Seratus Hari/Pesan Perpisahan

"Apa yang engkau dengar dari kejadian semalam di atas bukit itu?" tanya Pambuka kepada Arme yang baru saja membeli beberapa keperluan dari pasar.

"Orang-orang bilang bahwa Reiche telah berkelahi dengan orang jahat itu, yang membunuhi para pemuda untuk ilmunya. Reiche sekarang menjadi pahlawan," terang Arme.

Mengangguk-angguk Pambuka mendengar penjelasan itu. Sudah diduganya akhir kejadian semalam akan menjadi seperti itu.

"Dan kamu percaya itu?" tanyanya menguji muridnya.

"Saya merasa ada yang janggal, guru..," jawab Arme jujur. Ya, ia merasa ada sesuatu yang aneh mengenai kejadian semalam, dan terlebih bukan saja karena ia adalah teman dekat Reiche, melainkan situasi tempat itu tidak tampak seperti bekas perkelahian. Dan sahabatnya itu bukan jenis orang seperti itu, dari hasil-hasil pembicaraan di antara mereka.

"Sahabatmu itu adalah orang yang pintar. Amat pintar bahkan..," ucap gurunya hati-hati. Ia tidak tahu bagaimana dekatnya hubungan muridnya dengan Reiche. Jadi ia ingin menyampaikan pesan yang sebaik-baiknya demi kebaikan muridnya ini.

"Maksud guru?" tanya Arme kemudian.

"Bisa jadi apa yang dikatakan orang-orang itu adalah benar adanya. Reiche pada akhirnya memutuskan untuk melawan gurunya karena hati nuraninya telah tidak tahan. Dan bila begitu, itu hal yang bagus. Sesuatu perubahan telah timbul dalam murid keponakanku itu. Ia tidak lagi mewarisi watak jelek gurunya," ucap Pambuka. Ia mengambil napas sebentar sebelum melanjutkan. "Yang aku takutkan adalah, apa yang terlihat bukan apa yang sebenarnya terjadi. Melainkan sama sekali lain."

Sunyi sesaat karena Arme menunggu penjelasan lebih lanjut dari gurunya.

"Bahwa Reiche tidak melawan gurunya, melainkan membunuh gurunya dengan tujuan mencuri hawa kehidupan gurunya dan juga korban-korban gurunya," perlahan-lahan Pambuka dalam menyampaikan hal ini.

Berubah wajah Arme demi mendengar hal ini. Sama sekali tak bisa dibayangkan bahwa sahabatnya dapat melakukan hal yang sekeji itu. Tunduk pada perintah jahat sang guru sudah sulit ia menerimanya, dan ini melakukan dengan sadar kekejian yang lebih dalam. Penghianatan.

"Tidak!! Kelihatannya tidak mungkin, guru!" ucapnya terkejut.

"Ya, aku tahu kedekatanmu dengan Reiche. Sulit untuk menerima hal itu, bila benar adanya," ucap gurunya menenangkan. "Oleh karena itu aku harus melakukan sesuatu untukmu."

"Apa itu guru?" tanya Arme tidak mengerti.

"Aku akan mengoperkan tenagaku yang sudah pulih hampir lebih dari setengahnya kepadamu. Terima kasih atas perawatanmu selama ini. Aku harap setengah tenagaku ini cukup untuk engkau menjaga diri dan mengawasi sahabatmu itu," jelasnya. "Sisanya seperempat aku perlukan untuk mencari sang Tabib Semesta untuk mohon pengobatannya."

"Jangan.. jangan guru berikan tenagamu itu!!" ucap Arme berusaha mencegah gurunya melakukan hal itu. Ia tahu itu akan membahayakan dan melemahkan kondisi kesehatan gurunya.

"Tidak apa-apa, muridku!" ucapnya sambil menepuk kedua bahu muridnya. "Pemberian tenaga ini bukan cuma-cuma, engkau mendapat tugas yang berat. Engkau harus mengawasi sahabatmu itu dan membetulkan kesalahannya, bila tebakanku ini benar, bahwa ia telah mencuri hawa gurunya. Dan untuk tugas ini engkau belum cukup kuat melakukannya dengan tenagamu sendiri."

Arme hanya mengangguk saja. Ya, ia tahu. Apalagi bila tebakan gurunya itu benar, sudah bisa dipastikan bahwa Reiche akan memiliki tenaga yang berlipat ganda. Dan ia perlu waktu lama untuk menyamai itu. Operan tenaga dari gurunya adalah satu-satunya jalan cepat untuk menjembatani hal itu.

"Setelah pemindahan setengah tenagaku selesai, aku akan pergi. Engkau tak usah menunggu kedatanganku lagi. Mungkin aku tidak kembali. Untuk mengawasi Reiche, mintalah nasehat dari guru tulis-menulismu, guru Panengah dan juga penjual buku Bücher!"

"Paman Bücher dan guru Panengah?" ucap Arme bingung. "Guru kenal dengan mereka?"

"Mereka adalah kawan-kawan dari masa lampau, sebagaimana juga Panutu. Entah kebetulan kami bisa berdiam di tempatmu ini. Boleh dibilang Bücher dan Panengah malah sudah lama lalu ada di sini. Sudah mapan posisi mereka. Orang-orang pasti tidak curiga jika mereka berasal dari tempat lain," ucapnya sambil tersenyum. "Untuk tahu lebih lanjut, engkau tanya saja mereka. Dan untuk kasus dengan Reiche ini, bisa dipastikan mereka akan senang memberikan nasehat."

Arme menangguk dan berjanji akan menjalankan baik-baik pesan gurunya. Bersahabat dengan Reiche untuk selalu menjaganya dari melakukan hal-hal yang tidak baik.


Bila anda tidak berkenan dengan jalan cerita Seratus Hari yang dituliskan di sini, silakan anda mengubahnya!