Seratus Hari/Sebuah Pembicaraan

"Hai Arme!"

"Hai Reiche!"

Keduanya tertawa saat menyadari bahwa mereka hampir bersamaan saling menyapa. Saat itu siang sehabis pelajaran hari itu di perguruan 'WIJAYA KUSUMA. Para murid pulang lebih cepat dari biasanya karena para guru ada kepentingan untuk membicarakan sesuatu.

"Terburu-buru pulang?" tanya Reiche.

"Tidak. Dan engkau?" bertanya balik Arme.

Yang ditanya menggeleng. Keduanya pun tersenyum. Bertahun-tahun saling bersahabat membuat mereka kadang dapat saling meengerti tanpa saling terlebih dahulu mengucap. Dan saat ini mereka merasa membutuhkan waktu untuk bersama bermain, bercerita atau hal-hal lain yang biasa mereka lakukan bersama akan tetapi beberapa masa belakangan ini tidak dapat lagi dilakukan. Sebab yang masing-masing yang tahu. Rahasia yang dihormati oleh yang lain.

"Bagaimana kalau kita ke toko paman Buecher?" usul Reiche kemudian setelah kesunyian menyelinap di antara mereka.

"Usul yang bagus! Mari kita ke sana!" jawab Arme yang segera berlari.

"Hei, tunggu aku!" ucap Reiche yang segera mengikuti.

Keduanya pun kemudian tampak berkejar-kejaran keluar dari halaman sekolah, melintasi pasar dan akhirnya berhenti di ujung deretan toko-toko. Di sebuah rumah yang agak terpisah tampak sebuah toko buku yang mereka tuju. Satu-satunya toko buku di sekitar tempat tinggal mereka. Toko buku paman Buecher.

Keduanya pun segera menghilang di balik pintu toko tersebut dengan disertai sorak-sorai gembira. Kegembiraan para kutu buku menemukan barang kegemarannya.


Bila anda tidak berkenan dengan jalan cerita Seratus Hari yang dituliskan di sini, silakan anda mengubahnya!