituturkan di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, dan (2) dialek Celukan Bawang yang dituturkan di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Grokgak, Kabupaten Singaraja.

Persentase kedua dialek tersebut di atas 51%. Bahasa Sasak Bali merupakan bahasa tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa lainnya, misalnya bahasa Bali yang ada di Provinsi Bali dengan persentase perbedaan berkisar antara 81--100%.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem juga terdapat 26 kampung Sasak yang tersebar di tiga wilayah desa (perbekelan), yaitu Desa Tumbu, Desa Subagan (Kampung Kecicang Muslim), dan Desa Kota. Masyarakat di Kampung Sasak di Desa Subagan menggunakan bahasa Bali, sedangkan masyarakat di desa Tumbu menggunakan bahasa Sasak Bali yang sama dengan Desa Tianyar. Hal itu disebabkan oleh lokasi Desa Tianyar dan Kampung Sasak lainnya berada di wilayah perkotaan dengan mayoritas penutur bahasa Bali sehingga tingkat interaksi komunikasi antara masyarakat Sasak dan Bali sangat sering. Dengan demikian, bahasa Sasak di Desa Subagan terpengaruh menjadi oleh bahasa Bali yang berada di sekitarnya.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, bahasa Sasak di Pulau Lombok dan di Pulau Bali adalah bahasa yang berbeda dengan persentase perbedaan sebesar 87,5% sehingga beda bahasa.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara

sunting

Bahasa Sasak merupakan bahasa yang bertanah asal di Pulau Lombok. Di Provinsi Sulawesi Tenggara bahasa Sasak dituturkan di daerah-daerah transmigran, yaitu di Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Muna. Menurut pengakuan penduduk bahasa Sasak di Kabupaten Buton berdampingan dengan beberapa bahasa lokal, yaitu berdampingandengan bahasa Lasalimu Kamaru, Cia-Cia, dan Muna.

Hasil penghitungan dialektometri yang membandingkan bahasa Sasak di Pulau Lombok dengan bahasa Sasak di Sulawesi Tenggara (Desa Ambuau Indah, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton) menunjukkan adanya satu bahasa yang sama dan dialek berbeda dengan persentase perbedaan sebesar 78%. Sementara itu, isolek Sasak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Lasalimu-Kamaru dan bahasa Muna.

Bahasa Abui (Aboa) dituturkan di Desa Dede Kadu, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, masyarakat di sebelah timur dan selatan Desa Dede Kadu merupakan penutur Bahasa Kolon. Sementara itu, di sebelah barat dan utara Desa Dede Kadu merupakan penutur Bahasa Abui.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Abui (Aboa) merupakan bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Alor, Bahasa Adang, Bahasa Anakalang, dan Bahasa Lamboya.

Dalam publikasi 2008 (edisi pertama), Bahasa Abui disebut dengan Bahasa Aboa (Habolot). Penetapan nama Bahasa Abui didasarkan pada beberapa referensi yang menggunakan nama Abui sesuai dengan nama suku.

Bahasa Adang dituturkan di Desa Lenang, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, Bahasa Adang dituturkan juga oleh masyarakat di sebelah timur, barat, dan selatan Desa Lenang.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Adang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 98%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Abui, Bahasa Adang, Bahasa Anakalang, dan Bahasa Gaura.

Bahasa Alor dituturkan di Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Alor terdiri atas tiga dialek, yaitu

  1. dialek Nlauta yang dituturkan di Desa Mauta, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor;
  2. dialek Tubbe yang dituturkan di Desa Tude, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor; dan
  3. dialek Lamma yang dituturkan di Desa Kalondama, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan isolek Nlauta dengan Tubbe sebesar 59,11%, Nlauta dengan Lamma sebesar 71,11%), serta Tubbe dengan Lamma sebesar 70,06%. Sementara itu, isolek Alor merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Adang, Bahasa Abui, Bahasa Batu, Bahasa Deing, dan Bahasa Dulolong.

Bahasa Anakalang ialah bahasa yang dituturkan di Kecamatan Katiku Tana dan Walakaka, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT. Bahasa Anakalang terdiri atas tiga dialek, yaitu

  1. dialek Kabela Wuntu yang dituturkan di Desa Kabela Wuntu, Kecamatan Katiku Tana;
  2. dialek Lenang yang dituturkan di Desa Lenang, Kecamatan Katiku Tana; dan
  3. dialek Prai Bakul yang dituturkan di Desa Prai Bakul.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 67,75--75,44%, yaitudialek Kabela Wuntu dengan Lenang sebesar 72,40%, dialek Kabela Wuntu dengan Prai Bakul sebesar 67,75%, serta dialek Lenang dengan Prai Bakul sebesar 75,44%. Sementara itu, isolek Anakalang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Gaura dan

Bahasa Bajo Delang dituturkan di dusun Delang, Desa Tiwatobi, Kecamatan Ile Mandiri, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT. Bahasa Bajo Delang secara khusus dituturkan oleh masyarakat etnik Bajo yang merupakan penduduk minoritas, di samping etnik Lamaholot yang mayoritas. Masyarakat Bajo tersebut mendiami wilayah pantai. Penutur Bahasa Bajo Delang berjumlah 248 orang yang didominasi oleh penduduk berusia di atas 40 tahun. Bahasa Bajo Delang tidak dituturkan di daerah lain. Di sebelah Timur Desa Tiwatobi, yaitu Desa Weri, penduduknya menuturkan Bahasa Melayu dialek Nagi, sedangkan di sebelah barat dan utara Desa Tiwatobi penduduknya menuturkan Bahasa Lamaholot.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bajo Delang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan Bahasa Lamaholot, Bahasa Melayu Nagi, dan Bahasa Sikka dialek Krowin (Krowe, Klowe).

Bahasa Batu dituturkan di Desa Batu, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah barat Desa Batu dituturkan Bahasa Teiwa, di sebelah utara dituturkan Bahasa Alor, dan di sebelah selatan dituturkan Bahasa Kaera.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Batu merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 90%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di sekitarnya, misalnya Bahasa Adang, Bahasa Alor, Bahasa Blagar, Bahasa Hamap, dan Bahasa Deing

Bahasa Blagar dituturkan di Desa Batu, Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Blagar dituturkan juga di Desa Ombay, Nule, Tereweng, dan Toang. Sementara itu, selain Bahasa Blagar, di Desa Batu juga dituturkan Bahasa Senaing. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Blagar berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Retta di sebelah timur dan dengan wilayah tutur Bahasa Senaing di sebelah utara. Desa Batu didominasi oleh penduduk dari etnik Blagar.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Blagar merupakan bahasa tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, misalnya dengan Bahasa Nedebang dengan persentase perbedaan sebesar 97% dan dengan Bahasa Teiwa sebesar 98%.

Bahasa Buna (Bunak) dituturkan di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen dan Desa Rainawe, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT. Bahasa Buna (Bunak) banyak dituturkan di luar Desa Rainawe, seperti di Desa Lakekun Utara, Lakekun Barat, Lakekun, Litamali, Sisi, Babulu, dan Babulu Selatan. Sementara itu, bahasa lain yang juga dituturkan di Desa Rainawe ialah Bahasa Kemak dan Bahasa Tetun.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bunak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 97--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Kemak dan Bahasa Tetun.

Bahasa Dawan (Timor) dituturkan di Kabupaten Kupang, Kabupaten Ambenu, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penutur Bahasa Dawan (Timor) berbeda-beda dalam menyebut bahasa yang mereka gunakan. Di Desa Camplong I, Oenoni, dan Teunbaun, Bahasa Dawan (Timor) disebut sebagai Bahasa Timor Dawan; di Desa Bipolo, Hauteas, Abani, dan Oepliki disebut sebagai Bahasa Timor Naikono; di Desa Tetaf dan Manufui disebut sebagai Bahasa Timor; di Desa Sallu dan Manunain disebut sebagai Bahasa Dewan; di Desa Netpala, Nenas, Bijeli, Nobi-Nobi, Lotas, dan Lilo disebut sebagai Bahasa Dawan.

Penghitungan dialektometri antarisolek menunjukkan adanya perbedaan dialek/subdialek/wicara dengan persentase perbedaan berkisar 27,50--80,06%. Isolek Dawan (Timor) terdiri atas sembilan dialek dengan persentase perbedaan 51--80%. Kesembilan dialek tersebut ialah

  1. Dialek Kupang Timur terdiri atas dua subdialek, yaitu Camplong dan Bipolo dengan persentase perbedaan 47%.
  2. Dialek Amarasi terdiri atas dua subdialek, yaitu Oenoni dan Teunbaun dengan persentase perbedaan 45,82%.
  3. dialek Fatule'u
  4. Dialek Insana-Biboki-Pasebe terdiri atas tiga subdialek, yaitu Insana, Biboki, dan Pasebe dengan persentase perbedaan sekitar 49,50%.
  5. Dialek Timor Tengah Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Bijeli dan Aban-Amanuban dengan persentase perbedaan Desa Tiwatobi 50,50%.
  6. Dialek Amanatun terdiri atas tiga subdialek, yaitu Lotas, Manufui, dan Lilo dengan persentase perbedaan sekitar 43,50%.
  7. dialek Miomafo Barat,
  8. dialek Mallo Netpala, dan
  9. dialek Mallo Nenas.

Kisaran persentase perbedaan antara dialek Miomafo Barat dengan dialek-dialek dari Bahasa Dawan (Timor) yang lain ialah 54%--66,50%. Kisaran persentase perbedaan antara Dialek Mallo Netpala dengan dialek-dialek dari Bahasa Dawan (Timor) yang lain ialah 64%--79,19%. Kisaran persentase perbedaan antara Dialek Mallo Nenas dengan dialek-dialek dari Bahasa Dawan (Timor) yang lain ialah 59,50%--78,97%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Dawan (Timor) merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di NTT, misalnya Bahasa Helong dan Bahasa Buna.

Bahasa Deing dituturkan di Desa Muriabang, Kecamatan Pantar Tengah, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Deing berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Teiwa di sebelah timur, dengan wilayah tutur Bahasa Baranusa (Alor) di sebelah barat, dengan wilayah tutur Bahasa Nedebang di sebelah utara, serta dengan wilayah tutur Bahasa Mauta dan Bahasa Alor dialek Nlauta) di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Deing merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di NTT, misalnya Bahasa Alor, Bahasa Kabola, Bahasa Kolana, dan Bahasa Dulolong.

Bahasa Dulolong dituturkan di Desa Dulolong, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Dulolong berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Adang di sebelah timur, barat, dan utara, sedangkan di sebelah selatan Desa Dulolong ialah laut.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Dulolong merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Alor, Bahasa Hamap, Bahasa Kaera, dan Bahasa Kiraman.

Bahasa Gaura dituturkan di Desa Gaura, Kecamatan Lamboya Barat, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Gaura berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Sumba Barat dialek Lamboya di sebelah timur, dengan wilayah tutur Bahasa Sumba Barat dialek Kodi di sebelah barat, dan dengan wilayah tutur Bahasa Sumba Barat dialek Wewewa di sebelah utara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Gaura merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Anakalang, Bahasa Lamboya, dan Bahasa Wanukaka.

Bahasa Hamap dituturkan di Desa Moru, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Penutur bahasa ini tinggal di wilayah pesisir, ± 1 km dari pantai dengan kondisi geografis berupa dataran.

Berdasarkan pengakuan penutur, di sebelah timur dan selatan Desa Moru, yaitu Desa Fonate, Morba, dan Failelang merupakan wilayah tutur Bahasa Abui. Di sebelah barat Desa Moru, yaitu Desa Wolwal Barat merupakan wilayah tutur Bahasa Jafoo (Kafoa). Di sebelah utara Desa Moru ialah Kecamatan Teluk Mutiara yang merupakan penutur Bahasa Abui (Aboa). Penutur Bahasa Hamap sebagian besar ialah etnik Hamap. Selain penutur Bahasa Hamap, di desa Moru terdapat penutur Bahasa Abui (Aboa), Bahasa Kui, dan Bahasa Klon.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Hamap merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Kabola, Bahasa Kamang, Bahasa Klon, dan Bahasa Dulolong.

Bahasa Helong dituturkan di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang; di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang; dan di Desa Uitao, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. Bahasa Helong yang dituturkan di wilayah-wilayah tersebut sama dengan Bahasa Helong yang dituturkan di desa-desa lain di Pulau Semau, Provinsi NTT.

Berdasarkan pengakuan penduduk, di sebelah timur wilayah tutur Bahasa Helong berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Timor, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Timor dan Bahasa Rote.

Bahasa Helong terdiri atas tiga dialek, yaitu

  1. dialek Bolok yang dituturkan di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang;
  2. dialek Kolhua yang dituturkan di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang; dan
  3. dialek Uitao yang dituturkan di Desa Uitao, Kecamatan Semao, Kabupaten Kupang.

Persentase perbedaan antara dialek-dialek tersebut berkisar 51%--80%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Helong merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Dawan dan Bahasa Lura.

Bahasa Hewa (beberapa penutur menyebutnya dengan Bahasa Krowin) dituturkan di Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penutur, di sebelah barat wilayah tutur Bahasa Hewa berbatasan dengan wilayah penutur Bahasa Muhan, sedangkan di sebelah timurnya berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Lamaholot (yaitu di Desa Nawakote).

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Hewa merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa lain, misalnya Bahasa Muhan dan Bahasa Lamaholot.

Bahasa Kabola dituturkan di Desa Kabola, Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Kabola dituturkan oleh masyarakat Kabola dan sebagian kecil dari masyarakat Dulolong. Bahasa Kabola tersebar di beberapa desa yang ada di Kabupaten Alor, yaitu di Desa Kopidil yang terletak di sebelah barat Desa Kabola; di Desa Pantai De Ere di sebelah utara Desa Kabola; di Desa Lawahing, Kecamatan Kabola; dan di Kecamatan Teluk Mutiara. Menurut pengakuan penutur, di sebelah selatan Desa Kabola, yaitu Desa Alim Mebung merupakan wilayah tutur Bahasa Abui. Bahasa Kabola merupakan sebuah bahasa sendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Kamang, Bahasa Kaera, dan Bahasa Kiraman dengan persentase perbedaan di atas 81%.

Bahasa Kaera dituturkan di Desa Kaleb, Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Kaera berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Deing di sebelah barat dan wilayah tutur Bahasa Teiwa di sebelah utara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kaera merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Alor, Bahasa Deing, Bahasa Teiwa, dan Bahasa Hamap.

Bahasa Kafoa dituturkan di Desa Wolwal, Wolwal Barat, Wolwal Tengah, Wolwal Selatan, dan Probur di Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Wilayah tutur Bahasa Kafoa berbatasan langsung dengan wilayah tutur Bahasa Klon di sebelah timur dan wilayah tutur Bahasa Hamap di sebelah barat.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kafoa merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Klon dan Bahasa Hamap.

Bahasa Kalela (Kawela) dituturkan di Kecamatan Atadei dan Kecamatan Naga Wutung, Kabupaten Lembata Flores Timur, Provinsi NTT. Bahasa Kalela terdiri atas tiga dialek, yaitu

  1. dialek Katakeja (Kalikasa) yang dituturkan di Desa Katakeja, Kecamatan Atadei;
  2. dialek Lerek yang dituturkan di Desa Lerek, Kecamatan Atadei; dan
  3. dialek Boto (Labalimut) yang dituturkan di Desa Boto (Labalimut), Kecamatan Naga Wutung.

Persentase perbedaan antardialek berkisar 68,75--75,55%, yaitu antara Lerek dengan Boto (Labalimut) sebesar 75,55%; antara Lerek dengan Katakeja (Kalikasa) sebesar 68,75%; dan antara Boto (Labalimut) dengan Katakeja (Kalikasa) sebesar 72,73%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kalela (Kawela) merupakan bahasa tersendiri. Persentase perbedaannya di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, misalnya dengan Bahasa Lamaholot dan Bahasa Kedang.

Bahasa Kamang dituturkan di Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Kamang berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Kula (Bahasa Kulatera) dan Bahasa Kolana di sebelah timur, Bahasa Abui (Aboa) di sebelah barat, serta Bahasa Abui (Aboa) dan Bahasa Kiraman di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kamang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Alor, Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, dan Bahasa Deing.

Bahasa Kambera dituturkan di Desa Rindi, Kecamatan Rindi Umalu; Desa Kambata Bundung, Kecamatan Kahaungu Eti; dan Desa Lumbu Manggit, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT. Bahasa Kambera terdiri atas dua dialek, yaitu

  1. dialek Rindi dengan wilayah pakai di Desa Rindi, Kecamatan Rindi Umalu dan Desa Kambata Bundung, Kecamatan Kahaungu Eti serta
  2. dialek Lumbu Manggit dengan wilayah pakai di Desa Lumbu Manggit, Kecamatan Wulla Waijelu.

Persentase perbedaan isolek Rindi dengan Lumbu Manggit sebesar 51,68%, sedangkan persentase perbedaan isolek Kambata Bundung dengan Lumbu Manggit sebesar 55,41%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kambera merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan Bahasa Kambera Pandawai, Bahasa Gaura, Bahasa Pura, dan Bahasa Sumba Barat.

Bahasa Kambera Pandawai dituturkan di Desa Lambanapu, Kecamatan Kambera; Desa Rambangaru, Kecamatan Haharu; dan Desa Wangga Mbewa, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT. Bahasa Kambera Pandawai terdiri atas dua dialek dengan persentase perbedaan 51-54,88%. Kedua dialek itu ialah

  1. dialek Lambanapu yang dituturkan di Desa Lambanapu, Kecamatan Kambera serta
  2. dialek Rambangrawu yang dituturkan di Desa Rambangaru, Kecamatan Haharu dan di Desa Wangga Mbewa, Kecamatan Paberiwai.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kambera Pandawai merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Tabundung, Bahasa Kambera Pandawai, Bahasa Gaura, dan Bahasa Pura.

Bahasa Kedang dituturkan di Desa Leuwayang, Desa Tiba, dan Desa Walangsawah, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Kedang terdiri atas dua dialek dengan persentase perbedaan 69--71%. Kedua dialek itu ialah

  1. dialek Leuwayang yang dituturkan di Desa Leuwayang serta
  2. dialek Tiba-Walangsawah yang dituturkan di Desa Tiba dan di Desa Walangsawah, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Flores Timur.

Persentase perbedaan antara dialek Leuwayang dengan Tiba sebesar 71,58% dan Leuwayang dengan Walangsawah sebesar 69,18%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kedang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Lamaholot, Bahasa Kalela (Kawela), dan Bahasa Helong.

Bahasa Kemak dituturkan di Desa Umaklaran, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kemak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Buna (Bunak), Bahasa Dawan, dan Bahasa Tetun.

Bahasa Kiraman dituturkan di Desa Padang Alang, Kecamatan Alor Selatan, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Kiraman berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Kamang di sebelah timur dan utara dan wilayah tutur Bahasa Abui (Aboa) di sebelah barat.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kiraman merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Abui (Aboa), Bahasa Kui, dan Bahasa Kamang.

Bahasa Klamu dituturkan di Desa Kabir, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Desa Kabir didiami oleh dua etnik, yaitu etnik Klamu yang menjadi etnik mayoritas (± 80%) dan etnik Bittang (± 20%).

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Klamu merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Alor, Bahasa Kolana, Bahasa Kabola, dan Bahasa Kiraman.

Bahasa Klon dituturkan di Desa Probur, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Pulau Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Klon yang ada di Desa Probur berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Abui (Aboa) di sebelah selatan dan timur, wilayah tutur Bahasa Kui di sebelah barat, dan wilayah tutur Bahasa Kabola di sebelah utara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Klon merupakan sebuah bahasa-bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Abui (Aboa), Bahasa Kolana, Bahasa Kabola, dan Bahasa Kui.

Bahasa Kodi dituturkan di Kecamatan Kodi, Kodi Utara, Kodi Bangedo, dan Kodi Balaghar di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT. Wilayah tutur Bahasa Kodi berbatasan langsung dengan wilayah tutur Bahasa Wewewa di sebelah barat dan wilayah tutur Bahasa Lamboya di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kodi merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Wewewa, Bahasa Lamboya, dan Bahasa Loli.

Bahasa Kolana dituturkan di Desa Kolana Utara, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Kolana berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Langkuru di sebelah selatan, wilayah tutur Bahasa Sawili di sebelah timur, dan wilayah tutur Bahasa Waisika (Kamang) di sebelah barat.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kolana merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Alor, Bahasa Deing, Bahasa Kabola, dan Bahasa Kolana.

Bahasa Komodo dituturkan di Desa Komodo, Pulau Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT. Bahasa Komodo juga dituturkan di Pulau Rinca dan Desa Warloka. Di Desa Komodo juga dituturkan Bahasa Bima dan Bahasa Bugis. Dengan demikian, di desa Komodo hidup tiga bahasa daerah, yaitu bahasa Bahasa Komodo, Bahasa Bima, dan Bahasa Bugis. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur Desa Komodo ialah Pulau Papagarang dan Pulau Mesa. Bahasa yang digunakan di kedua pulau itu ialah Bahasa Bajo. Sementara itu, di sebelah barat Desa Komodo terletak Desa Sape. Di Desa Sape dituturkan Bahasa Bima.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Komodo merupakan bahasa sendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya dengan persentase perbedaan di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Manggarai dan Bahasa Bajo.

Bahasa Kui dituturkan di Desa Prai Bakul, Kecamatan Haharu, Kabupaten Alor, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kui merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Alor dan Bahasa Dulolong.

Bahasa Kulatera dituturkan di Desa Tanglapui, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Kulatera di Desa Tanglapui berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Sawila di sebelah timur, dengan wilayah tutur Bahasa Wersing di sebelah utara dan Barat, dan dengan wilayah tutur Bahasa Kamang di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kulatera merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%--100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Alor, Bahasa Kui, dan Bahasa Kolana.

Bahasa Labala dituturkan oleh etnik Labala yang tinggal di Desa Lewo Raja, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Bahasa Labala juga dituturkan di Desa Pantai Harapan dan Desa Atakera. Wilayah tutur Bahasa Labala di Desa Lewo Raja berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Lamaholot di sebelah timur, barat, selatan, maupun utara, yaitu di sebelah timur Desa Lewo Raja ialah Desa Alabatadey, di sebelah barat ialah Desa Atakera, di sebelah utara ialah Desa Doripohut, dan di sebelah selatan ialah Desa Laut Sawu. Penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa Bahasa Labala merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang ada di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Lewuka dan Bahasa Lamatuka dengan persentase perbedaan di atas 81%.

Bahasa Lamaholot dituturkan di Desa Ratulodong, Desa Sinarhadigala, Desa Ile Padung, dan Desa Paingnapang, Kecamatan Tanjung Bunga; di Desa Pululera, Desa Boru, Desa Lewoingu, Desa Tanah Lein, Desa Lemanu, Pamakayo, dan Desa Watobuku, Kecamatan Solor Timur; di Desa Wulublolong dan Desa Watobuku, Kecamatan Naga Wutung; di Desa Pasir Putih, Desa Oringbele, Desa Tapobali, Desa Lamawolo; dan Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape; di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape; di Desa Kenotan, Desa Hoko Horowura, Desa Lamalera A/B, |Kampung Mulankera, dan Desa Leworaja.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lamaholot merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, seperti Bahasa Kawela, Bahasa Hewa, Bahasa Kedang, dan Bahasa Sikka. Bahasa Lamaholot terdiri atas tujuh belas dialek dan beberapa subdialek dari dua puluh tiga daerah pengamatan yang diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu

  1. Dialek Tanjung Bunga terdiri atas empat subdialek yang dituturkan di Kecamatan Tanjung Bunga yang tersebar di empat desa (tiap-tiap desa ada satu subdialek) yaitu (a) subdialek Ratulodong di Desa Ratulodong, (b) subdialek Sinarhadigala, (c) subdialek Ile Padung, dan (d) subdialek Paingnapang.
  2. Dialek Pululera terdapat di Desa Pululera.
  3. Dialek Muhan di Desa Boru.
  4. Dialek Lewoingu di Desa Lewoingu.
  5. Dialek Tanah Lein di Desa Tanah Lein.
  6. Dialek Solor Barat (dua subdialek), yaitu di Desa Lemanu dan Pamakayo.
  7. Dialek Watobuku (Solor Timur) di Desa Watobuku (Kecamatan Solor Timur).
  8. Dialek Wulublolong di Desa Wulublolong.
  9. Dialek Watobuku (Naga Wutung) di Desa Watobuku (Kecamatan Naga Wutung).
  10. Dialek Pasir Putih di Desa Pasir Putih.
  11. Dialek Adonara Timur (tiga subdialek), yaitu di Desa Oringbele, Tapobali, dan Lamawolo.
  12. Dialek Amakala di Desa Amakaka (Kecamatan Ile Ape).
  13. Dialek Jontona di Desa Jontona (Kecamatan Ile Ape).
  14. Dialek Adonara Barat (dua subdialek), yaitu di Desa Kenotan dan Hoko Horowura.
  15. Dialek Lamalera A (pesisir) di Desa Lamalera A,
  16. Dialek Lamalera B (dataran tinggi) di Desa Lamalera B, dan
  17. Dialek Mulankera di |Kampung Mulankera, Desa Leworaja.

Bahasa Lamatuka dituturkan oleh etnik Ruing yang tinggal di Desa Lamatuka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, Bahasa Lamatuka juga dituturkan di beberapa desa di sekitarnya, antara lain di sebelah timur Desa Lamatuka, yaitu Desa Lerahingah; di sebelah barat, yaitu Desa Baopanah; di sebelah utara, yaitu Desa Harakewah; dan di sebelah selatan, yaitu Desa Banitoba. Bahasa Lamatuka merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang ada di sekitarnya.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan Bahasa Lamatuka dengan Bahasa Lewuka sebesar 86% dan dengan Bahasa Labala sebesar 88%.

Bahasa Lamboya dituturkan di Desa Kabu Karudi, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT. Mayoritas penutur Bahasa Lamboya yang tinggal di Desa Kabu Karudi ialah etnik Welawa. Menurut pengakuan penutur, Bahasa Lamboya juga dituturkan di desa yang ada di sekitar Kabu Karudi, yaitu di Desa Rajaka yang berada di sebelah timur; Desa Welibo yang berada di sebelah barat; Desa Sodana yang berada di sebelah utara; Desa Ringu Rara yang berada di sebelah selatan; serta Desa Laboya Dete.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lamboya merupakan sebuah bahasa jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya dengan persentase perbedaan di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Wewewa dan Bahasa Wanukaka.

Bahasa Lewuka dituturkan oleh etnik Lewuka di Desa Belabao, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Bahasa Lewuka juga dituturkan di Desa Udak Melomata, Senaki, dan Bakaor. Penghitungan dialektometri menunjukkan persentase perbedaan antara Bahasa Lewuka dengan Bahasa Lamatuka sebesar 86% dan dengan Bahasa Labala sebesar 90%.

Bahasa Lio dituturkan oleh etnik Lio yang tinggal di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, terdapat perbedaan pada tingkat wicara/subdialek/dialek, yaitu berkisar 21,88--79,63% dari isolek-isolek yang dibandingkan. Bahasa Lio terdiri atas tujuh dialek, yaitu

  1. Dialek Paga-Nita terdiri atas tiga perbedaan wicara, yaitu Paga, Wolowiro, dan Mage Panda dengan persentase perbedaan berkisar 21,88--25,69%.
  2. Dialek Mau Basa-Ropa terdiri atas dua subdialek, yaitu Mau Basa dan Ropa dengan persentase perbedaan sebesar 36,33%.
  3. Dialek Nggela-Wolomage-Ngalupolo terdiri atas tiga subdialek, yaitu Nggela, Wolomage, dan Ngalupolo dengan persentase perbedaan berkisar 35,11--39,44%.
  4. Dialek Fataatu-Wololelea-Tou terdiri atas dua subdialek, yaitu Fataatu dan Wololelea-Tou dengan kisaran persentase perbedaan sebesar 43,01--46,32%.
  5. dialek Watunggere,
  6. Dialek Ende, dan
  7. dialek Nage.

Adapun persentase perbedaan antara dialek Watunggere dengan dialek-dialek Bahasa Lio yang lain berkisar 53,33--61,62%.

Persentase perbedaan antara dialek Nage dan dialek-dialek Bahasa Lio yang lain 63,08--76,41%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lio merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Sikka dan Bahasa Lamaholot.

Bahasa Lona dituturkan di Desa Kolana Selatan di Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Wilayah tutur Bahasa Lona bersinggungan langsung dengan Bahasa Kolana, Bahasa Sawila, dan Bahasa Wersing yang juga dituturkan di desa tersebut.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lona merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Wersing dan Bahasa Sawila.

Bahasa Lura dituturkan di Kelurahan Airmata, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Lura di Kelurahan Airmata berbatasan dengan wilayah-wilayah tutur Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu Kupang.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lura merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya Bahasa Futulea dan Bahasa Helong.

Bahasa Mambora dituturkan di Desa Wee Ndawa Timur, Kecamatan Laratama, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Mambora merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Gaura dan Bahasa Anakalang.

Bahasa Manggarai dituturkan di Desa Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat; di Desa Golo Meni, Desa Mukun (Pong Bali), Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba; di Desa Nanga Mejedan Desa Langga Sai, Kecamatan Elar Selatan; dan di Desa Gising (Elar Selatan), Golo Linus, dan Sangan Kalo, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT.

Menurut pengakuan penduduk, Desa Tangge berbatasan dengan Desa Siru di sebelah barat, berbatasan dengan Desa Ponto Ara di sebelah timur, Desa Poco Ruteng di sebelah utara, dan Desa Mangalili di sebelah selatan. Pada ketiga desa pertama masyarakatnya juga menuturkan Bahasa Manggarai, sedangkan di Desa Mangalili masyarakatnya menuturkan tiga bahasa, yaitu Bahasa Bima, Bahasa Ende, dan Bahasa Manggarai. Bahasa Manggarai juga dituturkan di Desa Paka, Kecamatan Satar Mese dan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

Bahasa Manggarai terdiri atas lima dialek, yaitu

  1. dialek Tangge yang dituturkan di Desa Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat,
  2. dialek Manus yang dituturkan Desa Golo Meni dan Desa Mukun (Pong Bali), Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur,
  3. dialek Rajong (Kesar) yang dituturkan di Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur; di Desa Nanga Meje dan Langga Sai Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur,
  4. dialek Kepo yang dituturkan di Desa Mbengan, Gising (Elar Selatan), Golo Linus, dan Sangan Kalo, Kecamatan Elar Selatan Kabupaten Manggarai Timur, dan
  5. dialek Rembong di Desa Sangan Kalo, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur.

Persentase perbedaan dialek Manus dengan dialek Rajong (Kesar) sebesar 65%. Persentase perbedaan dialek Bahasa Manus dengan dialek Kepo sebesar 60%. Persentase perbedaan dialek Manus dengan dialek Rembong sebesar 74%. Persentase perbedaan dialek Kepo dengan dialek Rembong sebesar 69%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Manggarai merupakan bahasa tersendiri apabila dibandingkan dengan Bahasa Sikka, Bahasa Lamaholot, dan Bahasa Komodo dengan persentase perbedaan antara 95%--100%.

Bahasa Manulea dituturkan di Desa Manulea, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka, Pulau Timor, Provinsi NTT. Mayoritas etnik di desa itu ialah etnik Klau Asa. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Manulea berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Dawan di sebelah timur, barat, dan utara. Sementara itu, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Tetun.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Manulea merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Tetun, Bahasa Dawan, dan Bahasa Adang.

Bahasa Nage dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di Desa Natanage, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT. Bahasa Nage dituturkan juga di Desa Olakile dan Desa Nata Nage Timur. Desa Nata Nage berada di pedalaman yang berbukit. Secara keseluruhan penduduk Nata Nage berjumlah 3.250 jiwa, sedangkan penuturnya berjumlah 3.000 orang.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Nage merupakan bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Rembong dan Bahasa So'a.

Bahasa Namut dituturkan di Desa Wolomeze, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, NTT. Desa ini terletak di pedalaman, ±25 km dari pantai, dan struktur tanahnya bergunung dan berbukit. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Namut di Desa Wolomeze berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Mbay di sebelah timur, wilayah tutur Bahasa Manggarai di sebelah barat, wilayah tutur Bahasa Wangka (Bahasa Riung dialek Wangka) di sebelah utara, dan berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Soa (Nimamanu) di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Namut merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81%jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Manggarai, Bahasa Ngada, Bahasa Riung, dan Bahasa Ndora.

Bahasa Ndao, antara lain, dituturkan di Desa Ndaonuse, Pulau Ndao, Kecamatan Rote Barat Laut, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. Wilayah Desa Ndao Nuse meliputi dua pulau, yaitu Pulau Ndao dan Pulau Nuse (di sebelah timur). Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Ndao di sebelah timur berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Rote.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Ndao merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Raijua dan Bahasa Rote.

Bahasa Ndora dituturkan di Desa Ulupulu, Kecamatan Nanga Roro, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Ndora merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Namut, Bahasa Riung, Bahasa So'a, dan Bahasa Ngada.

Bahasa Nedebang dituturkan di Desa Bandar, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Nedebang dituturkan juga di Desa Baolang. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Nedebang berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Teiwa di sebelah timur. Jumlah penutur Bahasa Nedebang diperkirakan 512 jiwa dari suku Tolong Bita yang mendiami wilayah pesisir.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Nedebang merupakan bahasa tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya dengan persentase di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Blagar persentase perbedaannya sebesar 97%, dengan Bahasa Wersing sebesar 99%, dan dengan Bahasa Kepo sebesar 99%.

Bahasa Ngada dituturkan di Desa Bomari dan Desa Ngina Mann, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT. Di Kecamatan Bajawa, Bahasa Ngada juga dituturkan di daerah-daerah sekitar Desa Bomani. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Ngada di Desa Ngina Mann berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Riung di sebelah timur, serta dengan wilayah tutur Bahasa Manggarai di sebelah utara. Sebelah barat dan selatan Desa Ngina Mann merupakan wilayah tutur Bahasa Ngada.

Bahasa Ngada terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Bomari dan Ngina Mann dengan persentase perbedaan sebesar 64,26%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Ngada merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Riung dan Bahasa Ndora.

Bahasa Omesuri dituturkan di Desa Nilanapo, Kecamatan Omesuri dan Desa Seranggorang, Kecamatan Lebatukan, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk di Desa Nilanapo, bahasa yang mereka gunakan ialah Bahasa Atanila, sedangkan menurut pengakuan penduduk di Desa Seranggorang, Kecamatan Lebatukan, bahasa yang mereka gunakan ialah Bahasa Leragere (Lodo Blolong).

Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan antara kedua isolek tersebut sebesar 62,78%. Selanjutnya, nama dialek tersebut didasarkan pada pengakuan penduduk, yaitu dialek Atanila dan dialek Leragere (Lodo Blolong). Untuk yang terakhir, penduduk cenderung menggunakan sebutan Leragere.

Bahasa Palu'e dituturkan di Desa Nitunglea dan Desa Maluriwu, Kecamatan Palu'e Kabupaten Sikka, Pulau Palu'e, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, daerah sekitar dua desa itu juga menggunakan Bahasa Palu'e.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek-isolek yang digunakan di kedua desa tersebut masih merupakan bahasa yang sama dengan persentase perbedaan sebesar 29,66%. Hal ini berarti tingkat perbedaan kedua isolek tersebut pada tingkat perbedaan wicara. Isolek Palue merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Sikka dan Bahasa Kedang.

Bahasa Pura dituturkan di Desa Kabela Wuntu, Kecamatan Katiku Tana, Kabupaten Sumba Tengah, Pulau Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Pura berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Muraseli di sebelah timur, wilayah tutur Bahasa Pantar di sebelah barat dan utara, dan wilayah tutur Bahasa Kalong di sebelah selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Pura merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Tabundung, Bahasa Wanokaka, dan Bahasa Wewewa (Wejewa).

Bahasa Raijua dituturkan di Desa Bolua, Kecamatan Raijua, Pulau Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT. Secara geografis, desa Bolua merupakan daerah pengunungan. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur Desa Bolua ialah Desa Ledeke dan di sebelah barat ialah Desa Ballu dan Desa Kolorae. Di ketiga desa itu juga dituturkan Bahasa Raijua.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan Bahasa Raijua dengan bahasa-bahasa di sekitarnya ialah di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Sabu, Bahasa Rote, dan Bahasa Ndao.

Bahasa Retta dituturkan di Dusun Retta, Desa Pura Selatan, Kecamatan Pulau Pura, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Retta juga dituturkan di Desa Ternate dan Ternate Selatan, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, di Kecamatan Pulau Pura Bahasa Retta merupakan bahasa minoritas, sedangkan bahasa mayoritasnya ialah Bahasa Blagar. Di Kecamatan Alor Barat Laut, Bahasa Retta juga merupakan bahasa minoritas, sedangkang bahasa mayoritasnya ialah Bahasa Melayu.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Retta merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Alor, Bahasa Sawila, Bahasa Nedebang, dan Bahasa Pura.

Bahasa Riung dituturkan di Kelurahan Benteng Tengah dan Desa Wangka, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada; di Desa Golo Meni Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai; dan di Desa Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Riung terdiri atas empat dialek dengan persentase perbedaan berkisar 67,69--76,01%. Keempat dialek itu ialah

  1. dialek Benteng Tengah yang dituturkan di Kelurahan Benteng Tengah, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada;
  2. dialek Wangka yang dituturkan di Desa Wangka, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada;
  3. dialek Manus yang dituturkan di Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai; dan
  4. dialek Kolang yang dituturkan di Desa Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Riung merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Manggarai dan Bahasa Ngada.

Bahasa Rongga dituturkan di Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT. Di sebelah timur Desa Komba, yaitu di Desa Watu Nggene dan di sebelah selatan Desa Komba, yaitu di Desa Bamo juga dituturkan Bahasa Rongga. Sementara itu, di sebelah barat dan utara Desa Komba dituturkan Bahasa Kolor.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Rongga merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Nage dan Bahasa Rembong.

Bahasa Rote dituturkan di Desa Londalusi, Kecamatan Rote Timur; di Desa Olafulihaa, Kecamatan Pantai Baru; di Desa Maubesi Kecamatan Rote Tengah; di Desa Mokdale, Kecamatan, Lobalain; di Desa Oelua dan Oenitas, Kecamatan Rote Barat; dan di Desa Meoain, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote, Provinsi NTT.

Bahasa Rote terdiri atas enam dialek, yaitu

  1. dialek Ringgou yang dituturkan di Desa Londalusi, Kecamatan Rote Timur;
  2. dialek Karbafo yang dituturkan di Desa Olafulihaa, Kecamatan Pantai Baru;
  3. dialek Pada yang dituturkan di Desa Maubesi, Kecamatan Rote Tengah;
  4. dialek Baa yang dituturkan di Desa Mokdale, Kecamatan, Lobalain;
  5. dialek Dengka-Oenale yang dituturkan di Desa Oelua dan Oenitas, Kecamatan Rote Barat; dan
  6. dialek Thie yang dituturkan di Desa Meoain, Kecamatan Rote Barat Daya.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Rote merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Ndao dan Bahasa Lura.

<lari>

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

sunting

</noinclude> Bahasa Sabu dituturkan di Desa Tanajawa Mesara, Kecamatan Hawu Mehara; di Desa Raemude dan Desa Mebba, Kecamatan Sabu Barat; dan di Desa Limagque, Ey Madake dan Ledeke, Kecamatan Sabu Timur, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT. Bahasa Sabu terdiri atas tiga dialek dengan persentase perbedaan 51--71,48%. Tiga dialek itu ialah

  1. dialek Tanna Jawa Mesara yang dituturkan di Desa Tanajawa Mesara, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua;
  2. dialek Sabu Barat yang dituturkan di Desa Raemude dan Desa Mebba, Kecamatan Sabu Barat; dan
  3. dialek Sabu Timur yang dituturkan di Desa Limagque, Ey Madake dan Ledeke, Kecamatan Sabu Timur.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sabu merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Raijua dan Bahasa Kambera.

Bahasa Sar dituturkan oleh masyarakat di Desa Nule, Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Pengakuan penduduk, di sebelah timur Desa Nule, yaitu desa Kaleb dituturkan Bahasa Teiwa/Bahasa Tewa; di sebelah barat yaitu Desa Tamakh dituturkan Bahasa Deing; di sebelah utara berupa gunung, dan di sebelah selatan berupa Laut Nule. Desa Nule adalah desa pantai yang terletak di koordinat lintang 8°18'20,77", dan koordinat bujur 124°23'32,74". Secara keseluruhan, penduduk Desa Nule berjumlah 1125 jiwa dengan mata pencaharian utama sebagai petani lahan kering. Desa Nule terdiri atas dua dusun atau kampung, yakni |Kampung Nuhawala dan |Kampung Adiabang.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, Sar merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%--100%. Jika dibandingkan dengan bahasa sekitarnya, seperti dengan Bahasa Teiwa/Bahasa Tewa 87,5%, Bahasa Nedebang 98,75%, dan Bahasa Blagar 98,5%.

Bahasa Sawila dituturkan di Desa Kolana Utara, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Sawila juga dituturkan di Desa Mausamang, Elok, Maritaing, dan Kolana Selatan. Di Desa Kolana Utara dituturkan juga Bahasa Wersing.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sawila merupakan bahasa tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, misalnya dengan Bahasa Teiwa dan Bahasa Wersing dengan persentase perbedaan di atas 81%.

Bahasa Sikka dituturkan di Desa Darat Gunung, Kecamatan Talibura; di Desa Nebe, Kecamatan Talibura; di Desa Ojang, Kecamatan Talibura; di Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang; di Desa Nale Urung, Kecamatan Maumere; di Desa Nitakloang, Kecamatan Nita; dan di Desa Lela, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka. Bahasa Sikka terdiri atas empat dialek, yaitu

  1. dialek Darang Gunug yang dituturkan di Desa Darat Gunung, Kecamatan Talibura,
  2. dialek Nebe yang dituturkan di Desa Nebe, Kecamatan Talibura,
  3. dialek Ojang yang dituturkan di Desa Ojang, Kecamatan Talibura, dan
  4. dialek Klowe yang dituturkan di empat desa, yaitu Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang; Desa Nale Urung, Kecamatan Maumere; Desa Nitakloang, Kecamatan Nita; serta Desa Lela Kecamatan Lela. Dialek Klowe terdiri atas tiga subdialek, yaitu Kajowair, Nitakloang, dan Lela.

Penghitungan dialektometri menunjukkan persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51%--77,43%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sikka merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Palu'e, Bahasa Lio, dan Bahasa Bajo.

Bahasa So'a dituturkan di Desa Turaloa, Kecamatan Wolomeze; di Desa Loa, Kecamatan So'a; di Desa Keligejo, Kecamatan Aimere; di Desa Mbaenuamuri, Kecamatan Keo Tengah; di Desa Nata Nage, Kecamatan Boawae; dan di Desa Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT. Penutur Bahasa So'a berbeda-beda dalam menyebut bahasanya. Penutur di Desa Turaloa menyebut bahasa yang mereka tuturkan ini sebagai Bahasa Ramba. Penutur di Desa Loa menyebutnya sebagai Bahasa Loa atau Soa. Penutur di Kaligejo menyebutnya sebagai Bahasa Keligejo. Penutur di Desa Mbau Nuamuari menyebut bahasanya sebagai Bahasa Keo. Penutur di Desa Natanage menyebut bahasanya sebagai Bahasa Nage. Penutur di Desa Lape menyebut bahasanya sebagai Bahasa Lape.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek So'a terdiri atas enam dialek, yaitu

  1. dialek Ramba yang dituturkan di Turaloa Kecamatan Wolomeze;
  2. dialek Loa yang dituturkan di Desa Loa, Kecamatan So'a;
  3. dialek Kaligejo yang dituturkan di Desa Keligejo, Kecamatan Aimere;
  4. dialek Keo yang dituturkan di Desa Mbaenuamuri, Kecamatan Keo Tengah;
  5. dialek Nata Nage dipakai di Desa Nata Nage, Kecamatan Boawae; dan
  6. dialek Lape yang dipakai di Desa Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 53,38--78,78%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek So'a merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, seperti Bahasa Ngada dan Bahasa Riung.

Lagi apa

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

sunting

</noinclude> Bahasa Sumba Barat dituturkan di Desa Dede Kadu, Kecamatan Loli; di Desa Bondo Kodi, Kecamatan Kodi; di Desa Karuni, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya; di Desa Tana Keke, Kecamatan Wewewa Selatan; di Desa Kabu Karudi, Kecamatan Lamboya; di Desa Kalembu Ndara Mane, Kecamatan Wewewa Timur; dan di Desa Malata, Kecamatan Tana Righu, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sumba Barat terdiri atas tujuh dialek, yaitu

  1. dialek Loli yang dituturkan di Desa Dede Kadu, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat Daya;
  2. dialek Kodi yang dituturkan di Desa Bondo Kodi, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya;
  3. dialek Loura yang dituturkan di Desa Karuni, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya;
  4. dialek Tanamaring yang dituturkan di Desa Tana Keke, Kecamatan Wewewa Selumba Barat;
  5. dialek Lamboya yang dituturkan di Desa Kabu Karudi, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat;
  6. dialek Wejewa yang dituturkan di Desa Kalembu Ndara Mane, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat; dan
  7. dialek Tamaringu yang dituturkan di Desa Malata, Kecamatan Tana Righu, Kabupaten Sumba Barat.

Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51,92%--78,93%. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sumba Barat merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Sumba Timur dan Bahasa Sabu.

Bahasa Tabundung dituturkan di Desa Billa, Kecamatan Tabundung, Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Tabundung berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Kambera di sebelah utara. Di sebelah timur, utara, dan selatan Desa Billa juga merupakan wilayah tutur Bahasa Tabundung.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Tabundung merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Kambera dan Bahasa Kambera Pandawai.

Bahasa Teiwa dituturkan di Desa Kaleb, Kecamatan Pantar Timur, pulau Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur Bahasa Teiwa berbatasan dengan wilayah tutur Bahasa Kaera di sebelah timur, wilayah tutur Bahasa Deing di sebelah barat, dan wilayah tutur Bahasa Nedebang di sebelah utara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Teiwa merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Alor dan Bahasa Retta.

Bahasa Tetun dituturkan oleh sebagian besar penduduk di Desa Lakekun, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT. Menurut pengakuan penduduk, di sebelah timur, barat, dan selatan Desa Lakekun juga merupakan wilayah tutur Bahasa Tetun. Sementara itu, di sebelah utara Desa Lakuken merupakan wilayah tutur Bahasa Dawan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Tetun merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan Bahasa Bunak dan Bahasa Dawan.

Bahasa Tewa dituturkan di Desa Madar, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Tewa juga dituturkan di Desa Lebang, Tamalabang, Boweli, dan Lekom. Menurut pengakuan penutur, di sebelah timur Desa Madar, yaitu Desa Boweli, juga dituturkan Bahasa Tewa. Sementara itu, di sebelah barat Desa Madar, yaitu Desa Balong, ada yang menuturkan Bahasa Nedebang. Penutur Bahasa Tewa berjumlah kurang lebih 400 jiwa yang sebagian besar merupakan suku Tewa.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Tewa merupakan bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, misalnya dengan Bahasa Blagar dan Bahasa Sawila.

Bahasa Wanukaka (Wanokaka) dituturkan di Desa Tara Manu, Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT. Penutur Bahasa Wanukaka (Wanokaka) juga tersebar di beberapa desa lain di sekitarnya, yaitu di sebelah timur Desa Tara Manu, yaitu Desa Hupu Mada; di sebelah barat, yaitu Desa Praibakul; di sebelah utara, yaitu Desa Katikuloku; dan di sebelah selatan, yaitu Desa Wehura. Bahasa Wanukaka (Wanokaka) juga dituturkan di Desa Mamodu dan Pahola. Selain Bahasa Wanukaka (Wanokaka), di desa ini juga dituturkan Bahasa Ruwa.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Wanukaka (Wanokaka) di Kabupaten Sumba Barat memiliki perbedaan sebesar di atas 81% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan Bahasa Wewewa dan Bahasa Laboya.

Bahasa Wersing (Kolana) (Wirasina) dituturkan di Desa Kolana Utara, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Bahasa Wersing (Kolana) (Wirasina) dituturkan juga di desa Maritaing, Maisamang, Elok, dan Kolana Selatan. Bahasa lain yang dituturkan di Desa Kolana Utara ialah Bahasa Sawila.

Menurut pengakuan penduduk, jumlah penutur Bahasa Wersing (Kolana) (Wirasina) berkisar 599 orang yang mendiami daerah pesisir pantai. Suku yang dominan di Desa Kolana Utara ialah suku Sawila.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Wersing (Kolana) (Wirasina) merupakan bahasa tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di sekitarnya dengan persentase perbedaan di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Nedebang, Bahasa Alor, Bahasa Batu, Bahasa Deing, dan Bahasa Kepo.

Bahasa Wewewa (Wejewa) dituturkan oleh etnik Daparoka dan Benjelo di Desa Mata Pyawu, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT. Bahasa ini dituturkan juga di sekitar Desa Mata Pyawu, yaitu di Desa Weelimbudaramane, Desa Weelimma dan Desa Tematana. Sementara itu, di sebelah timur Desa Mata Pyawu, yaitu Desa Sobawawi dituturkan Bahasa Loli.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, Bahasa Wewewa (Wejewa) berbeda dengan bahasa-bahasa di sekitarnya dengan persentase perbedaan di atas 81%, misalnya dengan Bahasa Abui (Aboa), Bahasa Anakalang, Bahasa Wanukaka, Bahasa Gaura, dan Bahasa Kambera.


Referensi dan pranala luar

sunting
 
Wikipedia memiliki artikel ensiklopedia mengenai: