Hati Pak Anto sedikit agak lega, ternyata patungnya diganti dengan uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah.

“Sudah...sudah, kita tidak perlu lagi membahas itu. Ternyata dia menggantinya dengan duit sebesar seratus lima puluh ribu rupiah...”, seru Pak Anto kepada orang-orang sambil menunjukkan uang.

“Dia memang sudah minta maaf, tapi dia hanya menulis E-Man atau Electric-Man alias Manusia Listrik...”, sambung Bapak kepala Desa.

“Aha..., aku baru ingat. Kemarin aku bermimpi ada orang memakai kostum patungku. Dia menyelamatkan aku. Ia memiliki kekuatan listrik dan bisa terbang”, Pak Anto menceritakan mimpinya kemarin.

“Ah..., ada-ada aja bapak ini...”, celetuk istrinya kepada Pak Anto.

“Bisa jadi, tapi apa bapak ingat wajah si E-Man dalam mimpi bapak”, tanya Bapak Kepala Desa seolah-olah ia peramal mimpi.

“Tidak, pak...! Soalnya dalam mimpiku dia sudah memakai topeng dan kostum patungku...”, jawab Pak Anto.

“Apa bapak masih mempersoalkan patung itu lagi...”, Bapak kepala Desa mencoba menggubris patung yang sudah hilang tersebut.

“Sudahlah pak, nggak usah dipikirin. Dia sudah minta maaf dan sudah menggantinya. Mana tahu mimpiku bisa kenyataan...”, katanya dengan hati senang.

“Baik..., para warga sekalian, kita bubar dan kembali ke rumah masing...”, Bapak Kepala Desa memberi perintah bubar kepada warganya.

Seketika itu juga mereka bubar dan masuk ke rumah masing-masing. Tempat itu pun kembali sunyi dan hening seperti semula.

Di tempat lain, Mario sedang mengudara di melewati awan-awan dingin menuju kampung halaman Roselina.

“Pas banget topeng ini. Bajunya apalagi...! He...he...he...”, gumamnya dengan hati senang. “Yuhhuuu....”, E-Man alias Electric-Man, si Manusia Listrik melaju kecepatan terbangnya.

Sekitar jam 00.30 WIB E-Man tiba di permukaan rumah Roselina. Sambil melayang-layang ia melihat teman-temannya di bawah sedang bernyanyi-nyanyi mengitari api unggun. Tak luput dari perhatiannya, ia melihat Roselina sedang duduk bersama Ricky sambil berpegangan tangan. Mario cemburu karena Ricky tidak hanya duduk bersama saja tapi dia menggandeng Roselina.

“Oh...sial...”, E-Man alias Mario menggerutu.

Dia memperhatikan daratan sambil mencari tempat yang aman untuk mendarat agar tidak mengejutkan mereka. Pendaratan pun berjalan dengan mulus tanpa ada yang melihat. Ia bisa menapakkan kakinya di tanah yang tidak terlalu jauh dari kawasan rumah Roselina. Lalu ia menukarkan pakaiannya dengan sekejap. Beberapa menit kemudian ia berjalan menuju pelataran rumah Roselina.

“Hai kawan-kawan semuanya..., saya datang ni”, sapa Mario kepada teman-temannya.

“Mario...”, semua orang di sekitar tempat itu terkejut termasuk Roy dan Roselina.

Roy segera mendekati Mario dan Roselina melepaskan tangan Ricky dan melangkah menuju Mario.

“Hey..., friend! Aku pikir kamu nggak datang”, sambut Roy dengan menyalaminya dan menepuk-nepuk punggung Mario.

“Thanks God, ternyata Mario datang juga...”, Roselina juga menyambutnya dengan menyalaminya dan menggaet tangannya sehingga Ricky menjadi geram dan cemburu.

“Dari mana aja kamu..., sampe-sampe Roy resah...”, tanya Andi.

“Roselina juga memikirkanmu lho...”, sambung Ani memancing Roselina.

“Plok...plok...plok...”, semua serentak bertepuk tangan dengan riuh.

“Ah..., kamu ini...”, wajah Roselina berwarna merah jambu.

Dari dalam rumah Ayah dan Ibu Roselina keluar, seketika itu juga Roselina memperkenalkan Mario kepada kedua orang tuanya.

“Mario, kenalkan! Ini orang tuaku”.

“Oh...saya Mario, pak...bu...”, Mario pun menyalami kedua orang tua Roselina.

“Lha..., kamu koq belakangan datangnya, nak Mario”, tanya Ayah Roselina.

“Ada kerjaan, ya...”, sambung Ibu Roselina bertanya.

“Iya...bu. Jadi merepotkan teman-teman”, jawab Mario malu-malu karena temannya di belakang membisikkan bahwa orang tua Roselina sebagai calon mertuanya.

“Oh, anak-anak sekalian...kami duluan tidur ya...”, Ayah Roselina mohon pamit untuk istirahat.

“Iya, soalnya nggak enak rasanya kalau nggak permisi dulu untuk tidur...”, sambung Ibu Roselina. “Maklumlah, udah tua”.

“Nggak apa-apa, bu...pa...! ‘Kan, kami masih muda nih”, pungkas Boby.

“Nanti kalau kami sudah letih kami akan beristrihat...”, sambung Roy.

“Jangan khawatir ma..., kami bisa koq menjaga suasana”, kata Roselina sembari mendekati Ibunya dan merangkul tangan kanannya.

“Baiklah..., kami tidur dulu ya...”, Pinta Ayah Roselina kembali.

“Ya...pak...”, teman-teman Roselina serentak menjawab.

Kedua orang tua Roselina akhirnya melangkahkan kakinya menuju pintu depan rumah, dan semua teman-teman Roselina kembali mengitari api unggun, kecuali Mario, Roselina dan Ricky.

Kemudian Ricky mendekati Roselina, akan tetapi Roselina lebih dulu menggandeng Mario dan mengajaknya ke pinggir kolam ikan yang berada tidak jauh dari api unggun. Kelihatannya Roselina tidak peduli dengan Ricky. Ricky pun kesal, cemburu, lalu pergi menuju api unggun.

Kedua pasangan itu pun duduk di bangku panjang di tepi kolam ikan sambil bercerita-cerita dengan santainya.

“Ros..., tumben kamu ngajak aku berduaan. Ada apa”, bisiknya pada Roselina dengan hati yang tak karuan.

“Emang kenapa? Ngakk bisa...”, hati Roselina tergugah dengan pertanyaan Mario dan melepaskan rangkulan tangannya dari lengan kanan Mario.

“Bukan nggak bisa, tapi nggak biasanya kamu seperti ini...”, jelas Mario mencoba untuk melegakan hatinya. “Malah aku berterima kasih kepadamu karena kamu telah mengajak aku ke sini...”.

“Ah..., kamu ini...! Kirain nggak mau, tau-taunya mau...”, Hatinya Roselina pun kembali dan tersenyum sambil mencubit tangan kanan Mario.

“Aduh..., sakit...”.

“Masa segitu aja dibilang sakit, padahal pengen”.

“Tau aja...., hehehe...”, Mario merasa bahagia.

Ternyata adegan ini yang kelihatan mesra, dan terlihat oleh Ricky dari api unggun Hal membuat hatinya semakin panas dan benci kepada Mario.

“Mario, kurang ajar kau...”, gumam Ricky dalam hati dengan kesal bercampur kecewa. Ia mulai merencanakan sesuatu agar bisa mendapatkan Roselina.

Tak terasa waktu pun menunjukkan pukul 01.13 WIB, sementara teman-teman Roselina bergegas untuk istirahat, sedangkan Mario dan Roselina masih bercerita tentang masa lalu mereka ketika mereka masih duduk di bangku SD.