Di rumah Roselina, Mario dibangunkan oleh Ibu Roselina.

“Nak..., bangun...! Kamu nggak ikut sama mereka ke telaga...”, Ibu Roselina menepuk-menepuk Mario agar bangun.

“Aduh...! Maaf, bu...! Jadi merepotkan...”, Mario terbangun dan mengucek-ngucek matanya merasa masih ngantuk

“Nggak apa-apa koq, nak...”, kata Ibu Roselina.

“Eh..., mana mereka bu...”, Mario tekejut melihat situasi tidak ada orang kecuali Orang tua Roselina.

“Mereka lagi ke telaga..! Sruuup...! Ah....”, jawab Ayah Roselina sambil minum kopi.

“Aduh..., aku koq ditinggalin...”, gumamnya kesal. “Maaf..., bu! Aku ke sana dulu ya...”, Ia langsung membuka tas rangselnya lalu mengambil perlengkapan.

“Permisi, bu...pak....”, Mario mohon pamit.

“Ya...”, balas mereka serentak.

Ia segara keluar dari rumah dan menuju semak-semak sambil melihat-lihat sekitarnya. Lalu ia melambung tinggi. Kali ini ia terbang tanpa kostum. Selama terbang ia berusah terbang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah agar tidak dilihat orang-orang.

Dari kejauhan Mario melihat rombongan Roy masih berjalan menuju telaga.

“Wah..., mereka belum sampe...”, ujarnya dalam hati. “Aku lebih dulu, ah...”.

Mario melejit menuju telaga mendahului mereka dan mencoba memperhatikan dari atas apakah ada orang yang mandi. Ternyata tempat itu belum didatangi masyarakat. Ia segera mendarat dan menikmati hangatnya telaga tersebut.

“Masih mencari Mario...”, Ricky mencoba membuka pembicaraan.

“Mmm..., aku rasa di nggak ke mana-mana...”, jawabnya santai.

Di saat berjalan Roselina tidak sengaja memijak batu yang tidak begitu besar. Dia tersandung dan terjatu ke selokan kecil dan tidak terlalu tinggi.

“Aduh..., sakiit”, Roselina meringis kesakitan.

Semua terkejut, Roy ingin mencoba menolong namun terhenti karena di atas kepala Roselina ada ular sawah yang sedang bersiap-siap untuk menggigit Roselina.

“Ros..., harap kamu tenang...! Ada ular di atas kepalamu...”, Boby berusaha menenangkannya agar ular itu tidak menerkamnya.

Mengetahui hal itu Roselina ketakuatan, dan bingung apa yang harus dilakukan.

“Ini kesempatan bagiku....”, Ricky tersenyum. “Jangan khawatir Roselina...! Aku akan menyelamatkanmu...”.

“Eh, apa kamu bisa melakukannya seperti pawang...”, tanya Jenny.

Dia tidak perduli dengan pertanyaan Jenny, ia segara turun ke selokan kecil itu lalu berbicara dengan ular itu.

“Halo...ular manis...! Sssssss....! Sini..., ayo datang ke sini...”, Ia mencoba mengalihkan perhatian sambil mendesis persis seperti ular.

“Hei..! Apa yang kau lakukan? Bunuh diri, ya...”, teriak Roy.

Alhasil ular pun mendekat ke arah Ricky. Mereka terkejut melihat ular tersebut sebab ular itu bukan malah menerkamnya. Sebaliknya ular itu tertunduk di saat Ricky menyentuh kepalanya.

Sebenarnya Ricky masih ketakutan mencoba ilmu yang dipelajarinya dari ayahnya yang adalah seorang pawang ular. Apa salahnya ia mencoba meski masih pemula. Karena merasa masih memiliki ketakutan maka ia memegang kepala dan ekornya. Lalu ia meletakkannya jauh dari jalan setapak.

Ricky kembali datang mendekati Roselina dan membantunya untuk berdiri. Roy dan yang lainnya masih keheranan.

“Terima kasih, Rick...”, pujinya kepada Ricky.

“Ah..., itu belum seberapa...”, balasnya dengan merasa sedikit tenang apalagi tangannya merangkul bahu Roselina.

“Wah..., kamu hebat, Rick...”, Roy jadi penasaran.

“Ah..., sejujurnya aku ketakukan juga lho..., cuma karena teman kita dalam bahaya, ya...spontan aku beranikan diri untuk menolong sekali pun membahayakan diriku...”, paparnya dengan tidak memberitahukan ilmu yang dipelajarinya.

“Iya, ya...”, Roy pun paham. “Oke..., kita ke telaga lagi...”. Pintanya kepada teman-teman.

Mereka pun kembali berjalan menuju telaga.

“Hmmm...., hebat juga dia ya...! Punya keberanian...”, gumamnya terkagum-kagum. “Gimana dengan Mario, ya? Apakah dia punya keberanian”, tertegun sejenak sambil berjalan.

Sebenarnya sudah ada benih cinta dalam Roselina terhadap Mario, tapi dia belum bisa mengungkapnya. Dia ingin mengetahui apa kelebihan Mario. Dia memang sudah mengetahui sifat Mario tetapi dia masih sulit mencari apakah Mario bisa melindunginya.

“Kamu kenapa...”, Ricky bertanya karena melihatnya melamun.

“Nggak kenapa-kenapa..., cuma aku merasa sukacita setelah kamu menolong aku...”, mencoba untuk menyembunyikan hayalannya.

“Eh..., terima kasih...”, Ricky jadi grogi mendengar pujian Roselina.

Akhirnya mereka sampai ke tujuan. Mereka semua terkejut, ternyata Mario sudah lebih dulu mendatangi telaga. Malah dilihatnya Mario sudah berenang-renang di tengah telaga.

“Busyeet...., kapan kau di sini, bro....”, tanya Roy sambil meletakkan perlengkapan mandinya.

Yang lain juga meletakkan perlengkapannya lalu memakai basahan apa adanya, lalu masuk dalam telaga.

“Dua puluh menit yang lalu....”, jawab Mario dengan berteriak sembari menyelam.

“Mario...”, panggil Roselina sambil berusaha berjalan sendiri tanpa bantuan Ricky.

“Ya..., ada apa”, balas Mario sambil merapat ke tepi telaga, lalu ia duduk.

“Koq kamu bisa duluan ke sini...”, tanya Roselina sambil membuka bajunya, yang di dalamnya sudah ditutupi basahan.

“Apa kamu terbang...”, tanyanya kembali sembari masuk ke dalam telaga.

“Mungkin....”, jawab Mario apa adanya karena merasa cemburu melihat Ricky berjalan bersamanya.

“Jangan ngawur kamu...”, celetuk Roselina sambil menikmati kehangatan telaga.

“Wow...! Lumayan juga bodynya...”, Mario kagum melihat postur tubuh Roselina yang berbentuk akibat air yang membasahi basahannya.

Tak terkecuali Ricky, dia juga kagum melihat body Roselina.

“Hoii..., kamu ngapain sih memandangi aku terus...”, Roselina jadi merasa tidak enak dipandang-pandangi. Dia menutupi badannya dengan masuk lebih dalam lagi ke tengah telaga.

“Ups...! Apa yang kulakukan...”, gumam Mario merasa bersalah. Ia langsung menjauh dari lokasi telaga.

“Mario..., kamu mau kemana”, Roselina memanggil merasa dirinya telah membuat hati Mario tersinggung.

Memang Mario terseinggung, tapi dia menjauh karena memang merasa bersalah.

“Saatnya membalas sakit hatiku”, bisik hati Ricky.

Ricky ke luar dari telaga, lalu memakai kaos oblongnya. Ia mendekatinya Mario yang masih berada di depan yang semakin lama semakin jauh melangkah. Tanpa pemberitahuan Ricky berlari ke arah Mario dengan menyiapkan tinjunya.

Mario tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya, akan tetapi pendengaran Mario alias E-Man sangat tajam sehingga ia bisa mengelak dengan cepat sekali.

“Hiaat...”, tangan kanan Ricky hampir mendarat dengan keras. “Grusak...grusak...”, Namun sebaliknya, Ricky malah meninju angin dan terjerembap ke semak-semak.

“Ukh..., sial...”, Ricky kesal dan meringis kesakitan.

“Kamu, kenapa...”, tanya Mario pura-pura tidak tahu.

Ricky berdiri dan mendekat ke arah Mario sembari berkata dan menuding Mario dengan jari telunjuknya : “Hei Mario...! Jangan sekali-sekali kamu dekati Roselina karena kamu tidak berhak jadi kekasihnya...!”